Menelusuri Jejak Pelanggaran Etika Bisnis: Pinjaman Online Ilegal

Oleh: Tasya Aqeela Kailani - Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia

Rabu, 04 Desember 2024 – 20:27 WIB
ilustrasi pinjaman online alias pinjol. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Ilmu pengetahuan saat ini berkembang sangat pesat khususnya di bidang teknologi. Hal ini berhasil memberikan dampak langsung kepada pola beraktivitas dan berinteraksi masyarakat Indonesia.

Setiap bidang pada kehidupan bermasyarakat tidak dapat terlepas dari bantuan teknologi.

BACA JUGA: Stafsus BPIP Imbau Masyarakat Mewaspadai Pinjaman Online Ilegal

Salah satunya ialah kemajuan teknologi finansial atau “FinTech” tentunya dengan didorong faktor pendukung seperti tingginya penggunaan internet di Indonesia.

Kebijakan dan regulasi pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital menjadi fondasi kuat pesatnya pertumbuhan kemajuan FinTech di Indonesia.

BACA JUGA: Jenderal Listyo Sigit Membeberkan Modus Kejahatan Pinjaman Online Ilegal

P2P lending atau kerap dikenal sebagai pinjaman online yang menawarkan transaksi pinjaman serta pembiayaan digital merupakan salah satu model bisnis dari kemajuan teknologi finansial yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia beberapa tahun ke belakangan.

Kemudahan serta efisiensi yang ditawarkan oleh pinjaman online berhasil memikat masyarakat Indonesia yang merasa terbebani akan sulitnya akses pelayanan keuangan karena dipenuhi dengan syarat administrasi formal yang perlu melalui proses panjang dan sulit.

BACA JUGA: Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berupaya melaksanakan dan memastikan etika bisnis terkait bisnis pinjaman online. OJK mengatur serta mengawasi sektor jasa keuangan dengan menggunakan pendekatan “Compliance Approach”.

OJK menggunakan aturan yang diterbitkannya dalam mengatur dan mengontrol manajemen etika di bisnis fintek ini.

Semua bisnis pinjaman online wajib terdaftar dan diawasi langsung oleh OJK. Lalu ketentuan dalam pemberian suku bunga dan denda maksimum yang tidak boleh terlalu tinggi.

Selanjutnya, soal perlindungan akses data pribadi di mana bisnis pinjaman online yang berlisensi hanya boleh mengakses lokasi, mikrofon, dan kamera pengguna serta dalam proses penagihannya, pihak penagih pinjaman perlu memiliki lisensi penagihan AFPI.

Dalam menjunjung etika bisnis benar-benar dijalankan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016.

OJK menegaskan pihak fintek perlu menerapkan prinsip dasar terhadap perlindungan pengguna yang juga sesuai dengan prinsip etika bisnis yaitu “transparansi, kerahasiaan dan keamanan data, perlakuan adil, keandalan serta penyelesaian harus secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau”

Bisnis pinjaman online yang sudah terlisensi OJK memang sudah diawasi dengan ketat oleh OJK terkait aspek etika bisnis yang dijalankan oleh mereka.

Namun, perkembangan informasi yang begitu cepat dan kemudahan akses yang disuguhkan kepada masyarakat Indonesia tanpa kekuatan dalam mengedukasikan serta pemberian informasi mengenai cara memilah dan memilih pinjaman online mana yang sudah terlisensi oleh OJK dan yang belum menjadi salah satu lahirnya isu pinjaman online ilegal.

Bisnis pinjaman online ilegal cenderung menawarkan jasa mereka melalui iklan di internet dengan pesan singkat yang menjanjikan syarat kredit yang cepat, mudah, dan praktis.

Hal ini membawa permasalahan baru di mana pinjaman online ilegal kerap merugikan masyarakat Indonesia yang ingin memenuhi kebutuhan finansial mereka melalui pinjaman dana secara online.

Jika kasus ini dibahas melalui pendekatan manajemen etika dalam berbisnis, pinjaman online ilegal sebagai suatu bisnis tidak mementingkan kedua pendekatan manajemen etika melalui “Compliance Approach”.

Pengelolaan etika menggunakan kebijakan dan regulasi karena mereka tidak terdaftar pada OJK dan tidak ada aturan yang mengontrol bisnis pinjaman online ilegal ini secara langsung.

Ataupun melalui “Integrity Approach” karena tidak ada aspek edukasi, pelatihan serta pembangunan integritas secara internal terkait etika bisnis dan pentingnya perlindungan pengguna oleh pihak bisnis pinjaman online ilegal.

Pelanggaran-pelanggaran etika yang dilakukan oleh bisnis pinjaman online ilegal ini sangat merugikan masyarakat Indonesia sebagai pengguna dan pihak yang meminjam dana.

Pembebanan dana yang terlalu tinggi pada denda serta suku bunga yang diberikan, perlindungan data pribadi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan serta banyaknya kasus teror dan intimidasi yang dirasakan oleh pengguna saat proses penagihan sangat memberikan dampak buruk secara finansial dan mental pengguna.

Kerugian yang dirasakan akibat pinjaman online ilegal ini salah satunya dilatar belakangi dari minimnya literasi keuangan masyarakat Indonesia dalam menentukan platform pinjaman online apa yang terlisensi OJK dan dapat dipercaya.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada tahun 2024 yang diterbitkan oleh OJK disebutkan bahwa indeks inklusi keuangan Indonesia sudah memasuki besaran 75,02 persen. Namun, indeks literasi keuangan berada di bawahnya dengan besaran 65,43 persen.

Perbedaan indeks antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan yang dijelaskan pada SNLIK oleh OJK ini dapat menjadi identifikasi perlunya pengerahan edukasi literasi keuangan Indonesia agar masyarakat tidak hanya mengerti lebih luas mengenai perkembangan teknologi finansial di Indonesia.

Namun juga memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang disuguhkan di internet mengenai aspek finansial teknologi khususnya pinjaman online.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler