“Benar, kami amankan di Bareskrim,” ujar Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Soelistyanto ketika dikonfirmasi Jawa Pos semalam. Labora diperiksa oleh penyidik gabungan dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Direktorat Ekonomi Khusus dan tim dari Polda Papua.
Arief menjelaskan, pemeriksaan itu masih berjalan. Hingga pukul 20.30 tadi malam Labora masih berada di Bareskrim. “Status yang bersangkutan memang sudah tersangka dan mangkir dalam panggilan pertama,” katanya.
Sebelum mendatangi Kompolnas, Labora sempat menggelar jumpa pers di kantor LSM Pembela Kesatuan Tanah Air (baca wawancara Labora,red). Labora berangkat dari kantor Pekat sekitar pukul 15.30 dan sampai di kantor Kompolnas pukul 17.15. Dua jam kemudian enam penyidik dari Bareskrim datang dan menjemput Labora dengan tiga mobil.
Kabiro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menjelaskan, Labora belum tentu ditahan. “Yang jelas, akan diperiksa dulu oleh tim,” kata Boy.
Langkah itu dilakukan bukan karena Labora mengadu ke Kompolnas. “Silahkan saja melakukan pembelaan. Tapi, penyidik berhak juga melakukan pemeriksaan karena statusnya memang sudah tersangka,” kata mantan Kapolres Pasuruan Jawa Timur itu.
Aiptu Labora dijerat dengan Undang-undang nomor 41/1999 tentang Kehutanan, UU nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan UU nomor 8/2001, nomor 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan kaget dengan penangkapan Labora di kantor Kompolnas. “Seharusnya tidak perlu sampai begitu. Kompolnas itu lembaga pengawasan polisi,” kata Edi.
Polri, kata Edi, bisa melakukan pemanggilan secara prosedural dan tidak perlu melakukan penangkapan. “Ini kasus yang jadi pertaruhan reputasi polisi harus diusut secara fair dan transparan,” katanya.
Pengacara Labora Azet Hutabarat menegaskan kasus yang menjerat kliennya bukanlah tentang rekening gendut seperti yang diberitakan akhir-akhir ini. Rekening gendut seperti yang didefinisikan Azet adalah seseorang yang memiliki kewenangan dan kekuasaan yg dapat mempengaruhi kerjanya sehingga dia dapat mengumpulkan uang untuk tujuan yang bersifat negatif. “Seorang Aiptu apalah itu, tidak bisa,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Azet menambahkan bahwa penyidik yang memeriksa kasus kliennya seharusnya tidak terburu-buru menetapkan kiennya sebagai tersangka. Dia menjelaskan bahwa perusahan milik keluarga Labora merupakan badan hukum yang memiliki struktur direksi dan komisaris.
“Perusaannya kan punya direksi dan komisaris. Ini kan badan hukum. Secara hukum saya katakan bahwa perusahaan ini adalah legal ada ijinnya,” ucapnya
Pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes (pur) Dr Bambang Widodo Umar menilai pengusutan Labora lebih baik diserahkan ke KPK. “ Untuk menghindari conflict of interest polisi bisa saja melimpahkan ke KPK,” katanya.
Pelibatan KPK lanjut mantan reserse senuior itu juga menjamin kasus ini dirunut hingga akarnya. “ Polri tidak perlu khawatir atau risih. Ini justru membersihkan Polri dari oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang,” katanya.
Soal ide pelimpahan itu Boy tetap menolak. “Ini tim kami sedang bekerja. Sementara kami tangani dulu,” katanya.
Boy juga enggan berandai-andai bahwa Labora tak bekerja sendirian. “Untuk menyebut nama-nama lain itu harus berdasar bukti pemeriksaan. Itu nanti BAP (berita acara pemeriksaan) yang jadi acuan,” katanya.(rdl/dod)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Gabungan Tangkap Aiptu Labora Sitorus
Redaktur : Tim Redaksi