Maklumat tobat yang disuarakan Abud justru disambut amarah dan cercaan massa. Jika saja aparat tak sigap, Abud bisa saja dihabisi saat itu. Sejumlah massa bahkan meneriakkan ancaman akan membakar Abud bila tak sungguh-sungguh bertobat. "Kami tidak percaya! Karena tadi dia (Abud, red) menantang para ulama untuk bermubahalah (membuktikan kebenaran, red). Ini semua hanya akal-akalnya agar selamat dari aksi massa,” tegas Hendrik (35), salah seorang Satgas Laskar Pembela Islam (LPI).
Perundingan yang digeber di Aula Kantor Kecamatan Cisarua antara Muspika bersama para tokoh ulama Cisarua dan Abud, memang berlangsung panas sejak awal. Abud datang bersama puluhan pengikut dan sanak saudaranya sekitar pukul 13:00. Saat pertemuan berlangsung, Abud diminta untuk membeberkan apa yang dialaminya, serta mekanisme pengangkatan dirinya sebagai Imam Mahdi oleh bangsa jin. Suasana memanas setelah Abud sempat menolak untuk kembali ke akidah Islam. Pria yang tidak lulus SD itu keukeuh tak menerima keputusan MUI Kabupaten Bogor yang mendesaknya bertobat.
Dua jam berselang debat antara Abud dengan para ulama semakin memanas. Namun, tingginya tensi emosi ratusan massa akhirnya membuat Abud tak mampu berbuat banyak. Muspika pun dibuat kelimpungan dengan emosi massa yang kian memuncak. Saat itu, Camat Cisarua, Teddy Pembang sibuk meredam emosi ratusan warganya. “Sudah, sudah, sudah. Kita akhiri dahulu rapat ini. Akan kita umumkan lagi keputusan selanjutnya. Mohon seluruh undangan keluar dari aula,” teriak Teddy seraya mengimbau massa keluar dari aula.
Didesak keluar, massa yang marah justru mengepung kantor kecamatan. Beruntung puluhan tim pengamanan yang terdiri dari Polsek Cisarua, dibantu Dalmas Polres Bogor berserta TNI, mampu mengamankan situasi. Meski demikian, massa terus memprovokasi Abud untuk segera bertobat. Tak lama kemudian, Abud keluar dari lantai dua kantor bersama Camat Teddy dan para ulama. Di selasar loteng kantor kecamatan itulah, Abud berikrar untuk kembali ke jalan yang benar. Abud pun sadar bahwa dirinya bukanlah juru selamat. “Saya mohon maaf. Saya mengaku tobat,” tegas Abud berulang kali.
Camat Teddy yang mendampingi, menjamin pernyataan Abud yang ketika itu sangat ketakutan. "Kami tidak akan bisa dipermainkan oleh Abud, percayakan masalah ini kepada aparat pemerintah. Dan akan ada pernyataan tertulis dari yang bersangkutan,” ungkapnya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Bogor (FKUB), KH Khoreul Yunus didampingi tokoh ulama Cisarua mengatakan, keyakinan Abud terhadap pengangkatan bangsa Jin sebagai Imam Mahdi sudah nyeleneh. Dan itu di luar dari akidah Islam. "Tidak ada perintah kepada manusia untuk mengislamkan bangsa jin. Karena pada dasarnya bangsa jin tidak bisa terlihat dan berkomunikasi dengan manusia,” kata Yunus.
Yunus juga menegaskan bahwa Abud mengaku telah diangkat sebagai Imam Mahdi melalui raga istrinya (fitri) sebagai alat mediasi dengan cara kerasukan. “Ini sudah jelas kekeliruan yang harus diluruskan," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengkaji MUI Kabupaten Bogor, Muhammad Zaini Mahfudin menilai Abud terlalu lama berkawan dengan jin. Sebab itu, Abud sulit sekali diajak untuk bertobat. “Kita sudah berusaha meyakinkan. Tapi yang bersangkutan tetap keukeuh dan menunggu kehendak Allah SWT,” katanya.
Usai mendengar ikrar tobat Abud, ratusan massa yang sempat berencana membakar "Imam Mahdi Puncak" itu akhirnya membubarkan diri. Guna menghindari aksi massa, Abud beserta seluruh keluarganya akhirnya dibawa ke Mapolres Bogor dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Sementara kediamannya di Kampung Leuwimalang RT 01/01, Desa Leuwimalang, Kecamatan Cisarua, dijaga ketat oleh aparat kepolisian.
Di tempat terpisah, aksi tobat juga diikrarkan pimpinan Panjalu Siliwangi, Agus Sukarna. "Romo" Agus akhirnya bertobat setelah sempat berdebat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor di kantor Markaz Islam Bogor, kemarin. Selain MUI, hadir pula perwakilan pemerintahan dan kepolisian. Sedangkan Agus didampingi tiga muridnya Agus Nugraha, Dedi dan Daus.
Agenda tersebut membahas mengenai ajaran yang disampaikan Agus, dimana memiliki syahadat berbeda dari syahadat pada umumnya. Sejumlah tokoh agama dan ketua MUI mempertanyakan keberadaan aliran pimpinan Agus Sukarna. Perang mulut berlangsung karena Romo Agus berkali-kali membantah tudingan ulama terkait menyebarkan ajaran sesat. Suasana jadi panas saat pria yang dikenal sebagai ahli pengobatan itu mengaku tak bisa menulis, apalagi membaca Alquran.
Hal ini membuat Wakil Ketua II MUI Kota Bogor, Muhammad Djudji Djajasumpena yang bertindak sebagai moderator harus berkali-kali menenangkan peserta forum diskusi. "Tidak benar, apa yang dituduhkan kepada saya. Selama ini saya tidak pernah keluar rumah meninggalkan anak istri. Saya selalu di rumah tidak ada mencari pengikut," katanya.
Dalam pengakuannya, Agus menyebutkan dirinya hanya dipercayai mampu menyembuhkan penyakit dengan cara membaca basmalah. "Romo" Agus juga tidak pernah menganjurkan pergantian istri dan seks bebas. "Saya hanya bisa menghentikan pengobatan, tidak punya padepokan sama sekali," akunya.
"Saya tidak pernah punya pengikut, adapun semua yang dekat adalah saudara dan keluarga saya," katanya lagi.
Penyataan Agus menimbulkan kontroversi antara tamu undangan yang hadir. Karena berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan MUI Kabupaten Bogor, aliran pimpinan Agus memiliki bacaan dua kalimat syahadat berbeda dan mereka juga memiliki buku ajaran yang di dalamnya bertentangan dengan Syariat Islam.
Setelah berkali-kali ditanya, akhirnya Agus mengakui jika ajaran yang dibawanya sesat. Ia juga meminta bantuan ulama agar membimbingnya beserta para pengikutnya ke jalan lurus. “Dengan ini saya menyatakan bertobat dan menyesal telah meresahkan masyarakat,” akunya.
Ketua VI MUI Kota Bogor, Fachrudin Sukarno mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan untuk menyikapi maraknya aliran sesat dan laporan masyarakat mengenai hal itu. “Kita meminta kehadiran Agus Sukarna untuk menjelaskan aliran yang dipimpinnya," katanya.
Terkait adanya kemungkinan ada pihak lain yang bermain di balik kemunculan Panjalu Pajajaran, Ketua Keluarga Muslim Bogor (KMB) itu menuturkan, hal itu bisa saja terjadi. Apalagi, penyebutan kata "Romo" tidak ada dalam ajaran Islam.
Fachrudin juga mewaspadai adanya kemungkinan aliran sesat baru yang menistakan agama. Tapi, MUI sejauh ini belum menerima laporan lagi dari masyarakat. “Yang pasti, MUI akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengantisipasi munculnya aliran baru,” tukasnya. (yuz/rur)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penggandaan Soal Tes CPNS Diundur
Redaktur : Tim Redaksi