Memasuki tahun 2019, pasar properti di Australia semakin menunjukkan gejala perlambatan. Ribuan unit rumah yang seharusnya sudah terjual sampai kini masih berada di tangan pemiliknya.
Saat ini tercatat sekitar 328.000 unit rumah berada di pasaran, atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 sebanyak 304.000 unit.
BACA JUGA: Apartemen Delapan Lantai Runtuh di Turki, Tiga Lantai Ternyata Ilegal
Melbourne mencatat jumlah terbesar unit rumah yang tidak terjual hingga periode Januari 2019, yaitu sekitar 36.000 unit.
Kemudian disusul Sydney sekitar 32.000 unit. Brisbane menyusul dengan 31.000 unit, Perth 26.000 unit, serta Adelaide sekitar 16 ribu unit.
BACA JUGA: Turis Inggris Dipenjara Karena Tampar Petugas Imigrasi Bali
Sejumlah pengamat memperkirakan Kota Melbourne akan menjadi pusat anjlok harga properti pada pertengahan 2019 mendatang, bila hukum permintaan dan penawaran berjalan normal.
Banyaknya unit rumah yang tidak terjual turut menekan turunnya harga.
BACA JUGA: Bule Inggris Dipenjara Karena Tampar Petugas Imigrasi Bali
Kecenderungan harga turun makin cepat dan bulan lalu rata-rata turun 1 persen secara nasional.
Pasar properti Australia mencapai puncaknya pada Oktober 2017. Namun sejak itu, harga sudah turun sebesar 6,1 persen.
Menurut analis properti CoreLogic, harga median rumah secara nasional kini 528.553 dolar AUD atau sekitar Rp 5,2 miliar.
Turunnya harga rumah, menurut penjelasan ekonom AMP Capital Shane Oliver kepada ABC News, disebabkan oleh delapan kombinasi faktor.
Yaitu, kondisi kredit perumahan yang makin ketat, ketakterjangkauan harga, membanjirnya pasokan unit rumah, dan turunnya permintaan pembeli asing.
Selain itu, adanya perubahan pembayaran kredit dari bunga saja menjadi bunga dan pokok pada sebagian besar kreditur, kekhawatiran pada perubahan kebijakan pemerintah di sektor perumahan, jatuhnya pertumbuhan harga rumah, serta investor yang kini merasa khawatir tidak bisa menjual unit rumahnya.
CoreLogic menyebutkan saat ini di kota utama Australia, penjual harus menawarkan diskon harga yang besar agar bisa menjual propertinya.
Menurut catatan analis properti ini, penjual memberikan diskon rata-rata 6,1 persen dalam tiga bulan terakhir.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjual unit rumah juga meningkat dari rata-rata 37 hari tahun lalu menjadi 44 hari saat ini.
CoreLogic mencatat 25 persen unit rumah paling mahal di Melbourne dan Sydney justru mengalami penurunan harga paling besar yaitu 12,4 dan 10,8 persen dibandingkan harga tahun lalu.
Sementara itu ekonom George Tharenou menjelaskan, diukur dari masa puncak hingga saat ini memang penurunan harga rumah di Australia baru sekitar 6 persen.
"Kami sudah lama memperkirakan anjlok 10 persen atau bahkan lebih jika regulator tidak melonggarkan (pengetatan kredit)," katanya kepada ABC News.
APRA (Australian Prudential Regulation Authority) sendiri sudah mengisyaratkan tidak akan memberikan kelonggaran semacam itu.
Ekonom lainnya Ben Udy bahkan lebih pesimistis, dengan perkiraan harga anjlok hingga 15 persen secara nasional.
Dia menjelaskan anjloknya harga rumah akan menyebabkan melemahnya investasi di sektor properti dan melambatnya belanja konsumen yang pada gilirannya akan mendorong turunnya pertumbuhan ekonomi dari 2,9 persen tahun lalu menjadi 2 persen tahun ini.
"Untuk mengatasi perlambatan ekonomi kami pikir RBA (Bank Sentral Australia) mungkin perlu menurunkan suku bunga sebelum akhir 2019," ujarnya.
Ikuti juga berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ilmuwan Temukan Lubang Setinggi 300 Meter di Dasar Gletser Antartika