jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum PB PRGI (Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia) Unifah Rosyidi menyatakan, pihaknya tidak setuju dengan aksi turun ke jalan dan mogok mengajar yang dilakukan guru honorer K2. Baginya, aksi semacam itu sudah melanggar marwah sebagai tenaga pendidik.
"PGRI dulu dan sekarang sangat berbeda. Saya tidak mau aksi yang merugikan anak didik dan masyarakat, karena kami ini pendidik," ucap Unifah kepada JPNN, Rabu (24/10).
BACA JUGA: Ketahuilah, PB PGRI Desak Revisi UU ASN Demi Honorer K2
Hal inilah yang menurut dugaan Unifah, membuat honorer K2 (kategori dua) memusuhinya. Yang awalnya seiring sejalan, kini berseberangan.
"Lima tahun PGRI dan guru honorer ikut aksi demo tapi hasilnya apa? Saya ingin mengubah itu. Pemerintahan Presiden Jokowi tidak mempan didemo makanya saya pilih kekuatan lobi-lobi," terangnya.
BACA JUGA: Bu Uni: Draf PP PPPK Ada Jalur Khusus Guru Honorer K2 Tua
Dalam Twitter-mya @unifahr dan @pbpgri_official pada 23 Oktober, Unifah menuliskan alasannya mendukung solusi honorer K2 tua menjadi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) dan menolak demo serta mogok mengajar.
BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Ketum PB PGRI soal Honorer K2
"Sekarang pertanyaanya mengapa saya mendukung PP PPPK? Menolak mogok mengajar apalagi aksi di jalanan? Semua tindakan itu kami pikirkan dengan matang dengan menempatkan kepentingan siswa di atas segalanya dan nilai-nilai edukatif, serta hal ini diputuskan secara kolektif #savehonorer," isi Twitter Unifah di poin ke-11.
Dia menuliskan lagi, 'Pertama, mari realistik dan cerdas bahwa sekuat apapun menentang, Pemerintah tidak akan berani melanggar UU. Dalam hal ini UU ASN. Lah, kenapa dulu UU ASN sampai lahir? Bukankah berkali-kali aksi turun ke jalan? Artinya turun ke jalan tidak menyelesaikan masalah bukan?."
Alasan kedua Unifah adalah UU ASN membatasi banyak hal: usia, kompetensi, kualifikasi, linearitas, dan test. Semua itu mengarah ke merit system.
"Maka PP PPPK menurut saya adalah jalan tengah yang berpihak pada honorer. Banyak honorer yang menyampaikan harapan ke saya agar PP tersebut segera ditetapkan dan dilaksanakan. Nah lho?," ucapnya.
Tidak puas dengan rancangan PP PPPK, Unifah mengaku berulangkali mendesak pemerintah demi penghargaan kepada dedikasi honorer, agar test bersifat administratif.
Berkali-kali ini dia sampaikan tapi tampaknya ditolak karena tidak sesuai dengan UU ASN, perjanjian kerja hanya dilakukan sekali agar terlindungi, ada jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, mengikuti sertifikasi, dan lainnya. "Namanya berjuang!," sergahnya.
Walau usulan PGRI tentang revisi UU ASN berhasil disetujui pemerintah, maka sebagai produk legislasi, prosesnya masih panjang untuk menjadi sebuah UU, entah berapa tahun lagi jadinya.
"Bagaimana dengan honorer yang makin berumur? Harus ada penyelesaiannya. Begini rupanya berjuang untuk honorer, kok dituduh aneh-aneh? Tempatkan fikirmu dan hatimu bukan curigamu!," sambungnya.
BACA JUGA: Ketahuilah, PB PGRI Desak Revisi UU ASN Demi Honorer K2
Mengenai ketidaksetujuan terhadap mogok dan aksi, yang oleh sementara pihak dianggap efektif untuk menekan pemerintah, Unifah menilai malah sebaliknya. Sebagai pendidik, panggilan hati mendidik dan menempatkan kepentingan terbaik siswa sering melampaui derita yang dirasakan. Itulah nilai!
"Bukankah kami dan kita tidak diam? Kita sedang mencari formula. Empati yang dalam terhadap penderitaan honorer jangan sampai meninggalkan akal sehat dalam berjuang! Sekaligus menghindari cibiran orang. Ikannya dapat airnya tetap bening, wisdom man said!," tulis Unifah di Twitter pada poin ke-17. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah tak Punya Skala Prioritas Selesaikan Honorer K2
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad