Mengenal Prosesi Tegak Tiang Tuo di KCBN Muarajambi

Kamis, 06 Juni 2024 – 20:21 WIB
Tegak tiang tuo menjadi tradisi masyarakat Jambi ketika membangun rumah atau bangunan lainnya, yang diyaniki dapat mendatangkan hal-hal baik dan menolak bala. Foto: Antara

jpnn.com, JAMBI - Bagi masyarakat Jambi, ketika membangun rumah atau bangunan lainnya mereka masih menggunakan prosesi peletakan tiang pertama atau tiang tuo.

Tiang tuo biasanya diletakan ditengah lokasi bangunan dan berukuran lebih besar dari tiang lainnya, dengan menggunakan jenis kayu bulian.

BACA JUGA: Lindungi Warisan Budaya, Pemerintah Lakukan Revitalisasi KCBN Muarajambi

Tradisi Tegak Tiang Tou ini, merupakan tradiri adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur masyarakat adat Desa Danau Lamo secara turun temurun.

“Jadi sejak zaman nenek moyang kito sampai sekang ini, kalau tegak tiang tuo itu acara khusus yang kito lakukan untuk tiang pertamo atau tiang tou tiang yang berdirinya di tengah-tengah bangunan,” ucap kepala Desa Danau Lamo, Ismail Ahmad.

BACA JUGA: KCBN Candi Muarajambi Punya Kemiripan dengan Vietnam, Ini Faktanya 

Setelah tiang ditelakan di tengah lokasi, kemudian dilengkapi juga dengan cekokot, stabun tawar, serta dibacakan pento, yang bermakna harapan, doa, serta tolak bala. 

Peletakkan cecokot dimulai dari peletakan emas yang melambangkan cahaya dan rezeki. Selanjuthya peletakan perak yang melambangkan kemakmuran, peletakan serbuk besi yang mengartikan bahwa yang punya rumah adalah orang yang bertekat kuat.

Kemudian, dilanjutkan dengan peletakan tapak kuda, yang melambangkan kekuatan bak Kuda Pelajang Bukit, disuru pegi diimbau datang.

Dan terakhir, peletakan sawangan angin, yang melambangkan kesejukan, dan kenyamanan di dalam rumah. Dengan harapan, rumah bisa menjadi tempat bernaung yang sejuk.

Setelah peletakan cekokot, kemudian tiang dihiasi layaknya seperti perempuan, yang diyakini sebagai penanda bahwa akan ada kehidupan rumah tangga pada tempat dimana tiang tuo yang akan ditegakkan.

Tiang Tou diberikan pakaian, kain, dan penutup kepala khas Jambi, hingga diriasi bagian wajahnya.

“Itu diriasi seperti perempuan, karena perempuan itu mengurus rumah dan berada di rumah. Kalau suami itu keluar mencari makan (nafkah),” tuturnya.

Tidak hanya sampai di situ, tiang tou pun diperikan payung rotan daun seredang.

“Payung itu tentunya untuk mengayominperempuan yang ada di rumah itu. Perempuan kan harus diayomi, dilindungi, dan harus dijaga,” pungkasnya. (mcr19/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Lutviatul Fauziah, Lutviatul Fauziah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler