jpnn.com - Seniman ludruk Cak Sapari meninggal dunia di Surabaya pada Kamis (15/9). Dengan nama melegenda dan sosok yang rendah hati, Cak Sapari merupakan panutan bagi pelawak muda.
Laporan Ardini Pramitha, Surabaya
BACA JUGA: Cara Menarik Kemnaker Sosialisasikan UU PPMI, Undang Pelawak Kirun Dkk di Pentas Ludruk
PENCINTA ludruk tentu mengenal Cak Sapari. Pria kelahiran 5 Juli 1948 itu merupakan salah satu seniman legendaris seni lakon khas Jawa Timur tersebut.
Nama aslinya Sapari Suhendra. Dia mulai dikenal sebagai seniman ludruk saat usianya menginjak 30-an dan bekerja bareng Kartolo.
BACA JUGA: Albar Mahdi, Bocah Santai Berotak Encer yang Tewas Dianiaya di Ponpes Gontor
Pada 1980, Kartolo bersama Ning Tini, Basman, Sokran, Blonthang, dan Sapari membuat rekaman lawak berjudul Welut Ndas Ireng (Belut Berkepala Hitam) di Studio Nirwana, Surabaya. Rekaman itu mendulang sukses.
Kesuksesan Welut Ndas Ireng membuat para seniman lawak Suroboyoan itu kebanjiran tanggapan tampil. Dari situlah grup lawak Kartolo Cs terbentuk.
BACA JUGA: Anies Baswedan Mengenang Sosok Hermanto Dardak: Pekerja Keras, Kepala Keluarga yang Baik
Kartolo yang berinteraksi dengan Sapari selama lebih dari empat dasawarsa tahu betul karakter koleganya tersebut. "Orangnya meneng (pendiam)," tutur Kartolo.
Walakin, suami Ning Tini itu menyebut Sapari tak pernah menunjukkan kesusahan. Meski pendiam, bapak bagi lima anak itu gemar guyon.
“Orangnya serius mengarah ke lucu,” kata Kartolo mengenang Sapari.
Dalam setiap pertunjukan ludruk, Cak Sapari selalu berperan sebagai tatakan atau penerima umpatan Cak Kartolo. Dari umpatan itulah muncul celetukan-celetukan kocak Cak Sapari.
Namun, satu per satu anggota Kartolo Cs menghadap Sang Khalik. Sokran, Blonthang, dan Basman meninggal dunia mendahului Sapari.
Sepeninggal Sokran, Blonthang, dan Basman, kiprah Kartolo dan Sapari di kancah komedi tetap berlanjut. Keduanya merambah seni lain.
Sapari dan Kartolo terlibat dalam film 'Yowis Ben' yang dirilis pada 2018. Film garapan Fajar Nugros dan Bayu Skak itu menampilkan Sapari sebagai pelayan di warung pecel, sedangkan Cak Kartolo menjadi pembelinya.
Bayu Skak kembali menggaet Sapari untuk film Lara Ati. Kartolo menuturkan Sapari dalam kondisi tak sehat saat proses syuting film itu pada 2021.
“Cak Sapari memang sudah mengalami sakit, tetapi masih bisa melakukan beraktivitas meskipun hanya sedikit,” kata Cak Kartolo.
Cak Sapari yang menderita diabetes hanya tampil dalam dua scene di film yang tayang perdana pada 15 September 2022 itu. Diabetes membuatnya terbaring lemah dan menjalani opname maupun rawat jalan.
Kartolo menuturkan dirinya dan Ning Tini beberapa hari lalu menjenguk Sapari. Saat itu Sapari menjalani perawatan intensif di rumahnya.
"Cak Sapari hanya bisa terbaring lemah," tutur Kartolo. "Enggak mau guyon."
Walakhir, Cak Sapari meninggal dunia di rumahnya pada Kamis (15/9) sekitar pukul 04.30. Dia meninggalkan seorang istri bernama Suryaningsih.
Cak Sapari dan Suryaningsih dikaruniai lima anak, yakni Yuli Widia, Juniadi, Pendik, Anwar dan Dani. Hingga akhir hayatnya, Sapari memiliki 15 cucu dan satu cicit.
Salah satu anak Cak Sapari, Yuli Widya, mengungkapkan ayahnya sempat dirawat di RSUD dr Soetomo pada Juni 2022.
Setelah beberapa hari dirawat, Cak Sapari membaik dan diperbolehkan pulang. Namun, dia tetap menjalani rawat jalan.
Pada Rabu (14/9), tiba-tiba Cak Sapari tidak bisa diajak berkomunikasi.
“Rabu pagi sudah tidak kuat, tidak ada respons. Ketika ditanya jawabannya hanya merem,” kata Yuli
Hingga akhirnya Cak Sapari meninggal dunia. Yuli menuturkan keluarganya sudah merelakan kepergian pelawak ternama Surabaya itu.
“Kami semua sudah ikhlas, bapak sakit sejak lama,” tutur Yuli.
Meski demikian, kepergian Cak Sapari tetap menyisakan duka mendalam bagi komunitas Ludruk Nom-Noman Tjap Soeroboio (LUNTAS). Meski sudah senior dan melegenda, Sapari tetap rendah hati kepada pada pelawak-pelawak yang lebih muda.
Penasihat LUNTAS Djadi Galajapo menuturkan dirinya pernah satu panggung dengan Cak Sapari pada 2002.
Saat itulah Djadi melihat Cak Sapari sebagai senior di kancah komedi selalu berbagi ilmu kepada pelawak-pelawak muda.
“Cak Sapari itu adalah orang yang tidak pelit, selalu mengarahkan seniman-seniman muda bisa tampil bagus,” katanya.
Pada Juni lalu, Djadi bersama komunitas ludruk Surabaya menggelar Ludrukan Charity. Kegiatan amal itu untuk menggalang dana guna membantu Cak Sapari.
Djadi juga menjadi wakil keluarga Cak Sapari saat menyambut para pelayat. Djadi menyebut kariernya di dunia komedi ludruk tak terlepas dari jasa besar lamarhum.
"Saya jadi seperti sekarang ini karena beliau (Cak Sapari, red)," kata komedian berjuluk Imam Besar Pelawak Indonesia itu. (mcr23/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Tim Redaksi