jpnn.com - JPNN.com – Nisa menyandang tunadaksa sejak kecil. Namun, semangatnya untuk bersekolah cukup tinggi.
Sudah delapan tahun Nisa selalu diantar ibunya, Lina Wati, ke sekolah menggunakan kursi roda.
BACA JUGA: Bikin Pot, Sekali Tender Omzet Rp 45 Juta
Namun, mulai kemarin (4/1), pelajar SMP tersebut sudah mendapatkan alat yang bisa membawanya ke mana saja. Tanpa harus diantar orangtua.
Kaltim Post (Jawa Pos Group) pertama kali merekam aktivitas Nisa sepulang sekolah pada 4 Oktober 2016 lalu.
BACA JUGA: Berawal dari Kisah Anjing Pelacak Mengendus di Bandara
Kala itu, Lina Wati dengan sigap menjemput putrinya yang duduk di kelas VIII SMP 22 Samarinda. Bukan mengendarai sepeda motor atau mobil, melainkan menggunakan kursi roda.
Lina dengan sabar mendorong kursi roda yang ditumpangi anaknya. Lina dan Nisa, yang berjalan dengan pelan, kemudian melintasi Pasar Segiri yang ramai dengan kendaraan.
BACA JUGA: Brutal dan Mencekam, Itulah yang Kami Hadapi
Tak sampai sejam, keduanya tiba di kediaman mungil berdinding kayu di Jalan dr Soetomo. Setiap hari selama delapan tahun, Lina mengantarkan anaknya memakai kursi roda.
Sejak diberitakan Kaltim Post terbit pada 5 Oktober 2015 lalu, berbagai bantuan datang. Namun, tidak sedikit juga yang hanya sekadar berjanji. Sekadar datang dan memberikan harapan untuk perempuan berusia 14 tahun itu.
Kemarin, Institut Teknologi Kalimantan (ITK) memberikan handy cycle atau kursi roda yang dikayuh dengan tangan di SMP 22 Samarinda. Hadiah tahun baru untuk Nisa itu diharapkan bisa mengendarai kursi rodanya tanpa bantuan orang lain.
Lina mengaku bahagia mendapatkan handy cycle dari ITK. Dengan ini, Nisa bisa menjadi orang yang lebih mandiri. Ada yang peduli seperti ini, merupakan jalan agar putrinya bisa menjadi orang yang berguna.
“Bantuan terus datang sejak diberitakan Kaltim Post. Terhitung dari Oktober sekitar tujuh orang datang memberikan bantuan uang tunai. Ada yang Rp 300 ribu–Rp 500 ribu,” ujarnya saat ditemui Kaltim Post di SMP 22 Samarinda, Rabu (4/1).
“Nisa terlihat sangat tidak ingin merepotkan saya. Sejak kecil saya menggendong untuk mengantarnya bepergian. Sejak ada bantuan dari Dinas Sosial Samarinda berupa kursi roda, itulah yang dipakai setiap harinya untuk bepergian,” ujar perempuan yang tidak berhenti menangis saat diwawancarai Kaltim Post itu.
Senada, Nisa mengatakan, handy cycle bisa membantunya bepergian di sekitar tempat tinggalnya atau ke sekolah. Penggunaannya pun sangat nyaman dan mudah dimengerti.
Sejak kecil, dia merasa sangat merepotkan orangtuanya karena untuk bersekolah, sekitar dua kilometer dari rumah harus ditempuh mendorong kursi roda.
“Kalau ada ini, saya sudah bisa berangkat dan pulang sekolah sendiri tanpa merepotkan orang lain,” ujarnya.
Menurutnya, ibunya pun bisa menjaga adik-adiknya di rumah. Karena, setiap mengantarnya, Lina harus menitipkan adik-adiknya kepada sang ayah yang bekerja sebagai buruh di sebuah toko bahan pokok atau sembako.
Nisa yang tidak terlalu banyak bicara ini, hanya bisa berterima kasih kepada ITK yang sudah peduli kepadanya. Bahkan saat mencoba handy cycle dia tidak berhenti menangis.
“Saya tidak perlu khawatir saat usia bertambah dewasa, ibu tidak perlu susah payah mendorong kursi roda yang semakin hari semakin berat. Saya juga sudah bisa bepergian sendiri, walaupun belum terbiasa memakai handy cycle. Lama-kelamaan juga akan terbiasa,” ujarnya.
Salah satu sahabat Nisa di SMP 22, Aulia mengatakan, handy cycle akan membantu Nisa melakukan kegiatan di sekolah.
“Nisa sangat sabar. Semoga dengan adanya kursi roda yang baru, dia sudah bisa ikut ke kantin bersama kami. Karena selama ini dia hanya menitip untuk dibelikan, tidak pernah pergi sendiri,” ujarnya.
Ditemui bersamaan, dosen Jurusan Teknik Mesin ITK Handhimas Dwi Haryono mengatakan, pengerjaan handy cycle perlu waktu sekitar dua pekan. Sejak terbitnya berita tentang Nisa di Kaltim Post, pihaknya sudah berencana membuatkan handy cycle, namun keterbatasan dana.
Padahal awalnya mau membuatkan yang elektrik, jadi ada lampu sein dan lainnya. Namun, hal itu memerlukan dana yang cukup besar.
Untuk itu dibuatlah yang manual dengan dana dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITK yang diketuai Subchan.
“Handy cycle bisa menampung hingga berat 100 kilogram. Sehingga bisa digunakan Nisa hingga dewasa,” ujarnya.
Menurutnya, sepeda yang menggunakan penggerak tangan ini bisa bertahan lama. Karena, bahannya yang memang besi, umurnya akan bergantung pada perawatan. Kalau perawatannya baik, bisa bertahan selamanya.
Seluruh proyek ini dikerjakan oleh mahasiswa ITK. Mereka adalah Jordan Ananda Purnomo selaku ketua Student Automotive Association (SAA) ITK dan Ketua Project Handy Cycle Dito Ahmad Satrio. Mereka yang melakukan pemilihan bahan, pembuatan, dan lainnya.
“Niat kami ini agar ITK bisa bermanfaat untuk Kalimantan. ITK sekarang berfokus pada teknologi kesehatan. Jadi, jika ada peluang kami akan mencari Nisa-Nisa lainnya yang perlu bantuan,” kata Dwi.
Kepala SMP 22 Samarinda Asmuran mengatakan, pihak sekolah tidak pernah direpotkan oleh Nisa. Sang ibu selalu mengantar jemput sang anak menggunakan kursi roda. Untuk upacara bendera dan lainnya, Nisa diperbolehkan tidak ikut. Kalaupun ikut boleh tetap berada di kursi roda.
“Untuk biaya dan lainnya, Nisa mendapat beasiswa PIP (program Indonesia Pintar) sehingga tidak ada kesulitan,” ujarnya.
Pihak sekolah, tambahnya, siap menampung jika orangtua Nisa memiliki kesulitan lain untuk biaya sekolah.
Seperti buku sekolah, seragam dan lainnya. SMP 22 merupakan salah satu sekolah yang siap menampung pendidikan anak-anak disabilitas.
“Kami tidak menolak jika ada siswa disabilitas. Pendidikan itu bukan hanya untuk anak yang normal, tapi anak yang tidak normal secara fisik juga wajib mendapatkan pendidikan,” ujarnya. (*/ctr/rom/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nama Warung pun Dua Bahasa, Indonesia dan Mandarin
Redaktur & Reporter : Soetomo