Mengikuti Operasi Pasien di Atas Kapal USNS Mercy di Manado

Pasien Nyaman Ditangani Dokter Ahli 24 Jam

Kamis, 07 Juni 2012 – 08:08 WIB
Brian Manguntung setelah menjalani pembedahan tangan kanannya di kapal rumah sakit USNS Mercy. Foto : Thoriq Sholikhul/JAWA POS

Rumah sakit terapung milik Angkatan Laut AS kembali singgah di perairan Indonesia. Dalam agenda Pacific Partnership, USNS Mercy melakukan misi kemanusiaan di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Wartawan Jawa Pos Thoriq Sholikhul Karim mendapat kesempatan menyaksikan kegiatan operasi pasien di atas kapal tersebut.
 
= = = = = = = = = = =

JERIT anak kecil sesekali terdengar di ruang operasi lantai tiga kapal USNS (United State Navy Ship) Mercy yang sedang melaju ke Pulau Sangihe, Sabtu lalu (2/6). Brian Manguntung, bocah 12 tahun itu, mengeluh kesakitan setelah menjalani operasi pada tangan kanannya yang tersiram air panas.
 
Sebenarnya luka bakar tersebut dialami Brian ketika masih berusia 6 tahun. Kala itu, dia bermain di kamar mandi bersama saudaranya. Tiba-tiba, dia terpeleset dan terjatuh di lantai. Tangan kanannya yang hendak digunakan untuk bertumpu malah masuk ke ember berisi air mendidih. "Kulitnya melepuh seperti terbakar," ujar Yenni Palit, 66, nenek Brian, yang mendampingi cucunya.
 
Akibat luka bakar yang parah itu, tangan kanan Brian tidak bisa berfungsi seperti semula. Brian pun lebih banyak menggunakan tangan kiri dalam beraktivitas. Keluarga sempat mengoperasikan tangan bocah tersebut. Namun, setelah operasi, justru tumbuh daging di sela-sela jari tangan Brian. Lama-kelamaan, kelima jarinya merapat dan tidak bisa digerakkan lagi.
 
Yenni menyebut biaya operasi kala itu mencapai Rp 10 juta. Belum termasuk obat jalan dan biaya terapis. Biaya yang mahal tersebut ternyata tidak menjamin tangan cucunya kembali sempurna. Menurut dokter, tangan Brian harus dioperasi lagi setelah dia berumur 10 tahun. Namun, saran itu tak dilakukan keluarga Brian lantaran ketiadaan biaya.
 
Sejak itu, Brian harus mau menerima keadaan. Meski sempat malu dan minder dalam pergaulan, teman-temannya ternyata tidak memedulikan kecacatan dia. Brian pun akhirnya mampu "melupakan" kondisi fisiknya yang tak sempurna tersebut.
 
Hingga akhirnya pertengahan April lalu, Yenni mendapat kabar dari kerabatnya di Jakarta tentang rencana kedatangan USNS Mercy ke Manado. Kabar itu lalu dipastikan ke Dinas Kesehatan Kota Manado. Hasilnya, Brian bisa didaftarkan menjadi pasien di kapal buatan 1975 tersebut.
 
USNS Mercy tiba di Teluk Manado pada Kamis (31/5). Kapal yang didesain sebagai rumah sakit terapung itu mengangkut 1.215 penumpang, termasuk awak kapal. Mereka adalah personel Angkatan Laut Amerika (US Navy) beserta tim medis dari sejumlah negara. Di antaranya, AS, Australia, dan beberapa negara yang berpartisipasi dalam Pacific Partnership itu.
 
USNS Mercy memiliki panjang 272 meter. Ukuran tersebut lebih panjang jika dibanding lapangan sepak bola, sedangkan lebarnya mencapai 32 meter. Kapal berwarna putih dengan simbol palang merah di lambungnya itu dulu merupakan kapal tanker atau pengangkut bahan bakar minyak. Pada 1986, kapal tersebut diserahkan ke pihak militer AS dan selanjutnya difungsikan sebagai rumah sakit terapung.
    
Dari luar, kapal sembilan lantai itu tampak seperti kapal laut biasa. Namun, ketika masuk di dalamnya, kondisinya sangat berbeda. Gambaran atau suasana kapal berubah menjadi rumah sakit lengkap dengan ruang observasi, ruang operasi, hingga ruang perawatan.
 
Untuk masuk ke dalam kapal, ada prosedur yang harus dilalui tamu dari luar maupun awak kapal. Yakni, screening kesehatan lebih dulu. Bahkan, jika ditemukan kejanggalan seperti batuk-batuk atau pucat, petugas medis akan memeriksa lebih detail dengan menggunakan X-ray. Semua itu ditujukan untuk menjaga kondisi di dalam kapal tetap steril dari wabah penyakit. "Itu prosedur yang kami lakukan kepada siapa pun, termasuk awak kapal," tegas Jamerson, komandan USNS Mercy.
 
Setelah dinyatakan steril, pengunjung atau pasien diizinkan masuk melalui lorong di sisi kapal. Dari lorong itu, pengunjung diarahkan menuju ruang pelayanan. Di ruang tersebut, tim medis sudah siap. Mereka langsung menyambut pengunjung dan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
 
Hebatnya, USNS Mercy termasuk rumah sakit yang superlengkap. Bahkan, rumah sakit itu tidak kalah lengkap oleh rumah sakit di Indonesia. Setidaknya, ada 12 ruang bedah dengan 14 dokter ahli yang siaga 24 jam. Jumlah itu belum termasuk dokter-dokter muda yang ikut dalam proyek kemanusiaan dari sejumlah negara, termasuk dari Indonesia. "Kami mengirimkan beberapa dokter untuk berbagi pengalaman dengan dokter-dokter AS maupun negara lain," kata Jamerson.
 
Mereka menangani seluruh pasien yang sudah terdaftar dalam misi kemanusiaan hingga 15 Juni itu. Salah satunya adalah Brian. Setelah menjalani operasi, Sabtu siang, Brian mulai sadar di ranjang ruang operasi.
 
Sedikitnya tiga dokter asing menangani operasi bocah laki-laki tersebut. Salah seorang di antaranya bisa berbahasa Indonesia. Dokter itulah yang membantu komunikasi antara dokter asing dan pasien.
 
Setelah beberapa saat operasi berjalan, Yenni, nenek Brian, yang semula waswas mulai tenang setelah melihat keterampilan dokter-dokter berpengalaman tersebut. "Saya akhirnya bisa tenang setelah melihat dokter-dokternya ahli-ahli semua," ungkapnya.
 
Menurut Cortney Marsh, ketua tim perawat operasi, sebelum pembedahan, Brian dibius total sampai tak sadar. Setelah itu, dilakukan penyinaran tangan kanannya dengan laser. "Tujuannya, lukanya berkurang," katanya.
 
Setelah operasi selesai, Brian dibawa ke ruang perawatan. Saat itu, Brian maupun Yenni tidak menyadari bahwa posisi kapal tidak lagi di Teluk Manado, melainkan dalam perjalanan menuju Pulau Sangihe, sekitar delapan jam perjalanan dari Manado.
 
Ukuran kapal yang cukup besar membuat perjalanan yang cukup jauh itu tidak terasa. Padahal, ombak di perairan laut tersebut cukup besar. Hanya sesekali terdengar dentuman ombak yang menghantam lambung kapal, tapi tidak sampai menimbulkan guncangan. Pasien maupun penumpang di dalamnya merasa nyaman.
 
Jamerson mengungkapkan, setiap hari operasi berlangsung dari waktu ke waktu. Dia menyebutkan, dalam sehari, timnya minimal melakukan 15 kali operasi. Jumlah itu bisa bertambah jika pasien cukup banyak. "Terutama dalam misi kemanusiaan seperti saat ini," ujarnya.
 
Operasi yang dilakukan beragam. Misalnya, bibir sumbing, luka bakar, katarak, dan pembedahan lain yang masih bisa ditangani di rumah sakit khusus tersebut.
 
Komandan Misi Pacific Partnership Capt Jim Morgan menambahkan, selain Indonesia, USNS Mercy akan mengunjungi Vietnam, Kamboja, dan beberapa negara lain. Di Indonesia, kegiatan misi dipusatkan di Manado dan sekitarnya seperti Kepulauan Sangihe dan Talaud.

Kedatangan USNS Mercy ke Indonesia kali ini merupakan yang ketiga. Sebelumnya pada 2006 dan 2010. Dia berharap program tersebut bisa berlanjut pada tahun-tahun mendatang. "Mudah-mudahan Indonesia bisa mendapat kesempatan sebagai negara yang kami kunjungi," ungkapnya.
 
Sementara itu, Konsul Jenderal AS di Surabaya Kristen F. Bauer yang turut serta dalam kapal itu menegaskan bahwa program tersebut merupakan proyek sosial dan kemanusiaan. Tidak ada kaitan dengan persoalan militer apa pun. "Semua kami laksanakan murni kegiatan sosial untuk menunjang hubungan baik kedua negara," ujarnya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Rutan KPK Dihuni Tiga Tahanan Perempuan Istimewa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler