jpnn.com - Vaksin Covid-19 hingga kini masih belum bisa dipastikan benar akan didapatkan hingga masih perlu dilakukan uji klinis. Sedangkan untuk menghentikan penyebaran Covid-19 paling efektif manakala masyarakat memiliki imunitas atau kekebalan yang diperoleh melalui vaksinasi.
Sedangkan pencegahan Covid-19 melalui protokol kesehatan seperti pembatasan fisik, memakai masker, mencuci tangan, menggunakan APD (Alat Pelindung Tubuh), dan sebagainya, ternyata tidak mudah bahkan menimbulkan distrupsi terhadap kehidupan masyarakat. Mengingat perlunya agar segera tersedianya vaksin Covid-19, dengan demikian patut ditelaah problematik apa saja yang tengah dihadapi.
BACA JUGA: Letjen Doni Monardo Daftarkan Diri Sebagai Sukarelawan Vaksin COVID-19
Vaksin adalah bahan yang umumnya dibuat dari mikroba penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau telah dimatikan, dapat juga berasal dari racun maupun protein mikroba. Pemberian vaksin akan memicu terjadinya respons imunitas tubuh hingga memberikan kekebalan terhadap infeksi mikroba kuman atau virus.
Vaksin yang berasal dari mikroba penyebab penyakit harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak malah menimbulkan penyakit atau memberikan akibat yang merugikan, namun merangsang tubuh untuk menciptakan antibodi yang spesifik bagi mikroba tersebut.
BACA JUGA: Vaksin Covid-19 Masih Uji Klinis, Penanganan Jangan Kendor
Dengan adanya antibodi, manakala tubuh terserang mikroba tersebut maka antibodi akan mematikannya. Dewasa ini terdapat berbagai jenis vaksin seperti vaksin polio, hepatitis B, campak, influenza, dsb.
Umumnya problematik terbesar vaksin adalah sulitnya penelitian untuk mendapatkannya serta cukup besar risiko kegagalannya. Hal ini terjadi juga pada penelitian untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Apalagi sebagai penyakit yang tiba-tiba muncul, maka banyak hal yang belum diketahui mengenai Covid-19.
BACA JUGA: Keluarga Habib Asegaf Al-Jufri Diserang Kelompok Intoleran, Petrus: Tangkap!
Penelitian untuk pengembangan vaksin terutama dilakukan agar mendapatkan vaksin yang efektif dan aman (efficacy and safety). Idealnya vaksin yang baik adalah yang efektif memberikan imunitas untuk jangka waktu yang panjang, tidak merugikan tubuh, mudah pembuatannya, tidak sulit cara pemberiannya, serta juga tidak berbiaya tinggi.
Proses pengembangan vaksin terdiri atas penelitian praklinis, uji klinis tahap 1, uji klinis tahap 2, uji klinis tahap 3, serta terakhir dilakukan penetapan dan produksi. Biasanya masing-masing proses berlangsung paling cepat sekitar 2,5 tahun, sehingga kalau lancar seluruh proses akan berkisar 12 hingga 15 tahun.
Problemnya seringkali dalam kenyataannya tidak berlangsung mulus, seperti misalnya upaya menemukan vaksin terhadap virus HIV dalam rangka mengatasi penularan AIDS. Penelitian untuk mendapatkan vaksin AIDS sudah berlangsung lebih dari 3 dekade, tetapi hingga sekarang belum berhasil.
Dalam rangka mengembangkan vaksin Covid-19, diupayakan prosesnya dapat dipersingkat menjadi masing-masing hanya 6 bulan, bahkan kalau bisa lebih cepat lagi, hingga keseluruhannya dapat berlangsung sekitar 2 hingga 2,5 tahun saja. Percepatan proses dilakukan dengan memanfaatkan hasil penelitian serupa yang telah dilakukan terhadap famili virus corona lainnya yang memiliki kemiripan yakni virus penyakit SARS dan MERS.
Selain itu percepatan dilakukan dengan memangkas proses birokrasi penelitian. Namun uji klinis tahap 1, 2, dan 3, mutlak harus dilakukan karena tetap harus dijalankan prosedur pembuktian ilmiah yang ketat serta prinsip kehati-hatian. Jika sekarang ini sudah mulai dilakukan uji klinis tahap 3, maka kalau berhasil diperkirakan dalam kurun waktu 1 tahun sudah tersedia vaksin Covid-19.
Pada penelitian praklinis berdasarkan kajian teoritik dilakukan penelitian laboratorium, serta percobaan pada hewan. Namun hasil penelitian laboratorium serta percobaan pada hewan belum tentu sama hasilnya pada manusia. Dengan demikian penelitian harus dilanjutkan dengan melakukan serangkaian uji klinis pada manusia.
Uji klinis tahap 1 sebagai percobaan awal pada manusia dilakukan pada sekelompok kecil subyek penelitian, biasanya 10 hingga 100 orang. Tujuan uji klinis tahap 1 terutama untuk melihat aspek keamanan vaksin yakni tidak menimbulkan efek merugikan yang serius, di samping juga menelaah efektivitasnya dalam menimbulkan imunitas tubuh.
Uji klinis tahap 2 dilakukan pada subyek penelitian yang lebih banyak, biasanya 100 hingga 1000 orang. Pada tahap ini lebih ditelaah efektivitas dan keamanan vaksin, termasuk pula dapat digunakan untuk menghitung dosis yang tepat dan penjadwalan pemberian vaksin.
Uji klinis tahap 3 dijalankan secara meluas biasanya mencakup 1000 hingga 100.000 subyek penelitian. Meski pada tahap sebelumnya sudah menunjukkan hasil yang baik, tapi mutlak perlu dilanjutkan uji klinis dengan subyek penelitian dalam jumlah yang besar.
Mungkin saja terjadi, vaksin tidak menimbulkan efek yang merugikan ketika diujicobakan pada sekelompok kecil orang, namun ketika diberikan pada orang yang jumlahnya lebih banyak ternyata terlihat ada yang mengalami efek yang merugikan.
Hal ini mungkin karena efek yang tingkat kejadiannya kecil baru akan terlihat ketika dilakukan uji coba pada orang yang jumlahnya cukup banyak.
Pada uji klinis ini dapat dilakukan penelitian secara spesifik terhadap berbagai kelompok populasi seperti pada anak-anak, remaja, orang dewasa, usia lanjut, atau pun membandingkan antara laki dan perempuan, serta dapat pula dilakukan terhadap kelompok etnis yang berbeda.
Proses akhir adalah penetapan dan produksi. Hasil uji coba vaksin kemudian dilaporkan dan dilakukan penelaahan oleh para pakar (peer review), dan bila hasilnya baik, selanjutnya dapat disahkan serta diterbitkan perijinannya oleh otoritas kesehatan.
Pada tahap ini walau vaksin sudah ditemukan, namun tetap terdapat problematik yang akan dihadapi yaitu bagaimana melakukan produksi massal dengan penjaminan mutu yang baik, proses distribusi, serta pelaksanaan vaksinasi secara meluas. Dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit, idealnya paling sedikit 70% populasi harus divaksinasi. Bagi Indonesia berarti sekitar 180 juta penduduk harus divaksinasi, hingga dapat dibayangkan problematika produksi, distribusi, dan pemberian vaksinasi.
Sekarang ini di dunia lebih dari 150 jenis calon vaksin Covid-19 sedang dalam proses penelitian, dan 27 di antaranya sudah dalam proses uji klinis. Terdapat sekian banyak calon vaksin Covid-19 karena masing-masing berdasarkan landasan teori, metode, dan teknologi yang berbeda-beda.
Pengembangan berbagai jenis calon vaksin Covid-19 antara lain berdasarkan berbagai konsep seperti genetic vaccine, mRNA vaccine, DNA based vaccine, viral vector vaccine, protein based vaccine, VLPs (Virus-Like Particles) vaccine, Pathogen-specific aAPC vaccine, live attenuated virus vaccine, dan inactive virus vaccine. Terdapatnya sekian banyak calon vaksin Covid-19 merupakan sesuatu yang positif karena selain akan mendapatkan alternatif yang terbaik, juga pengalaman selama ini menunjukkan cukup banyak calon vaksin yang pada akhirnya ternyata gagal.
Saat ini salah satu calon vaksin Covid-19 yang sudah mencapai uji klinis tahap 3 tengah dilakukan di Indonesia. Keuntungan diadakan di Indonesia, maka dapat lebih dipastikan bahwa vaksin tersebut memang relevan untuk mengatasi jenis virus yang terdapat di Indonesia. Bisa saja karena berbagai faktor terjadi perbedaan proses mutasi genetik, hingga terdapat variasi virus yang mungkin saja berbeda antara yang ada di Indonesia dengan negara lain.
Kini harapan dunia terutama bertumpu pada ditemukannya vaksin hingga dapat menghentikan penyebaran Covid-19. Walau belum didapatkan, ternyata pemesanan vaksin Covid-19 cenderung diborong negara-negara kaya seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa.
Negara-negara tersebut telah menandatangani kontrak untuk mendapatkan hingga ratusan juta unit vaksin Covid-19. Dikhawatirkan negara-negara lain tidak akan mendapatkan jatah, hingga karenanya pemerintah Indonesia telah ancang-ancang untuk memproduksi maupun menyediakan vaksin Covid-19.
Semoga vaksin Covid-19 dapat segera ditemukan hingga penyebaran Covid-19 dapat dihentikan.***
Redaktur & Reporter : Friederich