jpnn.com - Belakangan ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan konfirmasi adanya aliran dana mencurigakan di Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Jumlahnya sangat mencengangkan, Rp 300 triliun.
Seperti penggalan syair lagu Bengawan Solo tentang ‘air mengalir sampai jauh’, aliran dana yang diendus PPATK tersebut tentu tidak hanya mengalir sampai jauh, tetapi juga melimpah ke kiri dan ke kanan.
BACA JUGA: PKN Dibentuk demi Menggembosi Demokrat? Laksamana Sukardi Bilang Begini
Persamaan antara aliran air dan aliran dana ialah keduanya mengalir melalui saluran yang bercabang-cabang. Bedanya, aliran air tunduk kepada hukum grafitasi, sedangkan aliran dana tidak, karena banyak yang mengalir ke atas.
Aliran dana mengalir melalui jaringan saluran yang ada. Tidak mungkin aliran dana mengalir melalui jaringan alam seperti Bengawan Solo, tetapi melewati jaringan saluran yang dibuat oleh para pengusaha bersama-sama para penguasa.
BACA JUGA: Info Terbaru dari PT DKI Jakarta Soal Pembacaan Putusan Banding Ferdy Sambo dkk
Belum lama ini Ferdy Sambo memperoleh vonis hukuman mati dari pengadilan untuk kasus pembunuhan berencana.
Ada pula Jenderal Teddy Minahasa Putra yang menjadi terdakwa bisnis narkoba.
Pengakuan saksi bernama Linda Pudjiastuti menjelaskan proses keterlibatan Teddy.
Kesaksian Linda di pengadilan mengingatkan kita akan cerita yang hanya ada dalam film-film tentang mafia narkoba yang melibatkan polisi.
Perbendaharaan kasus korupsi yang merugikan negara sebelumnya, yaitu skandal Bank Century dan proyek Hambalang, telah diikuti penjarahan dana jaminan sosial Asuransi Jiwasraya dan ASABRI.
Ada pula praktik skema ponzi di bidang koperasi oleh Koperasi Indosurya.
Angka pencucian uang dalam kasus Indosurya dan koperasi lainnya sangat luar biasa.
Temuan PPATK soal itu mencapai Rp 500 triliun.
Belum lagi soal pertambangan liar.
Praktik lancung di bidang pertambangan tentu sangat merugikan negara.
Aliran dana di atas -menurut PPATK sangat mencurigakan- dapat mengalir dengan deras karena saluran-saluran untuk mengalirkannya telah terbentuk.
Saluran tersebut terjaga aman dan dibangun bersama oleh para oligarki, pengusaha, pejabat negara, birokrat, dan tentunya para elite politik beserta para penegak hukum.
Hanya saluran ke bawah untuk rakyat yang mampet.
Masyarakat bawah kesulitan mendapatkan aliran dana untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pada waktu krisis ekonomi 1998, Indonesia mengalami kebangkrutan.
Para oligarki zaman Orde Baru tersungkur bersama elite politiknya.
Pemerintah pun terpaksa mengundang Dana Moneter Internasional (IMF) hanya untuk menjamin kepercayaan pada para pelaku usaha dan investor internasional.
Pada waktu itu, penerimaan APBN dapat dikatakan hampir tidak ada, bahkan Pertamina tidak bisa mengimpor minyak karena tidak dipercaya oleh perbankan internasional.
Pembajakan Reformasi Secara Sistematis
Memang Reformasi 1998 telah menghancurkan sistem saluran korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kemudian dikenal dengan KKN.
Saluran-saluran tersebut hanya dapat dibangun oleh kerja sama semua pihak, yaitu para oligarki, penguasa, elite politik, birokrat, dan para penegak hukum.
Sebuah simbiosis mutualisme yang sempurna.
Jika satu pihak tidak mau bekerja sama, mustahil saluran tersebut bisa terbentuk secara langgeng.
Dalam bidang hukum pun masih terjadi perbedaan pengertian antara kasus pidana dan kasus perdata yang sangat mendasar.
Sebagai contoh ialah pada kasus Koperasi Indosurya.
Hakim memutuskan perkara itu sebagai kasus perdata dan membebaskan terdawa dari tuduhan tindak pidana.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan para ahli lainnya mengatakan kasus Indosurya masuk pidana korupsi.
Salah tafsir hukum telah melengkapi kerja sama pelestarian aliran dana ratusan triliun rupiah yang mencurigakan.
Nasib generasi milineal dan generasi Z yang jumlahnya sangat besar sebagai bonus demografi dan dibanggakan oleh para pejabat tinggi Indonesia akan memiliki masa depan yang suram karena mengalami salah asuh.
Oleh karena itu, tidak heran jika ingar bingar politik menjelang Pemilu 2024, para elite hanya terfokus dalam memilih siapa calon penguasa baru.
Tidak ada bahasan mengenai bagaimana menutup dan menghancurkan saluran saluran aliran dana mencurigakan tersebut.
Oligarki telah nyaman bersama elite politik yang menutupi dan melindungi aliran dana yang mengalir kea tas, ke kiri dan ke kanan, tapi tidak ke bawah untuk rakyat.
Oleh karena itu, Pemilu 2024 harus dijadikan gerakan reformasi damai dengan menggunakan hak kedaulatan seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi mudanya, untuk menghentikan kerja sama pelestarian saluran aliran dana korupsi ratusan triliun rupiah dan sekali lagi mengamankan ekonomi dan keamanan negara dari kehancuran seperti krisis 1998.
Bagi para penegak hukum, utamanya Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus aliran dana ratusan triliun rupiah yang mencurigakan di Direktorat Jenderal Pajak dan Ditjen Bea Cukai merupakan kesempatan untuk upaya “cuci darah” karena kasus tersebut sudah pasti melibatkan banyak pengusaha yang bekerja sama dengan para pejabat.
Jangan seperti megakasus yang telah berlalu, ketika “cuci darah” hanya terjadi pada tingkat pejabat rendah yang telah dikorbankan, sementara Sang Don atau bos mafianya tidak bisa disentuh.
Kedaulatan Melakukan Perubahan
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri.”
Itulah yang pernah dikatakan Bung Karno, proklamator yang visioner dan berpandangan jauh ke depan.
Pernyataan tersebut menjadi sangat relevan pada saat ini karena masih ada pemimpin yang berkuasa melakukan krininalisasi kepada anak banga yang tidak bersalah dan memberikan perlindungan hukum kepada koruptor demi nafsu berahi kekuasaan semata.
Walaupun itu sulit, Bung Karno tidak mengatakannya hal mustahil. Rakyat Indonesia adalah rakyat yang memiliki kedaulatan untuk melakukan perubahan secara damai melalui proses demokrasi, yaitu pemilu lima tahunan.
Mari kita ubah, sebelum kita diubah bangsa lain! (***)
Penulis adalah Menteri BUMN Kabinet Gotong Royong
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Tim Redaksi