Mengungkap Sisi Lain dari Lembah Dosa di Kendari

Rabu, 01 Juni 2016 – 09:37 WIB
Relawan PKPU Sultra memberikan pendidikan agama ke anak-anak di permukiman Lembah Dosa. Foto: Hadrian Indra Mapa/Kendari Pos

jpnn.com - DERETAN rumah warga berdindingkan papan tampak di Jalan Permai (dekat SMPN 12 Kendari). Ada delapan unit rumah. Ada yang beratapkan seng, ada pula yang masih menggunakan rumbia. Sebanyak 44 jiwa dari delapan KK berdiam di permukiman yang berada di Kelurahan Wundudopi, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Mereka semua satu kerabat yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Warga sekitar menjuluki lokasi tersebut sebagai Lembah Dosa....

BACA JUGA: Ogah Lemparkan Pakaian Dalam, Istri Cantik Disemprot Mertua

Rutinitas warganya sehari-hari berkeliling Kota Kendari. Mereka mencari tempat pembuangan sementara (TPS) memilih sampah plastik dan kardus. Mereka juga mencari kaleng yang terbuat dari campuran aluminium. Tak hanya para orang tua, anak-anaknya yang masih usia sekolah turut dilibatkan dalam pengumpulan barang bekas tersebut.

Aktivitas memulung dimulai dini hari. Pukul 03.00, para orang tua sudah siapkan karung dan gerobaknya untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan sampah-sampah plastik. Sebagian membawa anak-anaknya. 

BACA JUGA: Ratusan Polri dan TNI Lokalisir Demo Papua Merdeka

Sungguh miris, di antara anak-anak itu, mayoritas harus meninggalkan bangku sekolah dan lebih memilih membantu orang tuanya mengumpulkan plastik bekas. Namun, ada juga yang masih mengenyam pendidikan pada bangku sekolah dasar. 

Anak-anak yang masih sekolah terlibat membantu orang tuanya mengumpulkan plastik bekas setelah pulang sekolah. Jam belajar terkadang terabaikan. Orang tuanya pun tak mendorong mereka untuk memperhatikan mata pelajaran. Tingkat ekonomi yang cukup rendah mendorong mereka abai terhadap pendidikan. Tak jarang para orang tua mereka lebih senang jika anak-anaknya membantu mencari plastik bekas. Usia anak-anak mayoritas 9-12 tahun. Memang usia ideal duduk di bangku sekolah dasar. 

BACA JUGA: Mencekam..Sehari Dikuasai KNPB, Abepura Lumpuh

Lalu kenapa lokasi itu dijuluki Lembah Dosa? Ternyata predikat Lembah Dosa disematkan oleh segelintir warga sekitar pemukiman itu. Kawasan yang dihuni delapan kepala keluarga itu dianggap sebagai gerbong kejahatan. Setiap ada kasus pencurian, mata warga tertuju di Lembah Dosa.

Ada yang menuding jika pelakunya berasal dari pemukiman itu. Warga Lembah Dosa dianggap selalu menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bahkan sempat menjadi kawasan tinggal bagi Pekerja Seks Komersial (PSK). 

Selain kasus pencurian, Lembah Dosa juga kerap menjadi lokasi pesta miras dan sumber keributan. Setiap malam, pesta miras tak terlewatkan di daerah itu. Minuman keras dianggap sebagai pelarian bagi mereka dari persoalan peliknya kehidupan. Kesenjangan sosial sangat tinggi. 

Delapan kepala keluarga itu terkesan terasingkan dari masyarakat sekitarnya. Bahkan, mereka tak pernah mendapatkan jatah bantuan dari pemerintah. "Lembah Dosa itu hanya tudingan segelintir orang," ungkap Firman, salah seorang warga, seperti dikutip dari Kendari Pos, Rabu (1/6).

Firman membantah tudingan itu. Kerabatnya bukanlah pelaku kejahatan. Tudingan yang dilontarkan segelintir orang bahwa jika ada kasus kecurian pelakunya diduga berasal dari Lembah Dosa tidak memiliki bukti yang kuat.

Awalnya, Firman bersama kerabatnya tak menerima julukan Lembah Dosa itu. Mereka risih. Soalnya, predikat Lembah Dosa sangat buruk dampaknya terhadap perkembangan psikologis anak-anak di daerah itu. "Tapi lama-kelamaan, kami tidak mau pusing. Biarkan saja mereka menuduh kawasan ini sebagai Lembah Dosa. Tudingan itu tidaklah benar," kesal Firman.

Tahun 2015, pemukiman warga yang dihuni 44 jiwa itu menjadi perhatian berbagai lembaga sosial. Salah satunya, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Sulawesi Tenggara. PKPU berusaha masuk ke Lembah Dosa untuk membentuk komunitas di daerah itu dalam rangka perbaikan moralitas. Anak-anak yang putus sekolah dihimpun dan diberi pendidikan gratis. Pembinaan akhlak, spritual, dan keterampilan hidup diajarkan. 

PKPU memberikan edukasi tentang agama. Mereka dididik bisa baca tulis Alquran. Tantangan bisa masuk ke kawasan tersebut tidaklah mudah. PKPU butuh perjuangan dan kesabaran. Mereka pun dizinkan oleh para orang tua memberikan pendidikan agama pada anak-anak mereka. "Restu orang tua mereka menjadi peluang bagi kami," ungkap Wa Ode Rahmawati, Kabid Pemberdayaan Masyarakat PKPU Sultra. 

Para orang tua tak ingin ikut belajar agama. Namun, mereka tidak melarang anak-anaknya belajar mengaji. "Kami sangat hati-hati dalam memberikan pendidikan agar bisa mengubah cara berpikir mereka. Misalnya, kami mengajarkan bahwa mengambil barang orang lain tanpa izin, itu tidak baik. Kami tidak menggunakan kata mencuri tapi mengambil barang orang lain tanpa izin. Alhamdulillah, perkembangannya sekarang sangat signifikan. Lembah Dosa yang dikenal sangat ekstrem dulu, kini perlahan membaik. Minimal kami bisa memutus mata rantai kebiasaan buruk yang terjadi di wilayah itu pada anak-anak mereka," ungkapnya.

Firman juga bersyukur dengan kehadiran PKPU. Pendidikan yang diberikan pada anak-anak mereka dianggap sangat membantu. "Biasanya anak-anak kami belajar bersama tim dari PKPU setiap sore," ujar Firman. (hadrian indra mapa/*/b/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HEBOH! Ada Mayat Tanpa Dua Tangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler