Mengunjungi Feira Hippie de Ipanema, Pasar dengan Semangat Hippie

Berani Menawar, Harga Turun hingga Sepertiga

Kamis, 06 Maret 2014 – 22:00 WIB
Foto: Tripadvisor

jpnn.com - Berani Menawar, Harga Turun hingga Sepertiga Para pedagang di Feira Hippie de Ipanema berusaha mencari keuntungan dengan mematok harga tinggi. Karena itu, keterampilan menawar tetap diperlukan bagi pembeli yang ingin mendapat barang idaman.

TATANG MAHARDIKA, Rio de Janeiro

BACA JUGA: Lewat Blog, Toni Wahid Mendirikan Pustaka Kopi Indonesia

DENGAN ramah, Marcos mempersilakan siapa saja yang lewat di depan lapaknya untuk menjajal istrumen musik karyanya: harpa mini  Sesuai dengan namanya, alat musik yang diberi nama resmi Citara Mini Harpa tersebut menghasilkan bunyi seperti harpa pada umumnya. Hanya, bentuknya liliput.  

“Cukup 70 reis (1 reis sekitar Rp 5 ribu) saja dan Anda bisa memiliki hasil penemuan genius ini. Silakan jajal saja,” kata Marcos kepada Jawa Pos.

BACA JUGA: Markus Solo Kewuta SVD, Pastor Indonesia yang Jadi Pejabat di Vatikan

Jawa Pos lantas memperdengarkan intro lagu Padi bertajuk Kasih Tak Sampai yang diiringi permainan harpa Maya Hasan. Marcos berusaha menirukan. Hasilnya memang mirip dengan kualitas suara yang dihasilkan. “Saya tidak menipu, kan? Semua yang berjualan di pasar ini memang orang-orang kreatif,” tegasnya.

Marcos merupakan satu di antara 700-an pedagang yang berjualan di Feira Hippie de Ipanema alias Pasar Hippie Ipanema. Pasar yang hanya buka pada Minggu itu berlokasi di General Osario Square, persis di depan stasiun subway, bertetangga dengan Pantai Ipanema, Rio de Janeiro, Brasil.

BACA JUGA: Pong Harjatmo dan Semangatnya Filmkan Sejarah Gerbong Maut

Pasar tersebut bermula dari sekumpulan hippie alias kaum Bohemian pada era Generasi Bunga pertengahan 1960 hingga awal 1970-an yang menghabiskan hari-hari mereka di dua pantai paling terkenal di Brasil: Ipanema dan Copacabana. Pada 1968, mereka mulai berjualan barang-barang hasil kreasi sendiri seperti aksesori, lukisan, tas, sandal, serta kaus.

Saat ini barang-barang tersebut juga masih mendominasi Feira Hippie. Tentu dengan sejumlah tambahan. Misalnya, pedagang jajanan, minuman, bikini, dan mainan anak-anak.

Pembeda lainnya tentu saja tersedianya alat pembayaran dengan kartu kredit atau debit. Meski semua lapak sederhana dan berlokasi di area yang terbuka dengan rata-rata harga barang di bawah 100 reis, mayoritas pedagang siap melayani transaksi dengan menggunakan “uang gesek”.

Ciri khas Feira Hippie sebagai “pasar kreatif” juga masih bertahan. Hampir semua pedagang menjual barang hasil kreasi mereka sendiri. Sepasang kekasih Michelle dan Jahlus, misalnya, menawarkan beragam aksesori dan hiasan serta perlengkapan rumah garapan mereka sendiri bersama keluarga. “Memang ada yang seperti pedagang pada umumnya, kulak di tempat lain dan menjualnya lagi di sini, seperti pedagang di depan kami ini,” kata Michelle sembari menunjuk sebuah lapak penjual kaus.

Michelle sejatinya berasal dari Denmark. Tapi, sejak berpacaran dengan Jahlus lima tahun lalu, dia tinggal di Brasil dan membantu usaha keluarga Jahlus membuat barang kerajinan. Sejak saat itu pula dia turut berjualan di Feira Hippie yang buka mulai pukul 09.00 sampai 17.00 sepekan sekali. “Saya kebagian membuat kalung. Itu terbuat dari kulit kayu dan lama sekali membuatnya,” terang Michelle.

Di sudut lain, Evalino, pelukis, mengaku mengandalkan Feira Hippie untuk memperkenalkan hasil karyanya ke publik. “Saya pelukis miskin dan belum terkenal, mana mungkin bisa pameran di galeri. Jadi, ya pasar ini galeri saya,” ujarnya. Hippie memang identik dengan kebebasan berekspresi yang selaras dengan langgam hidup seniman.

Karena itu, Evalino tak sendirian di Feira Hippie. Terdapat lebih dari 15 pelukis dan seniman yang menjadikan Feira Hippie sebagai galeri mereka. Suami-istri Carlos dan Jemima, misalnya, memamerkan lukisan dengan memanfaatkan ranting dan daun kering. Meski nama dan ciri khas bertahan, para pedagang di Feira Hippie tentu sudah tak mempertahankan gaya hidup psikedelik khas generasi bunga yang bermula di Amerika Serikat.

Mereka tinggal menetap di Rio de Janeiro, tak memakai narkoba, tak menolak lembaga pernikahan, bereksperimen secara seksual, atau memakai celana cutbray. Tak ubahnya warga Brasil pada umumnya. Begitu pula para pembeli. Kebanyakan adalah turis yang menuju atau balik dari Ipanema. Perjumpaan dengan turis dari berbagai negara membuat para pedagang di Feira Hippie menguasai bahasa Inggris dasar untuk keperluan bertransaksi.

Tapi, sebagaimana pasar tradisional lain, keterampilan menawar tetap memegang peran penting. Tip di sini, harga yang disampaikan pedagang bisa ditawar hingga turun dua pertiga. “Sudahlah, untuk kamu cukup 60 reis saja,” kata Marcos ketika Jawa Pos terlihat tak tertarik menawar.

Ketika Jawa Pos akhirnya benar-benar pergi, harga harpa mininya semakin turun. “55? Oke ambillah 50...tak mau? Ya sudahlah, have a nice day,” katanya sembari melambai. Seperti juga semangat kalangan hippie dulu, di Feira Hippie semua orang adalah sahabat. Membeli atau tidak membeli. (*/c5/c9/ca)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Stunt Fighter Community, Bukan Sekadar Pemeran Pengganti Biasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler