jpnn.com - Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengenang kembali sejarah heroik kepahlawanan. Salah satunya yang dilakukan Pong Harjatmo, artis senior Indonesia. Dia hendak mengangkat kisah Gerbong Maut ke layar lebar.
Eko Setia Budi, Bondowoso
BACA JUGA: Stunt Fighter Community, Bukan Sekadar Pemeran Pengganti Biasa
SEJARAH perjuangan rakyat Bondowoso dalam upaya untuk lepas diri dari belenggu penjajahan Belanda tidak bisa dipisahkan dari tragedi Gerbong Maut. Peristiwa pilu yang menewaskan puluhan pejuang Bondowoso tersebut terjadi pada 23 November 1947.
Beragam literasi sejarah mengisahkan bahwa kejadian tersebut berawal saat pasukan Belanda mendarat di kawasan Pasir Putih, Situbondo, beberapa bulan sebelumnya. Kemudian, pasukan Belanda itu melakukan agresi militer hingga ke Bondowoso.
BACA JUGA: Dapat Separuh Hati, Hafidz Masih Harus Berjuang Lagi
Kedatangan pasukan Belanda tersebut disambut perlawanan heroik oleh pejuang Bondowoso. Karena kalah dari segi persenjataan, pejuang Bondowoso dapat dipukul mundur. Namun, kegigihan karena tidak ingin dijajah kembali membuat para pejuang menggunakan taktik perang gerilya.
Taktik tersebut ternyata cukup jitu. Pejuang Bondowoso nyaris berhasil menang dalam pertempuran itu. Saat itulah tentara Belanda menggunakan politik divide et impera. Adu domba pun dijalankan.
BACA JUGA: Melihat Sugeng Kartika, Ayah Pendonor Hati untuk Putra Sendiri
Dari penangkapan besar-besaran tersebut, semua rumah tahanan di hampir setiap kecamatan penuh sesak. Sebanyak 637 tentara dan pejuang rakyat meringkuk di penjara Belanda. Karena jumlahnya yang sangat banyak, beberapa tahanan Belanda akhirnya dipindah ke Surabaya.
Pada Sabtu yang kelam, yakni pada 23 November 1947 sekitar pukul 04.00, sebanyak 100 tahanan mulai dipindahkan menggunakan tiga gerbong.
Tepat pukul 07.30, kereta itu berangkat menuju Surabaya. Perjalanan berlangsung sekitar 16 jam. Sekitar pukul 20.00, tiga gerbong tersebut tiba di Stasiun Wonokromo. Sayangnya, karena kondisi gerbong yang tidak memadai, sebanyak 46 pejuang tewas. Delapan orang di antaranya berada di gerbong 2 GR4416 dan seluruh penumpang di gerbong 3 GR10152 gugur.
Peristiwa kelam itulah yang menggugah rasa nasionalisme Pong Harjatmo. Pada Jumat pekan lalu Pong yang lahir di Solo, 13 September 1942 itu datang langsung ke Bondowoso. Dia bertemu dengan sejumlah veteran. Pertemuan yang dikemas dalam sarasehan “Gali Sejarah Gerbong Maut” itu dilaksanakan di bekas Stasiun Bondowoso. Ratusan warga Bondowoso hadir dalam kegiatan tersebut.
Pemeran dalam film Kerikil-Kerikil Tajam (1984) itu pun dengan semangat mendengarkan kesaksian para veteran dan pelaku sejarah. Bahkan, Pong mengajak sejumlah veteran perang kemerdekaan untuk naik ke panggung yang disediakan panitia. Dengan bersemangat pula, Pong mencatat kisah mereka.
Salah seorang veteran yang mengutarakan kesaksiannya atas peristiwa yang terjadi pada 23 November 1947 tersebut adalah Imam Syafi'i. Veteran yang berusia 96 tahun yang kala itu berpangkat serda tersebut selamat dari peristiwa gerbong maut yang menewaskan 46 pejuang Bondowoso. ''Saya selamat karena bisa Holand speaken,'' tuturnya.
Dalam kisahnya, Syafi'i menjelaskan bahwa tindakan penjajah Belanda di luar batas kemanusiaan. ''Gerbong yang digunakan itu adalah gerbong untuk hewan,'' jelasnya.
Bahkan, gerbong-gerbong yang digunakan untuk mengangkut para pejuang Bondowoso itu tidak memiliki ventilasi udara. Jadi, untuk bernapas saja, para tawanan yang hendak dibawa ke Belanda itu harus bergantian menghirup udara melalui lubang-lubang kecil di gerbong.(*/c18/bh)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesta Pernikahan Victor Hartono, Putra Pertama Konglomerat Grup Djarum
Redaktur : Tim Redaksi