Mengunjungi Panti Asuhan Khusus Wanita 'Korban Lelaki' di Jakarta Timur

Minggu, 01 Februari 2015 – 23:28 WIB
Suster Ana menggendong bayi dari salah seorang penghuni Panti Villa Shalom. Meski bertujuan mulia, mereka tetap selektif dalam menerima pasien. Foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - VILLA Shalom bukan panti biasa. Mereka menampung para perempuan yang hamil di luar nikah. Tujuannya, perempuan-perempuan ”korban lelaki” itu jangan sampai melakukan aborsi atau menggugurkan kandungan.

Laporan Sekaring Ratri Adaninggar, Jakarta

BACA JUGA: Praktik Aborsi Ilegal Terbongkar, NAS Gagal Gugurkan Kandungan, Lahir Bayi Laki-laki

Villa Shalom atau Crisis Center for Unwed Mothers berada di lokasi yang agak tersembunyi. Persisnya di sebuah kompleks sekolah yayasan Katolik di Jatinegara, Jakarta Timur. Tak banyak yang tahu bila di kompleks sekolah itu ada panti asuhan yang khusus menampung perempuan-perempuan hamil di luar nikah.

"Tidak ada yang tahu kalau di sini ada panti. Yang tahu ya cuma para suster dan pengurus panti,’’ ujar Kepala Villa Shalom Suster Tasiana Enny saat ditemui di tempat kerjanya Selasa pekan lalu dilansir Jawa Pos (induk JPNN.com), Minggu (1/2).

BACA JUGA: Hamil di Luar Nikah, Janda Kalap Bunuh Bayi Sendiri dengan Cara Sadis

Suster Ana –sapaan Tasiana– mengakui, lokasi panti memang sengaja dibuat tertutup dan tersembunyi. Sebab, Villa Shalom tidak seperti panti asuhan kebanyakan. Para penghuninya memerlukan ruang privasi. Maklum, penghuni panti tersebut adalah orang-orang dengan tekanan psikologis dan sosial yang berat.

Di dalam bangunan panti itu terdapat beberapa kamar untuk menampung para perempuan hamil di luar nikah. Sayang, Jawa Pos tidak diizinkan untuk masuk dan melihat langsung suasana shelter. Hanya pengurus panti yang mendapat akses di bangunan tersebut.

Layaknya asrama perempuan, panti itu memiliki jadwal kegiatan khusus bagi para penghuni. Mulai melakukan senam hamil bersama, mendapatkan pendampingan atau konseling, beribadah, mencuci, memasak, hingga menjalani praktik kerajinan tangan. Bidan dari Rumah Sakit Bersalin Melania rutin datang untuk memeriksa para calon ibu tersebut. Kadang, beberapa di antara mereka juga menjalani pemeriksaan USG di rumah sakit bersalin tersebut.

"Kami memang berafiliasi dengan Rumah Sakit Bersalin Melania karena mereka sudah paham dengan pasien panti kami. Jadi, nggak akan ditanya-tanya lagi, kayak siapa ayahnya dan sebagainya,’’ ujar Ana.

Seminggu sekali para calon ibu tersebut mendapat kesempatan untuk keluar panti. Biasanya untuk bertemu orang tuanya yang membesuk. Juga, membeli kebutuhan sehari-hari.

"Tapi, mereka harus didampingi pengurus panti. Mereka nggak boleh keluar sendiri," ujarnya.

Perempuan-perempuan berusia 13 hingga 35 tahun itu datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai Jakarta sampai Papua. Panti tersebut menampung perempuan dari agama apa saja. Bukan hanya dari kalangan Kristen Protestan, tapi juga ada yang beragama Islam, Hindu, dan Buddha. ’’Kami tidak pandang bulu dengan latar belakang keluarganya,’’ ujar suster 41 tahun itu.

Ana memaparkan, keberagaman juga terlihat dari tingkat pendidikan penghuni. Ada yang putus sekolah dan tidak tamat SD, ada pula lulusan universitas di Amerika Serikat.

’’Masalah ini (kehamilan di luar nikah) tidak memandang pendidikan. Mau yang nggak hanya tamat SD atau lulusan Amerika, ya sama saja,’’ tutur perempuan asal Cilacap, Jawa Tengah, itu.

Saat ini panti tersebut menampung lebih dari 20 perempuan hamil di luar nikah. Ana memang tidak bisa menyebutkan angka pastinya karena turnover para penghuninya cukup tinggi. ”Kadang sebulan nggak ada sama sekali yang datang baru. Tapi, kadang sebulan bisa sampai lima orang yang masuk,” lanjutnya.

Namun, tidak semua perempuan hamil di luar nikah bisa ditampung di Villa Shalom. Mereka hanya menerima calon penghuni yang usia kehamilannya belum tujuh bulan. Sebab, panti akan melakukan pendampingan dan konseling sehingga si calon ibu bisa merefleksi dampak perbuatannya hingga menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan.

”Bila kehamilannya masih muda, si calon ibu mempunyai kesempatan untuk menyiapkan kehamilan dengan lebih matang. Sebab, bagaimanapun, kebanyakan dari mereka usianya masih sangat muda. Kebanyakan masih belasan tahun. Secara fisik, mereka sebenarnya belum siap untuk hamil dan melahirkan,” paparnya.

Suster kelahiran 12 Januari itu juga menegaskan, Villa Shalom tidak menerima mantan penghuni yang hamil lagi untuk kali kedua. Menurut dia, ada beberapa penghuni yang ternyata tidak kapok alias kembali hamil di luar nikah. Jika sudah begitu, Ana memastikan, mereka tidak akan diterima lagi.

Meski begitu, Ana mengakui, kadang ada special case (kasus khusus) sehingga pihak panti terpaksa menerima si calon ibu, sekalipun usia kehamilannya sudah delapan bulan. Contohnya kasus seorang siswi SMK yang tidak sadar telah mengandung delapan bulan karena tubuhnya yang tambun. Dia baru mengetahui kehamilannya saat diberi tahu gurunya di sekolah. Tragisnya, pria yang menghamili adalah adik tirinya sendiri.

’’Anak ini badannya memang gendut. Gurunya curiga, dan setelah diperiksa, dia positif hamil. Bahkan sudah delapan bulan. Kami tidak bisa menolak pasien ini karena dia benar-benar nggak sadar kalau hamil. Kasihan dia,’’ cerita dia.

Ada juga kasus khusus yang lain. Yakni perempuan bersuami yang hamil. Namun, si perempuan itu ditelantarkan oleh suaminya dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pihak panti tidak tega menolak perempuan tersebut. ’’Akhirnya kami terima,’’ kata Ana yang sudah menjadi suster sejak 1997.

Dia menambahkan, sekitar 80 persen kasus kehamilan di luar nikah di pantinya terjadi akibat pergaulan bebas. Hubungan terlarang tersebut kebanyakan dilakukan dengan pacarnya. Namun,  ketika si perempuan hamil, sang pacar pun tak mau bertanggung jawab dan menghilang.

’’Kronologisnya hampir sama. Awalnya si pacar memungkiri bahwa itu bukan anaknya, lalu dia minta tes DNA dulu, terus lama-lama hilang. Saya sampai hafal,” paparnya.

Kasus-kasus kehamilan akibat pergaulan bebas tersebut ternyata tidak hanya menimpa anak-anak usia belasan tahun. Ada juga janda yang mengandung di luar nikah dengan pacarnya. Tidak hanya itu, seorang perempuan lulusan universitas di Amerika dengan karir cemerlang juga menjadi ’’korban lelaki’’ itu. Lantaran stres, dia lalu ’’bersembunyi’’ di panti tersebut.

’’Perempuan itu berhubungan intim dengan teman kerjanya. Masalahnya teman kerjanya itu sudah menikah dan beda agama pula. Jadi, dalam urusan ini, pasien lulusan Amerika atau hanya tamatan SD, sama saja,” kata Ana.

Di samping akibat pergaulan bebas, ada juga kasus kehamilan akibat perkosaan. Dan, kata Ana, sebagian besar penghuni yang hamil akibat perkosaan, umumnya dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban. Seperti kasus seorang siswi home schooling yang diperkosa gurunya sendiri. Sang guru berasal dari Indonesia Timur.

’’Bisa dibayangkan bagaimana reaksi orang tua korban yang keturunan Tionghoa itu. Awalnya mereka stress dan berniat menuntut guru itu. Tapi lama-lama mereka menerima dan menitipkan anaknya di sini,” ujarnya.

Menurut Ana, sebagian besar penghuni pantinya sengaja dititipkan karena orang tua si perempuan tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi kehamilan putri mereka. Apalagi, tidak sedikit penghuni panti yang datang dari keluarga berada dan keluarga agamis. Tekanan sosial di masyarakat yang dirasakan pihak keluarga. ’’Karena itu, mereka lalu dititipkan di sini oleh orang tuanya,” tuturnya.

Penitipan tersebut berlaku hingga si calon ibu melahirkan. Usai melahirkan, kebanyakan bayinya tidak langsung dibawa pulang. Lagi-lagi karena alasan beban moral. Karena itu, biasanya para orang tua dan si ibu menitipkan bayinya lebih dulu di panti yang berafiliasi dengan Villa Shalom selama beberapa bulan. Kemudian, si bayi baru diambil.

’’Nanti bayi itu akan diakui sebagai anak yang baru diadopsi. Jadi si ibu jadi kakak anaknya sendiri,’’ urainya.

Tapi, kata Ana, ada juga yang sampai dua tahun si bayi tidak kunjung diambil. Biasanya, itu karena orang tua belum siap dengan tekanan sosial yang bakal diterima dari masyarakat. Namun, mereka tetap rajin mengunjungi cucunya tersebut. Selain itu, ada juga bayi yang terpaksa diserahkan untuk adopsi. Sebab, kondisi ekonomi keluarga orang tua ibunya tidak mendukung, sementara ibunya masih harus melanjutkan sekolah yang sempat terhenti di tengah jalan.

Yang paling ironis, ada penghuni yang tega meninggalkan bayinya begitu saja. ’’Jadi ya ibunya hilang setelah melahirkan. Awalnya bilang mau dititipkan, eh ternyata nggak diambil-ambil. Akhirnya anaknya jadi anak panti,’’ katanya.

Menurut Ana, ada banyak beban yang harus ditanggung oleh perempuan yang hamil di luar nikah. Di samping beban moral, beban batin juga kerap membuat si perempuan terpuruk. Apalagi saat mereka hamil di usia belasan tahun. Pihak orang tua pun ikut menanggung beban yang sama. Karena itu, tidak sedikit perempuan hamil yang lantas melegalkan aborsi.

’’Ini yang kami tentang. Karena gerakan kami adalah pro life. Dalam agama Katolik, dosa besar menghilangkan sebuah kehidupan itu,” katanya.

Ana menyadari, keberadaan pantinya bisa menimbulkan pro dan kontra. Karena itu, pihaknya sangat ingin menyosialisasikan diri sebagai upaya preventif, sehingga kehamilan di luar nikah tidak perlu terjadi.

Villa Shalom berdiri sejak 90 tahun silam. Panti tersebut didirikan karena saat perang kemerdekaan banyak perempuan yang dihamili tentara Jepang dan Belanda. Perempuan-perempuan itu kerap mendapat tekanan sosial yang berlebihan di masa itu. Karena itu, panti  yang didirikan di bawah Kongregasi Gembala Baik itu tetap berdiri sampai sekarang. Setidaknya sudah 900 perempuan hamil yang pernah ditangani di sini.

’’Ke depan kami berharap, para perempuan lebih mampu menjaga diri. Karena beban orang yang mengalami kehamilan di luar nikah sangat luar biasa,’’ tandasnya.  (*/c10/ari)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler