jpnn.com - TANGAN dan kaki kirinya lumpuh. Pesut Lokbere, pria paruh baya itu tampak tak berdaya. Ya, jangankan mencari nafkah untuk keluarganya, buat mengurus tubuhnya sendiri, Pesut kesulitan.
Lokbere merupakan salah satu korban kasus Abepura Berdarah yang terjadi tahun 2000 lalu. Komnas HAM Perwakilan Papua mengungkap, Pesut lumpuh bukan merupakan penyakit bawaan sejak lahir. Dia diduga mengalami penyiksaan di Mapolsek Abepura, 7 Desember 2000.
BACA JUGA: Empat Oknum Satlantas Kena OTT Pungli, Rasain!
“Sekarang hidup sebatang kara karena dia (Pesut Lokbere) tinggal di honai sendiri dan sulit untuk mengurus dirinya sendiri,” ungkap Kepala Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, (17/10) kemarin.
Ramandey mengatakan, peristiwa yang terjadi 16 tahun lalu tersebut telah mengubah hidup Pesut Lokbere menjadi kelam.
BACA JUGA: Bandara Nop Goliat Diyakini Bisa Tingkatkan Konektivitas di Papua
“Pesut Lokbere ini warga biasa. Saat kejadian, dia kebetulan berkunjung ke Asrama Ninmin, dan saat terjadi operasi, ia ditangkap dan dibawa ke Polsek Abe lalu (diduga) mendapat penyiksaan. Diinjak bagian kepala, kaki dan tangannya,” ujar Ramandey.
Beberapa hari ditahan, Pesut Lokbere kemudian dikeluarkan dari Polsek Abepura. Namun, setelah keluar, kepala, tangan dan kaki Pesut mulai bengkak.
BACA JUGA: Hari ini, Presiden Resmikan Bandara Pusat Distribusi Logistik di Pegunungan Tengah Papua
Kondisi ini, kata Ramandey membuat Lokbere berobat secara tradisional. Lokbere tidak sempat berobat ke rumah sakit pemerintah karena dia alami ketakutan karena situasi.“Sejak saat itu pula tidak sembuh-sembuh dan sampai dia alami kelumpuhan baik tangan dan kaki bagian kiri,” ujarnya.
Lokbere dibantu keluarganya sudah beberapa kali berupaya untuk berobat di Jayapura dan Sarmi. Tetapi tidak tertolong dan akhirnya kembali ke Wamena dan menjalani pengobatan secara tradisional.
Mendengar kondisi ini, Komnas HAM Papua dipimpin salah satu staf Melkior bertemu langsung korban di Wamena, Jayawijaya. Ramandey mengakui kondisi korban pelanggaran HAM ini sangat memprihatinkan.
“Kalau pun ada keluarga itu hanya membantu paling tidak makan, dan kebutuhan sederhana saja,” tuturnya. Korban sendiri mengaku selama ini belum pernah ada pemerintah atau lembaga lain melihatnya namun baru Komnas HAM yang mengunjunginya.
Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, Lokbere menurt Ramandey memohon bantuan agar dia bisa berobat untuk kesehatannya. Sebab, kata Ramandey, dalam putusan terhadap kasus Abepura ini bahwa pelakunya bebas.
Dengan putusan ini, menurut Ramandey, para korban sebanyak 53 orang yang salah satunya Pesut Lokbere tidak bisa mendapat apa-apa, baik kompensasi maupun hak-hak lainnya. “Tapi kemudian karena alasan putusan itu, dia tidak bisa mendapat pelayanan kesehatan,” katanya.
Komnas HAM setelah menyambangi korban Lokbere, Sabtu pekan kemarin dan telah menyiapkan surat rekomendasi kepada Dinas Kesehatan Papua tentang permintaan ke Dinkes mengambil langkah-langkah baik melalui Dinkes Papua atau pun Dinkes Jayawijaya untuk segera memberikan pelayanan kepada yang bersangkutan tanpa melihat status hukum dan keterbatasan dia.
Sekadar mengilas kembali, pecahnya kasus Abepura 7 Desember 2000 ini berawal dari penyerangan sekelompok warga ke Polsek Abepura. Setelah penyerangan ini, polisi melakukan pengejaran dan menyasar beberapa asrama dan permukiman warga sipil.
Asrama yang menjadi sasaran aparat di antaranya Arama Ninmin (tempat korban, Pesut Lokbere kunjungi), Asrama Yapen Waropen, Asrama Ikatan Mahasiswa Ilaga (IMI) dan permukiman warga di Abe Pantai, Kotaraja, Skyline. Saat penyisiran diduga sempat terjadi penyiksaan, pengrusakan terhadap penghuni asrama.
Menurut data Komnas HAM, dari 53 korban dari kasus ini empat di antaranya meninggal dunia, dan beberapa lainnya mengalami trauma dan kesehatan yang kurang baik, salah satunya adalah Pesut Lokbere.
“Dalam penyerangan ke Polsek itu, Pesut Lokbere tidak terlibat, namun dia ikut ditangkap dan disiksa,” pungkas Ramandey. (lay/nat/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kakanwil Kemenkum HAM Kepri: Pesta sudah Usai, Saatnya Cuci Piring
Redaktur : Tim Redaksi