Menilai Sirkulasi Elite Partai Politik Sejak Era Reformasi

Oleh: Juliaman Saragih

Senin, 30 September 2019 – 07:45 WIB
Pengurus Lembaga Kajian Isu Publik (LKIP) Juliaman Saragih. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com - Pembangunan demokrasi di Indonesia adalah perjuangan panjang. Selama kepemimpinan 32 tahun Soeharto (Era Orde Baru), publik hanyalah pelengkap bahkan kosmetika demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari hasil pemilu selama orde baru berkuasa, satu partai politik selalu mendominasi. 

Akumulasi kekecewaan publik mulai terasa pada 1997, ditandai dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kelangkaan sembako terjadi dimana-mana. Selain itu, rezim yang diduga korup dan hanya mementingkan kelompok tertentu (vested interest group) juga menjadi alasan lahirnya gerakan reformasi. 

BACA JUGA: Meski TKN Bubar, Partai Politik Pendukung Diklaim Solid

Salah satu anak kandung reformasi adalah kebebasan masyarakat dalam berpolitik serta menyatakan pendapat di muka umum. Selain itu, terbit batasan masa jabatan presiden yakni 2 (dua) periode (satu periode lima tahun). Batasan masa jabatan ini adalah pendobrakan kultur kekuasan di zaman orde baru, yang mana kekuasaan presiden tidak dibatasi. Dampaknya adalah penguasa jatuh dalam otoritarianisme. 

Apakah demokrasi sudah betul-betul terjadi pada lembaga politik seperti partai politik? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab sehingga demokrasi kita tidak hanya terjadi pada wilayah eksekutif semata, tetapi partai politik semestinya sudah mulai beradaptasi dengan sistem demokrasi.

BACA JUGA: Jokowi Disarankan Pilih Menteri dari Ahli Dibanding Parpol

Adaptasi ini penting dilakukan agar elite partai politik tidak jatuh dalam otoritarianisme dalam mengelola partai. Atau, bahkan masuk dalam kategori monarki partai politik.

Kami mencoba melacak sirkulasi elite partai politik sejak berdiri hingga saat ini. Tujuannya agar publik memiliki gambaran dan menilai sejauh mana partai politik menerapkan demokrasi dalam partai politik.  


1. PDI Perjuangkan (PDIP)

Sejarah PDIP dapat dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI), didirikan oleh Ir Sukarno pada 4 Juli 1927. PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan ini dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi alat-alat kekuasaan pemerintah.

Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua Ir Sukarno, Megawati Sukarnoputri, didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI. Namun pemerintahan Suharto tidak menyetujui dukungan tersebut dan menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Larangan tersebut berbanding terbalik dengan antusiasme dan militansi peserta KLB, hingga kemudian secara de facto Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. Pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan secara de jure sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI.

Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996, para pendukung Megawati Sukarnoputri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres. Hingga kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintahan Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI.

Pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati Sukarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat. Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi, hingga terjadi bentrok dengan kubu Megawati Sukarnoputri. Perisiwa kerusuhan ini dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli, atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli. Penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro oleh pendukung kubu Soerjadi berakhir dengan bentrokan antara massa dan aparat keamanan di kawasan Jalan Salemba, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996 

Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR. Karena pemerintahan Suharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Sukarnoputri semakin kuat, dan ditetapkan sebagai Ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres V di Denpasar, Bali.

Megawati Sukarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu. Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.

PDI Perjuangan (PDIP) melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDIP periode 2000-2005. Pada Kongres IV PDIP di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati Sukarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDIP periode 2015-2020.

Pada Kongres V PDIP di Bali, pada tanggal 8 Agustus 2019, secara aklamasi mengukuhkan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDIP untuk periode 2019-2024. Kongres ini dipercepat dari jadwal yang seharusnya dilaksanakan pada bulan April tahun 2020.

 


Dengan demikian Megawati Soekarnoputri sudah menjabat sebagai Ketua Umum PDIP sejak tahun 1999. Artinya, sudah menahkodai PDIP selama 20 tahun. 

2. Golongan Karya (Golkar)


Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964, oleh Angkatan Darat, untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber Golkar berubah wujud menjadi Golongan Karya dan menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.

Sejak berdirinya partai Golkar hingga saat ini ada 11 (sebelas) ketua umum yang terpilih. Ada terpilih selama 2 (dua) periode, 1 (satu) periode, bahkan ada yang memimpin kurang dari 2 (dua) tahun karena terlibat dalam kasus korupsi. 

Sejak era reformasi 1998, ada 5 (lima) ketua umum yang dihasilkan oleh Golkar, yakni: Akbar Tanjung (1998-2004), selanjutnya Jusuf Kalla (2004-2009), Aburizal Bakrie (2009-2016), Setya Novanto (2016-2017), hingga Airlangga Hartanto, 2017- sekarang. 

Rotasi kepemimpinan elit partai Golkar terjadi secara demokratis. Tidak ada dominasi kepemimpinan yang terjadi pada figur-figur tertentu. Setiap periode selalu lahir kepemimpinan yang baru. Sirkulasi elit ini menunjukan bahwa secara procedural, partai Golkar telah beradaptasi dengan lingkungan demokrasi. 


3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Pada saat pendeklarasian Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 5 Januari 1973, partai ini merupakan hasil gabungan dari 4 (empat) partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi. 

Sejak berdirinya hingga saat ini, PPP sudah memiliki 7 (tujuh) orang ketua umum. Ketua umum pertama adalah Mohammad Syafa'at Mintaredja, 1973-1978. Ketua umum kedua adalah Djaelani Naro, 1978-1989, dan ketua umum ketiga adalah Ismail Hassan Metareum, 1989-1998. Selanjutnya, ketua umum keempat adalah Hamzah Haz,1998-2007. Hamzah Haz pernah menjadi Wakil Presiden dari Presiden Megawati Soekarno Putri pada periode 2001-2004.

Ketua umum PPP kelima adalah Suryadharma Ali, pernah menjadi Menteri Agama pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono. Namun beliau harus mendekam di penjara dalam kasus korupsi di kementerian agama. Ketua umum keenam adalah Muhammad Romahurmuziy, 2016-2019, namun harus berurusan dengan hukum karena operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam dugaan terlibat jual beli jabatan di kementerian agama.


Sedangkan ketua umum PPP ketujuh adalah Suharso Monoarfa. Beliau merupakan pelaksana tugas ketua umum (Plt.) PPP saat ini. Selain menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada pemerintahan Jokowi-JK 2014-2019, sejak januari 19 Januari 2015. 

4. Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)

Partai Gerindra berdiri pada 6 Februari 2008. Sejak berdirinya, partai ini telah menghasilkan 2 (dua) ketua umum. Ketua umum pertama Prof. Dr. Ir. Suhardi, S.S., M.Sc, yang memimpin Gerindra dari tahun 2008-2014. Artinya, Suhardi memimpin Gerindra selama 6 (enam) tahun. Selanjutnya Prabowo Subianto menjadi ketua umum Gerindra sejak 2014 hingga saat ini.

Sebagai partai baru, Gerindra belum banyak melahirkan ketua umum, jika dibandingkan dengan partai yang sudah lama berdiri.

 

5. Partai Demokrat

Secara historis, Partai Demokrat berdiri pada tanggal 9 September 2001. Dengan demikian partai ini sudah berumur 18 tahun. Walaupun umurnya masih terbilang muda dibandingkan dengan partai Golkar, PDIP dan PPP. Namun partai ini telah mencetak sejarah sebagai partai yang memenangkan Pemilihan Presiden selama 2 (dua) periode, yakni periode 2004-2009 dan 2009-2014, dengan Presidennya Susilo Bambang Yudoyono (SBY). 

Sejak berdiriya, partai ini telah melakukan 4 (empat) kali pergantian ketua umum. Ketua umum pertama Subur Budhisantoso, yang menjabat 2001-2005. Selain kegiatan di bidang politik, Subur Budhisantoso dikenal luas sebagai pakar antropologi politik. 

Ketua umum kedua Hadi Utomo, yang menjabat 2005-2010. Hadi Utomo merupakan lulusan Akabri angkatan 1970, dan pensiun dengan pangkat terakhir Kolonel. 

Ketua umum ketiga Anas Urbaningrum, yang menjabat 2010-2013. Anas merupakan mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Mahasiswa Islam (HMI). Pernah menjabat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), 2001-2005, yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004. Kepemimpinan Anas terhenti ditengah jalan karena terlibat kasus korupsi, dan sekarang sedang menjalani hukuman di Suka Miskin.

Selanjutnya tongkat kepemimpinan Partai Demokrat dipegang oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY) untuk periode 2013-2015 dan periode 2015-2020.  


6. Partai Amanat Nasional (PAN)

PAN didirikan pada tanggal 23 Agustus 1998 berdasar pengesahan Depkeh HAM No. M-20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus 2003. Artinya, partai ini sudah berusia 21 (duapulusatu) tahun. Partai ini merupakan partai yang lahir pada era reformasi, dengan tokoh pendiri yang popular adalah Amien Rais. 

Sejak berdirinya hingga saat ini, PAN telah melakukan pergantian ketua umum selama 4 (empat) kali. 

Ketua umum PAN pertama Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais, dan pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999-2004. 

Sementara ketua umum kedua Soetrisno Bachir, yang menjabat 2005-2010. Sutrisno Bachir adalah pengusaha sukses Indonesia. Tahun 2016, dia menjabat sebagai Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional. 

Ketua umum PAN ketiga Hatta Rajasa, yang menjabat 2010-2015. Hatta adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, yang menjabat 22 Oktober 2009 hingga 13 Mei 2014. Sebelumnya, Hatta pernah menjabat Menteri Sekretaris Negara (2007-2009), Menteri Perhubungan (2004-2007), dan Menteri Negara Riset dan Teknologi (2001-2004).

Selain itu, pada tahun 2014, Hatta Rajasa maju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun pasangan ini kalah dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. 

Sementara ketua umum PAN keempat Zulkifli Hasan, yang menjabat 2015-2020. Zulkiflli juga menjabat sebagai Ketua MPR RI periode 2014-2019. 

 

7. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)


PKB adalah sebuah partai politik berideologi konservatisme di Indonesia. Partai ini didirikan pada 23 Juli 1998 di Jakarta, yang ditandai dengan deklarasi para kyai-kyai Nahdatul Ulama (NU) seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abduraahman Wahid alias Gus Dur, A. Mustofa Bisri dan A. Muhith Muzadi. Artinya, partai ini sudah berusia 21 tahun. 

Kehadiran PKB dalam kancah politik Indonesia tidak bisa dilepas pisahkan dengan lahirnya era reformasi 1998. Sepertinya halnya dengan PAN, PKB juga merupakan anak kandung reformasi. 

Sejak berdirinya hingga saat ini, PKB telah melahirkan 3 (tiga) ketua umum. Ketua umum pertama Matori Abdul Djalil yang menjabat 1998-2001. Matori adalah Menteri Pertahanan pada Kabinet Gotong Royong, yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri pada periode 2001-2004. 

Ketua umum PKB kedua Alwi Shihab. Alwi melanjutkan masa jabatan dari 2001-2002, menggantikan Matori Abdul Djalil. Hingga Alwi menjabat lagi pada periode 2002-2005. 

Ketua umum ketiga Muhaimin Iskandar atau dikenal dengan Cak Imin. Berbagai pengalaman organisasi telah dijalani oleh Cak Imin. Mulai dari Ketua Korps Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial, Yogyakarta, dan Ketua Cabang PMII Jogjakarta, serta Sekretaris Jenderal DPP PKB 2000-2005. Muhaimin Iskandar dalam pengalaman kerjanya pernah menjadi staf pengajar Pesantren Denanyar, Jombang, Kepala Divisi Penelitian Lembaga Pendapat Umum, Jakarta, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tabloid Detik, Wakil Ketua DPR RI selama 2 periode (1999-2004 dan 2004-2009). Pada 26 Maret 2018, Muhaimin diangkat menjadi Wakil Ketua MPR RI bersama Ahmad Basarah dan Ahmad Muzani berdasarkan revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3)

Cak Imin menjabat sebagai ketua umum PKB sejak periode 2005-2010, 2010-2014, 2015-2019 dan terpilih kembali pada periode 2019-2024. Artinya, hingga 2024 nanti, dia menahkodai PKB selama 19 tahun.

 

8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah sebuah partai politik berbasis Islam yang memiliki perwakilan di parlemen Indonesia. Partai ini berdiri pada 20 April 1998, yang berawal dari gerakan aktivitas dakwah Islam sejak 1980-an.

Pemilu 2019 menjadi pemilu kelima yang diikuti partai ini. Partai ini lahir tidak terlepas dari gerakan reformasi 1998 yang menuntuk adanya pembenahan dalam segala sistem di Indonesia, salah satunya sistem politik. Dengan demikian, setiap orang diberikan kebebasan untuk mendirikan partai politik sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. 

Kelahiran PKS erat kaitannya dengan gerakan Islam berbasis massa kampus dan cendekiawan yang muncul sebagai tanggapan atas tekanan politik pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam. Gerakan ini ditandai dengan mulai maraknya kegiatan kajian Islam dan meluasnya penggunaan jilbab di kampus-kampus sekuler Indonesia pada era 1980-an.

Presiden PKS pertama Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc, yang menjabat 1998-1999. Ia merupakan Guru Besar Agama Islam di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Presiden PKS kedua Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. Nur Mahmudi, yang menjabat 1999-2001, dan mantan Walikota Depok Jawa Barat selama 2 (dua) periode, yakni 2006-2010 dan 2010-2015. Pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan pada era Kabinet Persatuan Nasional di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. 

Presiden PKS ketiga Hidayat Nur Wahid, yang menjabat 2000-2004. Hidayat pernah menjabat sebagai ketua MPR RI pada 2004-2009. 

Presiden PKS keempat Tifatul Sembiring, yang menjabat 2004-2009. Tifatul juga menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan wakil presiden Budiono pada periode 2009-2014. 

Presiden PKS kelima Luthfi Hasan Ishaaq, yang menjabat 2009-2013. Namun pada tahun 2013, Hidayat mengundurkan diri karena ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. 

Presiden PKS keenam Anis Mata, yang menjabat 2013-2015. 

Presiden PKS ketujuh Sohibul Iman, yang menjabat 2015-2020. Sejak berdirinya PKS hingga saat ini, telah melakukan pergantian ketua umum selama 7 (tujuh) kali.

9. Nasional Demokrat (Nasdem)

Partai NasDem adalah partai politik di Indonesia yang diresmikan di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, pada 26 Juli 2011. Partai ini didukung oleh Surya Paloh yang merupakan pendiri organisasi masyarakat bernama sama yaitu Nasional Demokrat. 

Partai Nasdem telah mengikuti 2 (dua) kali pemilu yakni pada pemilu 2014 dan 2019. Dalam sirkulasi kepemimpinan pada level ketua umum, partai baru melakukan 2 (dua) kali pergantian ketua umum. 

Ketua umum pertama Patrice Rio Capella, yang menjabat 2011-2013.  Selanjutnya ketua umum Nasdem kedua adalah Surya Paloh, yang menjabat mulai 2013 hingga saat ini. 

Dari fakta tersebut di atas menunjukan bahwa ada beberapa partai politik yang belum beradaptasi dengan alam demokratisasi, sebagaimana roh atau spirit perjuangan era reformasi. Dituntut adanya reformasi dalam segala bidang, termasuk sirkulasi elite partai politik. 

Mencermati data di atas, PDIP dan PKB mengalami hal yang sama yakni kepemimpinan yang didominasi oleh orang yang sama pada jangka waktu yang cukup lama. Misalnya saja, Megawati sebagai ketua umum PDIP sudah 20 tahun, Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum PKB bisa mencapai 19 tahun hingga 2024. 

Sementara alam demokrasi kita terutama pada level eksekutif dibatasi hanya 2 (dua) periode. Partai politik masih belum melakukan batasan periode ketua umum sehingga siapa saja boleh menjadi ketua umum untuk sekian periode asal mendapatkan mandat dalam musyawarah tertinggi partai.

Apa yang dialami oleh PDIP dan PKB, ada kemungkinan kuat bahwa partai lain juga akan mengikuti jejak8 mereka. Misalnya partai Gerindra, Nasdem dan Demokrat. Ketiga partai ini memiliki sejarah yang melekat dengan ketua umumnya. Sehingga agak tidak mudah bagi mereka untuk melepaskan posisi strategis tersebut untuk dilepas. Kalaupun akan dilepas, tentu akan tetap jatuh dil lngkaran dalam alias lingkaran keluarga.

Sedangkan partai yang lainnya, kelihatannya sudah beradaptasi dengan alam demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari lancarnya rotasi elite partai tersebut pada setiap setiap periodenya. Maksimal setiap ketua umum menjabat selama 10 tahun, bahkan ada yang menjabat ketua umum kurang dari dua tahun karena berbagai persoalan. 

Demokrasi kita akan semakin matang, manakala ada kematangan dari elite partai politik dalam mengelola partainya. Pengelolaan partai mesti mengikuti perkembangan jaman. Jika tidak, maka partai tersebut akan menghadapi kesulitan alias masuk dalam turbulensi politik.

Sumbatan sirkulasi elite pada tubuh partai politik akan menyulitkan partai politik untuk melahirkan kader yang berkualitas serta berpotensi jatuh dalam oligarki. 

==

Penulis adalah Pengurus Lembaga Kajian Isu Publik (LKIP)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler