Ia bukanlah seorang imam, kyai, atau ustad. Tapi kabar meninggalnya Ali Banat menjadi ramai dibicarakan oleh komunitas Muslim di Australia dan dunia lewat jejaring sosial.
Saat usianya masih 33 tahun, Ali asal Sydney, Australia sudah memiliki segalanya. Dua perusahaan miliknya sendiri terus berkembang serta hidup dalam kemewahan, layaknya sebuah mimpi bagi banyak anak muda.
BACA JUGA: Penyelundup Kokain 60 Kg Ditemukan Tewas di Sydney
Tapi di tahun 2015 ia divonis memiliki kanker stadium empat dalam tubuhnya dan sejak itu pula kanker terus mengerogoti tubuhnya. Photo: Ali meninggalkan gaya hidup mewahnya dan memilih untuk membantu anak-anak yatim piatu di Afrika (Foto: Koleksi pribadi)
BACA JUGA: Artis Jalanan Tasmania Lukis Stadion Piala Dunia Moskow
Dokter di Australia saat itu memperkirakan jika usianya hanyalah kurang dari setahun lagi.
Ali langsung ingin mengubah hidupnya, meninggalkan apa yang menurutnya bersifat keduniawian. Tapi, ia menganggap kanker yang diidapnya adalah sebagai sebuah 'karunia' dari Tuhan.
BACA JUGA: Peringkat Perguruan Tinggi Indonesia di Dunia Masih Rendah
Ia pernah diwawancara oleh 'Living Muslim', sebuah serial video produksi komunitas Muslim Australia, yang ditayangkan di Facebook pada November 2015 lalu.
"Saya diberi karunia oleh Allah, Alhamdulillah, dengan kanker yang ada di seluruh tubuh saya," ujar Ali dalam video tersebut.
"Sebuah karunia karena Allah memberikan kesempatan bagi saya untuk berubah."
Video tersebut hingga kini sudah ditonton hingga lebih dari 3 juta orang.
Ali dikabarkan telah menjual bisnisnya, juga beberapa koleksi barang mewah miliknya, seperti sepatu, jam tangan, dan kacamata karya perancang dunia yang mahal.
Di tahun 2015 Ali kemudian memulai proyek untuk membantu warga miskin di kawasan Togo Afrika, lewat organisasinya 'Muslim Around The World'.
Setelah mengunjungi Togo secara langsung, Ali kemudian menggalang dana untuk membangun kampung bagi 200 janda, sebuah masjid, serta bagi sekolah dan asrama bagi 600 anak-anak yatim piatu.
Hingga ia menghambuskan nafas terakhirnya Selasa malam (29/5), penggalangan dana bagi organisasinya telah mencapai lebih dari target awalnya yakni $1 juta dolar, atau lebih dari Rp 10 miliar. Photo: Ali Banat saat berselfie dengan anak-anak Afrika (Foto: Koleksi pribadi)
Semasa hidupnya, Ali sering memberikan perkembangan terbaru baik dari proyeknya di Afrika hingga kondisi kesehatannya, khususnya lewat video di Facebook dan Instagram, kepada ratusan ribu pengikutnya.
Tak heran kabar kematiannya pun memenuhi lini masa jejaring sosial dengan ucapan belansungkawa, khususnya dari kalangan Muslim.
Banyak sejumlah organisasi dan tokoh Muslim dunia yang juga menyampaikan rasa duka dan kehilangan atas kematian Ali Banat.
Dari halaman Facebook yayasan amalnya, diperkirakan ratusan orang menghadiri pemakamannya di kawasan Lakemba, New South Wales.
"Banyak hati yang terluka atas kematiannya, ia adalah sumber inspirasi yang telah banyak menanamkan benihnya di hati kita semua untuk terus melanjutkan cita-citanya," ujar Faiza, salah satu pengikutnya.
"Ia adalah inspirasi bagi saya saat terkena penyakit. Setelah mendengarkannya, saya mulai merasa bahwa penyakit saya adalah karunia," tulis Kanwal Rukh yang tinggal di Pakistan.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zebra Cross Tiga Dimensi Agar Pengendara Lebih Pelan