jpnn.com, JAKARTA - PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) mengadopsi teknologi digital untuk terus mendorong kegiatan operasional yang mementingkan keselamatan dan efisien.
Kebijakan strategis ini bisa mendorong keunggulan kompetitif di tengah situasi bisnis yang sangat dinamis.
Penerapan teknologi digital itu berdampak sangat signifikan. Pada 2020 lalu, misalnya, PT CPI berhasil mencatatkan nilai manfaat sekitar USD 100 juta (sekitar Rp 1,4 triliun) dari penerapan digitalisasi.
Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, PT CPI juga mampu menekan angka potensi kehilangan produksi minyak (loss production opportunity/ LPO) hingga 40 persen.
BACA JUGA: IFSoc Rekomendasikan Pemerintah Digitalisasi Bantuan Sosial
”Dengan menerapkan digitalisasi dan didukung keunggulan fungsional dari sumber daya manusia pada setiap aspek operasional, Chevron berhasil menuai hasil dari prinsip big data is the new oil,” ujar Albert Simanjuntak selaku Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit dan Presiden Direktur PT CPI.
”Data memberikan nilai yang luar biasa ketika kami mengolahnya menjadi informasi yang bermakna untuk membantu pengambilan keputusan secara cepat dan tepat,” tambahnya.
BACA JUGA: Digitalisasi Pertanian Menuju Era Baru Wujudkan Ketahanan Pangan
Dia menegaskan kendati tidak ada program pengeboran pada 2019 dan 2020, PT CPI tetap mampu melampaui target produksi tahunan dengan rekor LPO terendah.
Albert mengatakan penerapan digitalisasi di PT CPI setidaknya memberikan empat manfaat utama, yakni peningkatan kinerja keselamatan, penurunan signifikan dari potensi kehilangan produksi/ LPO; optimalisasi kemampuan fasilitas produksi; dan peningkatan efisiensi.
Sebagai contoh hasilnya, untuk kinerja keselamatan pada 2020, PT CPI mencatatkan nihil fatalitas dan cedera serius dalam pekerjaan.
”Penerapan digitalisasi semakin meningkatkan kinerja PT CPI sehingga manfaat kegiatan operasi migas kepada negara dan rakyat Indonesia kian optimal. Berbagai inovasi dilakukan selaras dengan nilai yang dianut Perusahaan, yakni kinerja tinggi, agar tetap unggul di berbagai situasi bisnis,” tutur Albert.
Digitalisasi di PT CPI merupakan suatu perjalanan panjang dari pemanfaatan teknologi dan data untuk peningkatan kinerja bisnis.
Pada 1997, sekitar 50 sumur produksi pertama kali dipasang Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) dan terkoneksi ke dalam sistem IT.
Pemasangan SCADA di sumur produksi terus ditingkatkan. Sampai saat ini sudah lebih dari 4.000 sumur produksi yang terkoneksi sehingga pengumpulan data dan pemantauan sumur bisa dilakukan secara real time.
Pada 2000, PT CPI mulai menerapkan konsep data foundation, data architecture, dan gudang data (data warehouse) untuk mengelola dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber data.
Sumber data utama didapatkan dari aplikasi-aplikasi pengeboran, produksi, operasi, pemeliharaan, reservoir, geologi, dan lain-lain.
Dengan dasar yang kuat ini, pada tahun 2016 PT CPI meningkatkan pemanfaatan teknologi digital secara luas dan terintegrasi dengan membentuk Integrated Optimization Decision Support Center (IODSC) di Minas, Siak.
Fasilitas ini memanfaatkan “big data” untuk menjadi informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
Fasilitas ini ibarat sebuah kokpit pesawat. Dari fasilitas ini, aktivitas ribuan sumur dan peralatan yang lokasinya tersebar dapat terus dipantau dan dioptimisasi.
Data yang dikumpulkan setiap hari di gudang data (data warehouse) dikorelasikan dengan data lain dan diubah menjadi informasi yang bermanfaat. IODSC memanfaatkan transformasi digitalisasi dengan menyimpan pengetahuan dari para ahli dari berbagai bidang dan mengimplementasikannya sebagai “factory automation” untuk kinerja sumur dan peralatan.
Dengan pendekatan ini, pengetahuan para ahli yang jumlahnya terbatas dapat diterapkan ke semua area setiap hari secara teratur dan konsisten ke aliran data yang masuk sehingga kondisi sumur dan peralatan yang beroperasi tidak normal dapat segera diketahui.
Informasi tersebut lalu dikirimkan ke pengguna (user) berdasarkan prioritas perbaikan. Langkah cepat ini dapat mengurangi potensi kehilangan produksi minyak dan meningkatkan keandalan operasi.
“Menyimpan pengetahuan para ahli di perangkat digital memiliki manfaat tambahan untuk menjaga kesinambungan pengetahuan dari para ahli yang dibutuhkan operasi ketika para ahli yang berpengalaman harus pindah pekerjaan atau memasuki purna bakti,” papar Ivan Susanto selaku Chevron Digital Innovation Acceleration Advisor.
Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/ AI) dimanfaatkan, antara lain, untuk pengaturan jadwal perawatan ulang (workover) sumur secara otomatis.
Hal itu dengan mempertimbangkan peluang produksi kerugian yang paling rendah sehingga menghasilkan pergerakan rig yang lebih optimal dan efisien; identifikasi kinerja pompa yang sudah tidak optimal; analisa dan pengukuran aliran minyak agar produksi optimal; serta pemantauan jarak jauh dan saling terintegrasi untuk kondisi tekanan fluida di dalam sumur minyak.
Pemanfaatan teknologi seperti ini tentu sangat efisien sumber daya dan waktu jika dibandingkan dengan cara manual.
Data yang terekam juga dapat digunakan untuk menyusun prioritisasi pekerjaan kritikal dan perawatan sumur serta peralatan.
Salah satu contoh hasilnya, total siklus jadwal waktu rig perawatan rutin dan pengerjaan ulang sumur (workover) turun hingga lebih dari 30 persen sehingga biaya operasi lebih efisien.
”Mobilisasi logistik pendukung operasi migas dapat berjalan sistematis dan efisien. Pergerakan kendaraan operasional Perusahaan juga dapat dipantau dari fasilitas IODSC ini,” papar Tomi Ihwanto selaku Manager IODSC. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia