Menkes Beberkan Kronologi Munculnya Ide Vaksin Berbayar Bagi Individu

Selasa, 13 Juli 2021 – 13:52 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin atau BGS tidak menampik bahwa pemerintah memiliki ide tentang vaksinasi Covid-19 berbayar bagi individu.

Menurut BGS, ide muncul setelah rapat Kemenkes dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCPEN) pada 26 Juni 2021.

BACA JUGA: Komersialisasi Vaksin Covid-19, PKS: Pemerintah Tak Boleh Lepas Tanggung Jawab

Eks Wakil Menteri BUMN menyebut rapat awalnya membahas soal percepatan pelaksanaan vaksinasi terhadap anak dan ibu hamil atau menyusui.

Selain itu, rapat awalnya membahas pula percepatan vaksin Gotong Royong. 

BACA JUGA: Hasan Basri Nilai Vaksin Berbayar Tidak Sesuai Prinsip Keadilan

"Topik bahasan perluasan sasaran vaksin Gotong Royong yang dapat diikuti langsung oleh individu atau perorangan," ujar BGS dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (13/7).

BGS bersama jajarannya kemudian mengubah draf Permenkes nomor 10 Tahun 2021 mengenai vaksin berbayar bagi individu pada 27 Juni.

BACA JUGA: Rachman Thaha: di Negara Jiran Perdagangan Vaksin Covid-19 Dianggap Ilegal, Pelakunya Dihukum

Selanjutnya, pada 29 Juni digelar rapat lanjutan antarkementerian dengan agenda harmonisasi membahas pelaksanaan vaksin Gotong Royong.

"Rapat tersebut melibatkan Kementerian Perekonomian, Kementerian PMK, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkeu, Kementerian BUMN, LKPP, KPK, BPOM, Kejaksaan, dan BPJS Kesehatan," ungkap dia.

Kemudian 5 Juli draf perubahan Permenkes nomor 10 Tahun 2021 ditandatangani. Selanjutnya pada 6 Juli Permenkes perubahan itu menyampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly demi memperoleh persetujuan.

Ide tentang vaksin berbayar bagi individu sebelum dikritik Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Menurut dia, kebijakan vaksin berbayar tidak etis pada masa pandemi Covid-19 yang sedang mengganas. Selain itu, kebijakan tersebut bakal membuat orang malas vaksinasi.

"Yang digratiskan saja masih banyak yang malas atau tidak mau, apalagi vaksin berbayar," kata Tulus dalam keterangan persnya, Senin (12/7).

Menurut alumnus Universitas Jenderal Soedirman, Jawa Tengah itu, vaksin berbayar juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap vaksin. Misalnya bakal ada anggapan vaksin berbayar kualitasnya lebih baik dan yang gratis lebih buruk.

"Di banyak negara, justru masyarakat yang mau divaksinasi Covid-19, diberikan hadiah oleh pemerintahnya," ungkap Tulus. (ast/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler