Menkes Budi Mendukung Kebijakan Penduduk Tumbuh Seimbang, Kepala BKKBN Merespons

Selasa, 09 Juli 2024 – 08:46 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin bersama Kepala BKKBN dokter Hasto, Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghadiri High Level Meeting Komite Kebijakan Sektor Kesehatan Triwulan II di Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta, Sabtu (6/7/2024). Foto: Humas BKKBN

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendukung sepenuhnya kebijakan BKKBN tentang Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dengan mempertahankan Total Fertility Rate (TFR) di angka 2,1.

Hal itu dikemukakan Menkes Budi Gunadi ketika bersama Kepala BKKBN, Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghadiri High Level Meeting Komite Kebijakan Sektor Kesehatan Triwulan II di Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta, Sabtu (6/7/2024).

BACA JUGA: Kemenpora dan BKKBN Menggelar Keluarga Muda Berdaya X Siap Nikah Goes to Campus

“Kami mendukung sekali, setiap ada meeting G-20, banyak kepala negara yang sekarang concern, karena penduduknya menua, tidak produktif, dan populasinya menurun sehingga negaranya tidak bisa tumbuh. GDP-nya tuh enggak bisa tumbuh di atas 4 persen per tahun,” ujar Menteri Budi Gunadi.

Lebih lanjut, Menteri Budi Gunadi mengatakan kita masih mau mengejar supaya jadi negara maju, pertumbuhan GDP-nya cukup tinggi, dan jumlah usia produktif tinggi.

BACA JUGA: Kepala BKKBN: PT Vale Indonesia Berkontribusi Membangun Kualitas Masyarakat Luwu Timur

“Itu perhitungan beliau (BKKBN), total fertility rate-nya harus 2,1 minimal. Kalau turun di bawah itu, tetapi kita belum menjadi negara maju, akan lebih sulit untuk mencapai ke sana,” kata Menkes Budi Gunadi.

Di bagian lain, kata dia, Menkes mengatakan pertemuan triwulan ini adalah upaya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang kesehatan antarkementerian, lembaga dan pihak terkait.

BACA JUGA: Kemnaker-BKKBN Berkolaborasi Dorong Tersedianya Fasilitas Layanan KB di Tempat Kerja

“Di UU Kesehatan ada Komite Kebijakan Sektor Kesehatan, Kami diminta untuk bisa lebih mengintegrasikan rencana, kebijakan, monitoring dan evaluasi dari kebijakan yang dibuat,” ujar Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.

Dia mengungkapkan pertemuan ini adalah kali ketiga untuk mencari bentuk, menjalin komunikasi, dan juga saling mengenal satu sama lain antarkementerian dan lembaga di bidang kesehatan.

“Saya merasa sudah tiga kali integrasinya sudah jalan. Jadi, saya harapkan ke depannya semua permasalahan di sektor kesehatan kita bisa didiskusikan bareng-bareng, nggak sendiri-sendiri sehingga bisa saling sinergi,” ujarnya.

Pada acara ini juga ditandatangani Kesepakatan Bersama Komite Kebijakan Sektor Kesehatan antara Kementerian Kesehatan, BPJS, BPPOM, dan BKKBN tentang Integrasi Service Delivery dan Interoperabilitas Data Bidang Kesehatan.

“Ketahuan di BPJS misalnya sakitnya apa, di kami datanya ada. Nah, itu bisa diintegrasi. Kami (Kemenkes, red) punya data ibu anak, beliau (BKKBN) ada data ibu anak. Itu bisa diintegrasi sehingga teman-teman daerah enggak usah data entry-nya dua kali. Dan, datanya jadi lebih bagus kualitasnya karena data yang dari beliau (BKKBN),” ujar Budi.

Isu Viral

Kepala BKKBN dokter Hasto pada kesempatan yang sama menjelaskan tugas BKKBN di antaranya adalah peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.

“Yang ada irisannya dengan kerja BKKBN saya kira kualitas SDM melalui keluarga,” ungkap dokter Hasto.

Dokter Hasto mengungkapkan BKKBN dalam pertemuan ini akan mendiskusikan bersama Kemenkes, BPJS dan BPPOM tentang Keluarga Berencana, pelayanan terkait dengan stunting, dan juga integrasi dengan BPJS dan BPPOM.

Menanggapi isu viral satu perempuan melahirkan rerata satu anak perempuan agar PTS terjaga, dokter Hasto mengatakan rata-rata perempuan punyak anak sudah tidak dua kalau di daerah tertentu seperti Bali, DKI, DI Yogyakarta (karena TFR sudah di bawah 2,1).

“Sebetulnya rata-rata perempuan punya dua anak itu penting,” ujar dokter Hasto.

Dia menjelaskan kata ‘rata-rata’ satu anak perempuan, bukan mewajibkan.

“Kalau depan rumah punya anak perempuannya dua, belakang rumah enggak punya anak perempuan no problem. Jangan dipelintir, ya, tetapi rata-rata,” tegas dokter Hasto.

“Di kampung ada perempuan 10. Mestinya besok pada generasi berikutnya minimal juga ada perempuan 10. Tapi rata-rata kan ini. Karena tugas kita menjaga agar pertumbuhan penduduk seimbang,” katanya.

Dia juga mengatakan ancaman minus growth di beberapa kota dengan TFR di bawah 2,1.

“Yogyakarta rata-rata melahirkannya sudah di bawah 2. Yogya ini sudah 1,9. Makanya hati-hati daerah-daerah tertentu seperti DKI, Bali, DIY bisa mengalami minus growth,” ujar dokter Hasto.

Hal ini, menurutnya, karena rata-rata pendidikan di DI Yogyakarta tinggi, kemudian rata-rata nikah perempuan di DI Yogyakarta sudah di atas 22 tahun.

Namun, dia juga terus mengingatkan perempuan juga tidak terlalu tua saat melahirkan.

“Perempuan itu usia suburnya setelah umur 35 sudah decline, turun. Telur perempuan kalau sudah 38 tahun itu sudah tinggal 10 persen, ya hati-hati,” katanya.

Bonus Demografi dan Pendapatan Perkapita

Bonus demografi di Indonesia menutup lebih cepat. Negara sebenarnya mendapatkan kesempatan kaya dan pendapatan perkapita masyarakat bisa naik cepat pada periode bonus demografi.

Tahun 2035 Indonesia harus berhati-hati karena lansia sudah jauh lebih banyak dibandingkan jumlah anak-anaknya.

Sementara di tahun 2035 i umumnya lansia berpendidikan dan memiliki ekonomi rendah.

Menurut dokter Hasto beratnya menaikkan pendapatan perkapita karena yang bekerja sedikit.

“Kalau seandainya sekarang angka stuntingnya sudah tinggi, kemudian kualitasnya nggak bagus, terus jumlahnya sedikit, waduh berat sekali menyangga beban,” tutupnya.

Selain Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN, High Level Meeting Komite Kebijakan Sektor Kesehatan Triwulan II dihadiri juga Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti; Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir; Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring & Evaluasi, Muttaqien; Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Rizka Andalusia; dan para pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian/Lembaga.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler