jpnn.com - JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, masih disoal. Sejumlah pihak, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan menolak PP tersebut. Kedua pihak tersebut meminta revisi atas PP tersebut. Namun, Menkes Nafsiah Mboi tidak menggubris permintaan tersebut. Dia menegaskan PP tersebut tidak akan direvisi.
"Sebenarnya tidak ada yang perlu direvisi, tidak ada yang perlu direvisi,"tegas Nafsiah di Kompleks DPR RI, kemarin (15/8).
BACA JUGA: 10 Tahun Memimpin, SBY Belum Mampu Sejahterakan Rakyat
Nafsiah memaparkan, hingga saat ini pihaknya meyakini bahwa pihak-pihak yang menolak tersebut, belum membaca sepenuhnya PP yang kerap diasosiasikan dengan aborsi tersebut. Dia meyakini, jika pihak yang bertentangan tersebut membaca dan memahami secara keseluruhan, maka PP tersebut pasti bisa diterima dengan baik.
"Saya tidak percaya. IDI pasti belum baca, mungkin ada yang disalah kutip oleh wartawan (sehingga terjadi kesalah pahaman). Saya tidak percaya IDI begitu,"jelasnya.
BACA JUGA: Gerindra Tolak Kursi Ketua DPR
Nafsiah pun menegaskan bahwa aborsi tersebut dianggap melanggar kemanusiaan. Sebab, dalam Undang-Undang Kekerasan Seksual atau PP tersebut, disebutkan bahwa aborsi bisa dilakukan, jika ada dua indikasi, kedaruratan medik dan perkosaan. " Nah itu aja yg dijelaskan di dalam PP supaya jangan ada salah paham,"ujar dia.
Di samping itu, Nafsiah menekankan PP tersebut bertujuan melindungi hak perempuan, khususnya yang mengalami perkosaan. Dari segi sosial, lanjut dia, perempuan korban perkosaan mengalami cobaan bertubi-tubi.
BACA JUGA: Abu Fida Ubah Masjid Jadi Kos Teroris
"Kalau dia tidak hamil, okay. Tapi kalau mengandung sembilan bulan, apalagi seorang anak dari orang yang bukan suaminya, orang yang dia benci karena melakukan kekerasan terhadap dia, maka harus dipaksakan wanita itu harus mengandung selama itu. Dan setelah melahirkan, dia harus menghidupi dan masyarakat akan mencerca dia karena dia melahirkan anak tanpa suami, beratnya luar biasa. Jadi wanita ini akan dihukum bertubi-tubi. Nah di sinilah, di mana itu keadilan,"jelasnya.
Karena itu, Nafsiah mengaku akan mengundang pihak-pihak terkait, seperti IDI dan Komnas PA untuk membahas lebih lanjut dan mensosialisasikan PP tersebut." "Nanti memang kami akan undang, supaya menjelaskan lah. Sebab itu adalah amanah UU. Disusun bersama sejak 2009, UU 36/2009, oleh kementerian lembaga dengan melibatkan MUI, melibatkan segala. Jadi mungkin yang ditanya kebetulan belum baca,"ungkapnya.
Nafsiah mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan Kapolri terkait tim terpadu yang khusus mengatasi korban perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan. Sehingga, perkosaan atau tidak bisa dibuktikan oleh tim terpadu. "Saya sudah bicara dengan Kapolri," sudah ada tim terpadu. Jadi tinggal dibuktikan itu perkosaan atau tidak,"katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan dukungannya terhadap pemberlakuan PP tersebut. Menurut dia, pemerintah pasti telah melakukan sejumlah pertimbangan baik dari aspek legal maupun medis terkait PP tersebut. "Policy dari PP ini adalah regulasi yg hati-hati terhadap suatu isu. Dari saya pemerintah sudah membuat peratuan yang pasti baik,"ujarnya di Kompleks DPR RI, kemarin.
Sebelumnya memang, IDI sudah menyatakan tidak ingin terlibat dalam proses aborsi untuk korban pemerkosaan. Ketua PB IDI, Zaenal Abidin mengatakan, proses aborsi melanggar kode etik kedokteran. "PP tersebut bertentangan dengan KUHP, khususnya untuk BAB Kejahatan Terhadap Nyawa. Itu juga bertentangan dengan sumpah dokter," ungkapnya.
Ia mengatakan, pihaknya akan sangat rawan untuk dikenakan jeratan hukum untuk kasus aborsi. tak main-main, mereka bisa dijerat ancaman hukuman maksimal 20 tahun bila ada hal yang ternyata tiadak sesuai. Selain itu, menurutnya, alasan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan bisa juga di pakai oleh wanita yang stres karena kehamilan yang tidak direncanakan untuk melakukan aborsi. "Tidak usah dibuat-buat karena akan timbul alasan-alasan lain yang didasari hak ibu untuk menggugurkan kandungan karena membuatnya stres," tandasnya.
Penolakan PP aborsi juga masih terus berdatangan hingga kini. Kemarin, giliran Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang menolak legalisasi PP tersebut. DMI menolak PP tersbeut lantaran dinilai tidak kebablasan sehingga tidak sesuai dengan semangat UU Kesehatan No 36/2014 pasal 75 ayat 1. "PP yang melegalkan aborsi ini bisa dimanfaatkan untuk sengaja menggugurkan janin dalam kandungan karena tidak dikehendaki. Dan membunuh anak (janin) jelas dilarang dalam agama mana pun," ujar Sekjen Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni.
Karenanya, ia meminta pemerinta untuk meninjau kembali" bahkan membatalkan PP aborsi demi menghindarkan sebagian masyarakat bahkan tenaga medis yang cenderung pragmatis dan permisif bahkan menyimpang. "Jika tidak, maka praktik aborsi bisa menggejala terutama di kalangan remaja yang selama ini telah dikhawatirkan semakin banyak yang melakukan hubungan seksual bebas," ujarnya. (ken/mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mata-Mata Asing Lebih Bahaya Dibanding Masa Penjajahan
Redaktur : Tim Redaksi