jpnn.com, JAKARTA - Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan alat pemerintah untuk memastikan inflasi tetap dalam kendali.
APBN juga merupakan instrumen penting dalam menjaga perekonomian dan rakyat Indonesia dari berbagai guncangan.
BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Turun, Bamsoet Mengapresiasi Pemerintah
APBN berfungsi sebagai shock absorber, artinya APBN berfungsi untuk menyerap atau meredam berbagai guncangan di lingkungan global yang berpotensi memberikan tekanan bagi perekonomian Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita Agustus 2022 pada Kamis (11/8) mengungkapkan kinerja APBN terus menunjukkan tren positif dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
BACA JUGA: Bea Cukai Bersama BNN dan Pemda Tingkatkan Pemberantasan Narkoba
Laporan realisasi APBN Kita Agustus 2022 mencatat adanya surplus hingga Rp 106,12 triliun pada neraca perdagangan hingga Juli 2022.
Berdasarkan rilis APBN Kita, tercatat realisasi pendapatan negara dan hibah hingga akhir Juli 2022 mencapai Rp 1.550,97 triliun, yaitu 68,44 persen dari target APBN 2022 atau tumbuh 50,3 persen lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
BACA JUGA: Bea Cukai Membantu Pelaku UMKM Mengekspor Produk di Pasar Global
Realisasi penerimaan ini bersumber dari penerimaan pajak senilai Rp1.028,46 triliun atau sebesar 69,26 persen dari pagu APBN 2022 dan penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp 185,07 triliun atau 61,89 persen dari pagu APBN 2022.
Di tengah dinamika perekonomian global, kinerja pemulihan terus berlanjut dan makin menguat di triwulan III 2022.
Konsumsi masyarakat meningkat pesat pada Ramadan dan idulfitri, sedangkan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi seiring dengan menurunnya belanja penanganan pandemi.
Investasi tumbuh positif, tetapi melambat karena tingginya harga barang input. Sementara itu, ekspor terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi sejalan dengan permintaan komoditas dan produk manufaktur unggulan nasional.
Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 2022 menguat di tengah krisis dan ketidakpastian global.
Pertumbuhan ekonomi Q2 2022 tumbuh 5,44 persen year on year (yoy) dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari konsumsi rumah tangga 2,92 persen serta ekspor barang dan jasa 2,14 persen.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga 15 Agustus 2022 menunjukkan tren positif dengan adanya pertumbuhan 30,62 persen yoy atau mencapai 64,79 persen dari target APBN.
Bea masuk tumbuh 33,23 persen yoy, cukai tumbuh 20,13 persen yoy, serta bea keluar tumbuh 94,94 persen.
Hal ini menjadi bukti bahwa perekonomian Indonesia masih resilien di tengah adanya risiko tekanan ekonomi global mulai dari lonjakan inflasi global hingga potensi stagflasi.
Menkeu menyimpulkan pemulihan ekonomi nasional menguat signifikan karena didorong oleh konsumsi masyarakat, investasi, dan kinerja ekspor.
Walau demikian, inflasi dalam tren yang masih menguat. Karena itu, dinamika global perlu terus diwaspadai. Sementara itu, surplus APBN bulan Juli didorong kinerja penerimaan yang signifikan dan belanja yang tumbuh positif.
Surplus yang berlanjut ini memberikan indikasi adanya dukungan untuk terus menjaga kinerja ekonomi dengan melindungi masyarakat dari guncangan harga dan pelemahan ekonomi global.
“APBN Kita Juni yang surplus menjadi salah satu penopang bagi pemulihan ekonomi dan menjaga kinerja ekonomi,” ujar Menkeu.
Menkeu menambahkan APBN terus dipertahankan sebagai shock absorber dan pendukung konsolidasi fiskal 2023 karena APBN menjadi fondasi penting dalam menghadapi dinamika global dan menyehatkan fiskal ke depan.
Tercapainya realisasi APBN yang baik hingga Agustus 2022 tentu tak terlepas dari peran serta dan dukungan masyarakat melalui belanja konsumsi rumah tangga yang tumbuh positif.
Oleh karena itu, pemerintah mengajak masyarakat untuk bersatu dan bersinergi dalam melakukan percepatan pemulihan kondisi ekonomi di berbagai sektor untuk lebih kuat bangkit dalam menghadapi tantangan global. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi