Menkeu Tebar Optimisme Hadapi Kondisi Ekonomi di Depan Pendukung Jokowi

Selasa, 08 September 2015 – 06:00 WIB
Direktur Utama BEI Tito Sulistio (paling kiri) bersama Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (memegang mikrofon), anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait dan Dirut Bank Mandiri Budi G Sadikin (paling kanan) dalam diskusi bertema Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Senin (7/9). Foto: RMP for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro terus menyuarakan optimismenya tentang fundamental ekonomi Indonesia saat ini yang masih cukup kuat untuk menghadapi tekanan. Meski demikian, pemerintah tetap gigih berusaha agar kondisi perekonomian nasional yang dipicu oleh faktor global bisa membaik

Optimisme itu pula yang disampaikan Bambang saat hadir sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk "Daya Tahan Ekonomi Indonesia" yang digelar Relawan Merah Putih (RMP) di Jakarta, Senin (7/9). Selain Bambang, pembicara lain dalam diskusi yang dimoderatori anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait itu adalah Dirut BEI Tito Sulistio, Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin dan Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadalia.

BACA JUGA: Menko Rizal Ancam Cabut Izin Konsensi Listrik

Menurut Bambang, salah satu upaya pemerintah untuk menghadapi tekanan ekonomi saat ini adalah menggelontorkan dana desa. Dana itu langsung digelontorkan ke desa untuk menggiatkan perekonomian di perdesaan.

"Semuanya itu dipakai untuk infrastruktur swadaya dan cash transfer. Juga bisa dipakai sebagai dana bergulir untuk menggiatkan kegiatan ekonomi desa," kata Bambang di hadapan peserta diskusi yang sebagian besar para relawan pendukung Joko Widodo di pemilu presiden itu.

BACA JUGA: Wouuw.. Ternyata Menko Rizal, ESDM dan PLN Berbeda Pandangan

Baca juga: Jangan Pesimistis Hadapi Krisis

Ia menjelaskan, ada dana Rp 20 triliun dari APBN-Perubahan 2015 yang digelontorkan untuk dana desa. Jumlah dana yang digelontorkan ke desa bahkan bisa melonjak menjadi Rp 50 triliun karena pemda juga diwajibkan berpartisipasi.

BACA JUGA: Desak Operator Minyak Pakai Pipa Lokal

Selain itu, katanya, pemerintah sejak 1 Agustus lalu juga membuat kebijakan baru tentang program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Yakni dengan memangkas bunga KUR dari 22 persen menjadi 12 persen. Polanya adalah dengan subsidi bunga.

"Ini pemerintah keluarkan uang, bank juga bantu. Tidak ada lagi agunan, karena ada jaminan kredit,” katanya.

Targetnya, pada tahun depan bunga KUR bisa turun ke angka 9 persen. Selain itu, KUR juga akan difokuskan ke sektor produksi. "Di masa lalu, KUR banyak di sektor perdagangan,” ulasnya.

Selain itu masih ada kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) dengan syarat khusus bagi 6 juta rumah tangga miskin. Setiap rumah tangga miskin akan mendapat Rp 150 ribu per bulan dengan syarat-syarat tertentu.

“Tapi ada syaratnya. Misal, kalau punya anak, dipastikan anaknya sekolah, tak disuruh bekerja. Kalau ada ibu hamil, si ibu harus periksa ke puskesmas secara teratur. Itu contoh syaratnya," ujarnya.

Sedangkan Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia secara fundamental dan teknis sebenarnya masih cukup kuat untuk menghadapi krisis kali ini. Sebab, skala krisis saat ini masih lebih kecil dibandingkan 1998 maupun 2008.

Ia mencontohkan, pada 1998 bursa saham rontok dan indeks anlok hingga 60 persen. “Sekarang paling 20-25 persen,” katanya.

Selain itu, bunga bank pada 1998 mencapai 60 persen. Sedangkan pada 2008 mencapai 21 persen. Sementara saat ini bunga surat utang di bawah 9 persen. “Maka secara teknis dan fundamental, sekarang lebih bagus," jelasnya.

Ia justru menyayangkan munculnya pesimisme yang berujung pada masalah psikologis dan emosional perekonomian. “Kalau 2008 kita selamat, sekarang mestinya kita selamat. Cuma ada masalah psikologis dan emosional,” tuturnya.

Imbasnya, perbankan juga ikut kena imbas efek psikologis itu. “Jadi tolong jangan pesimis lagi," tandasnya.

Optimisme soal fundamental perekonomian nasional yang kuat juga disampaikan Dirut BEI Tito Sulistio. Hanya saja, ia meyayangkan tidak adanya lagi garis-garis besar haluan negara (GBHN) bagi pemerintah. Padahal, GBHN merupakan strategi penting di bidang ekonomi dan oertahanan.

“Di GBHN ada strategi ekonomi dan pertahanan. Dulu itu dibikin. Sekarang setelah dihapus, tak pernah dibikin. Kita tak tahu negara mau dibawa ke mana," katanya.

Menurutnya, kondisi saat ini bukan karena fundamental ekonomi nasional yang tak kuat. Tapi persoalannya adalah arah yang hendak dituju. “Itulah masalahnya bagi saya soal kondisi saat ini,” ucapnya.

Sedangkan Maruarar yang menjadi moderator di diskusi itu mengingatkan pemerintah harus bisa memperkuat pengawasan dalam penyaluran KUR. Tujuannya agar jangan sampai dana yang digelontorkan malah berbuah kredit macet alias non-performing loan (NPL). “Yang juga penting adalah memastikan tidak ada permainan," ujar politikus PDIP yang juga ketua umum Relawan Merah putih itu.(ara/JPNN)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... TAITRA Gelar Taiwan Trade Mission to Hotel Borobudur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler