Menkominfo: Jangan Bunuh Industri ISP

Rabu, 17 April 2013 – 19:07 WIB
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring mengatakan, sikap JPU Kejaksaan Agung yang memaksakan tuduhannya atas mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto, Korporasi, PT. Indosat Mega Media (IM2) dan PT Indosat Tbk, bisa membunuh industry internet service provider (ISP).

Tifatul mengibaratkan, Indosat adalah sebuah kapal besar yang punya izin berlayar. Nah, di dalam kapal itu ada gudang-gudang yang bisa disewakan. “IM2 menyewa gudang-gudang dalam kapal itu,” ujar Tifatul di sela-sela peresmian layanan terpadu berbasis system informasi manajemen sumber daya manusia dan perangkat pos serta informatika di Auditorium Gedung Merdeka, Rabu (17/6).

Lantas, apakah IM2 memanfaatkan frekuensi? Secara umum memang iya. Tapi yang jelas , IM2 tidak mempunyai lisense untuk mengoperasikan kapal. “Dia hanya sewa ruang untuk mengirimkan barang dia,” kata Tifatul.

Jadi, imbuh dia, sebenarnya  sistem yang ada adalah hubungan bisnis antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa. Namun demikian, Tifatul mempersilakan jika ada yang menggugat sistem itu. "Tapi jangan bunuh industry ISP, dong," tegasnya.

Tifatul memastikan, tidak ada sharing frekuensi dalam kasus Indosat ini. Dia mencontohkan, sharing frekuensi antara Radio Oz di Surabaya dan Radio Oz yang ada di Bandung. Keduanya sama di frekuensi tapi beda lokasi. Jadi, keduanya harus sama-sama membayar kewajiban kepada negara.  “Kalau IM2 tidak demikian. Mereka tidak bisa pakai bersama karena akan terjadi interference,” pungkasnya.

Tidak Bisa Dipidanakan
Sebelumnya, pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Kamis, 11/4), kuasa hukum Indar Atmanto, Luhut MP Pangaribuan  menilai, Ismijati tidak mempunyai kapabilitas sebagai saksi. Selain itu, dia pernah menjadi pasien rumah sakit jiwa.

Rupanya, pernyataan yang disampaikan di depan persidangan itu, oleh Asmijati Rasjid dilaporkan ke Polda Metro Jaya sebagai delik pencemaran nama baik.

Namun, pengamat hukum yang juga bekas pimpinan KPK, Chandra Hamzah, menyatakan, laporan pidana Asmijati bertentangan dengan  pasal 16 UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat.  Aturan itu menyebutkan, Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.

Karena itu, kata Chandra, laporan pidana Asmijati akan sia-sia. Pasalnya, kepolisian akan meneliti terlebih dahulu dasar laporan itu sebelum melanjutkan ke proses pemeriksaan.  Jika tidak menemukan dasar hukumnya, polisi akan menolak laporan Asmijati.

"Perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa dalam persidangan sudah ada hakim yang memimpin, jika ada pernyataan atau pertaanyaan yang tidak relevan dinyatakan oleh pihak-pihak saat persidangan,  maka hakim seketika akan mengambil sikap, misalnya melayangkan teguran.  Jadi bukan polisi yang mempunyai kewenangan,” ungkapnya.

Ditambahkan, Selain mempertimbangkan dasar hukum, polisi bisa juga memperhitungkan faktor-faktor lain, misalnya apakah pelapor masih di bawah umur, atau masih dalam pengampuan.  Pihak-pihak ini tidak dapat  membuat melaporkan tindak pidana.

Seperti terungkap di persidangan, Asmiati Rasjid diduga pernah mengalami gangguan jiwa. Dugaan ini berdasarkan keterangan dari Rumah Sakit Kesehatan Jiwa (RSK) Hurip Waluya, Karang Tineung, Bandung, Jawa Barat. Sesuai ketentuan, pihak yang mengalami gangguan jiwa tidak bisa membuat laporan pidana.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Aceh : Ini Masalah Sensitif

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler