jpnn.com, JAKARTA - Dalam pertemuan para menteri luar negeri Asia Timur (EAS) ke-10, Menlu RI Retno Marsudi secara terus terang menyampaikan kekhawatiran mengenai meningkatnya tensi dan rivalitas dari negara-negara besar, termasuk di Laut China Selatan.
"Situasi ini tentunya akan berdampak pada perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan. Yang lebih mengkhawatirkan, negara lain sering terjebak di tengah dan dipaksa untuk memilih," kata Retno saat menyampaikan keterangan pers mengenai pertemuan yang berlangsung secara virtual itu, Rabu (9/9).
BACA JUGA: Tiongkok Berulah di Laut China Selatan, ASEAN Tolak Pengerahan Militer
Merespons situasi ini, Indonesia menilai EAS harus dapat menjadi kekuatan positif bagi perdamaian dan stabilitas kawasan.
Dalam hal ini, prinsip-prinsip Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN) yang disepakati oleh negara-negara ASEAN serta Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) harus diperhatikan.
BACA JUGA: Seperti Tiongkok di Laut China Selatan, Turki Adalah Biang Kerok Perairan Mediterania
Indonesia juga menyerukan pentingnya semua pihak menghormati hukum internasional dan tidak menggunakan kekerasan, serta menyelesaikan masalah secara damai.
"Indonesia menekankan bahwa rivalitas tidak akan menguntungkan siapapun. Indonesia justru mendorong agar energi kita difokuskan untuk meningkatkan kerja sama, termasuk melalui ASEAN Outlook on the Indo-Pacific," ujar Retno.
BACA JUGA: Jet Tempur Tiongkok Seliweran Berjam-jam di Atas Laut China Selatan, Tak Ada yang Berani Melawan
Selain itu, EAS diharapkan menjadi wadah untuk dialog strategis guna memahami kepentingan dan perhatian pihak lain, dan kemudian bekerjasama untuk mencari penyelesaian masalah.
Sementara mengenai peningkatan militerisasi di Laut China Selatan, Indonesia menekankan kembali mengenai pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
"Ini menjadi penting dan ditekankan terus oleh Indonesia, jika kita ingin melihat Laut China Selatan sebagai laut yang damai dan stabil," tutur Retno.
Pertemuan EAS merupakan bagian dari rangkaian pertemuan para menlu ASEAN (AMM) ke-53 yang tahun ini diselenggarakan di tengah gesekan antara dua negara besar, Amerika Serikat dan China.
Pertemuan tingkat tinggi itu diharapkan dapat mengupayakan kolaborasi untuk melawan ancaman global dan mencoba mengurangi aksi saling balas antara AS dan China, dua negara dengan ekonomi terbesar dunia, yang bersaing untuk menanamkan pengaruh di kawasan. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil