jpnn.com - BATAM - Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyebut bisnis TTT -tourism, transportation, telecomunication- punya DNA yang mirip. Yakni sama-sama bergantung pada season (musim), sehingga ada saat peak dan low.
TTT juga sama-sama bergantung jarak sehingga ada zonasi. "Dan sama-sama sensitif dengan harga. Makin murah meriah, makin meledak traffic-nya," kata Arief di Novotel Batam, Kepri.
BACA JUGA: Pengamat Ingatkan Pentingnya Akurasi Data Pangan untuk Impor
Dia mencontohkan bisnis transportasi udara yang memunculkan low cost carrier (LCC). Maskapai penerbangan murah antara lain Lion Air, AirAsia, Citilink, Jetstar, dan masih banyak lagi.
BACA JUGA: Menpar Arief Yahya Tunggu Aksi 100 Hari Pejabat Baru Kemenpar
Lawannya adalah maskapai full service carrier seperti Garuda, Singapore Air, Quantas, Emirates, Qatar Air, dan lainnya. "Karena penerbangan itu murah, maka orang jadi affordable, harga terjangkau oleh masyarakat, dan membuat orang terbiasa naik pesawat. Lihat saja di Terminal 1 Soekarno Hatta Jakarta, penumpangnya banyak dan antre panjang," papar Arief .
Begitu pula di telco atau telekomunikasi. Mantan direktur utama PT Telkom itu masih ingat persaingan harga antar-operator.
BACA JUGA: Pasar Umrah Besar, Garuda Perkuat Timur Tengah
"Saya punya banyak pengalaman memimpin Telkom dan pengalaman 10 tahun jadi komisaris utama Telkomsel. Begitu harga pulsa diturunkan 90 persen, pelanggannya naik dari 20 juta lebih dari 10 kali, revenue-nya juga melompat tinggi," katanya.
Sama halnya dengan start pack atau kartu perdana yang semula Rp 100 ribu, lalu dibuat gratis. Pengguna kartu Telkomsel melonjak tinggi, customers bertambah banyak, dan ujungnya revenue-nya naik pesat.
Bagaimana dengan tourism? Ini yang belum menemukan model wisata yang murah. Konsep more for less ini akan menciptakan ekosistem baru dalam pariwisata, dan akan dicoba di Kepri.
Mengapa Kepri? Pertama, Kepri sudah ditetapkan sebagai Gerbang Wisata Bahari Indonesia. Untuk pengembangan yacht dan marina tempat parkir perahu pesiar, Batam, Bintan, Anambas adalah lokasi yang baik yang dekat dengan international hub transportasi baik udara maupun laut. Kepri bisa menjadi gate untuk masuk dan keluarnya yachters ke Tanah Air.
Kedua, Kepri dekat dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia. Kepri masuk dalam kategori border tourism.
"Kita belajar dari apa yang terjadi di Spanyol dan Prancis yang jutaan orang masuk melalui crossborder tourism. Singapore itu ada 3,5 juta Singaporean, 1,5 juta ekspatriat, dan 15,5 juta wisatawan asing masuk setiap tahunnya. Itu adalah pasar, yang sering kita sebut sebagai menjaring ikan di kolam tetangga," kata Arief.
Pria asal Banyuwangi itu menegaskan, dasar konsep TTT adalah kedekatan atau proximity. "Itu akan menjadi opportunity bagi wisata bahari Indonesia. Penyeberangan Batam-Singapore itu hanya 45 menit saja," ujarnya.
Ketiga, Kepri-Singapura-Malaysia juga dekat secara budaya. Sama-sama Melayu sehingga komunikasinya bisa lebih menyambung. Salah satu contoh kedekatan budaya yang membuat orang bergerak dari satu kota ke kota lain adalah mudik Lebaran.
Strategi baru more for less di Kepri ini adalah implementasi dari cara yang tidak biasa untuk memperoleh hasil yang luar biasa. Persis dengan apa yang dijelaskan motivator Tung Desem Waringin yang ikut memberikan materi selama 2,5 jam di Novotel, Batam itu.
"Sampai dengan bulan Oktober 2016, Kepri memang turun, cukup besar, enam persen dari capaian tahun 2015. Kalau industri yang Anda pimpin itu growth negatif dari rata-rata nasional, berarti perusahaan Anda sedang sekarat, atau menjelang mati! Apalagi target nasional harus melompat minimal 25 persen dari tahun sebelumnya," ujarnya.
Memaksimalkan excess capacity pun menjadi langkah paling cantik untuk mengejar target kunjungan wisman, sekaligus menghidupkan suasana industri pariwisata di sana. Pertama, kumpulkan excess capacity (kapasitas yang tak terjual atau kosong). Kedua, gunakan digital (ITX) untuk menjual lengkap dengan booking system dan payment gateway. Ketiga, promosikan di originasi sesuai timeline-nya, yang sedang low seasons.
Maka affordability akan optimum dan tidak ada lagi istilah low and high season. Di semua hari, menjadi penuh, dan non operational return-nya bisa dimaksimalkan. "Kalau ini berjalan, maka akan menciptakan bisnis baru yang revolusioner di pariwisata," kata dia.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tren Properti Bergeser, Menengah ke Bawah Jadi Primadona
Redaktur : Tim Redaksi