Menristek: OMAI Masuk JKN, Indonesia Bisa Mandiri Bahan Baku Obat

Sabtu, 07 November 2020 – 14:57 WIB
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro saat meninjau proses pembuatan OMAI. Foto: Humas Kemenristek/BRIN

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro menilai terhambatnya pemanfaatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia akibat persoalan dari sisi hilir.

Salah satu hambatan di sisi hilir adalah OMAI yang tidak bisa diresepkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sehingga terdapat keterbatasan pemanfaatan oleh masyarakat.

BACA JUGA: Kurangi Impor Obat dari Tiongkok, Menkes Memperkenalkan OMAI

Sementara itu di sisi regulasi, terdapat Peraturan Menteri Kesehatan No 54/2018 yang membuat OMAI tidak bisa masuk Formularium Nasional di program JKN.

Terhambatnya pemanfaatan OMAI yang diproduksi industri farmasi nasional ini, diyakini membuat percepatan kemandirian bahan baku obat dalam negeri tidak tercapai dan impor bahan baku obat yang mencapai 95 persen sangat menggerus devisa negara.

BACA JUGA: Video Mirip Gisel Berdurasi 19 Detik Viral, Ernest Prakasa Berkomentar Begini

“Keprihatinan kami dimulai dengan fakta 95 persen bahan baku obat itu dipenuhi dari impor yang menggerus devisa negara. Sementara dokter kita sudah terbiasa memberikan obat-obat ini kepada para pasiennya,” kata Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara 'Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional', Jumat (6/11).

Untuk bisa menekan impor bahan baku obat tersebut, Menristek meminta semua pihak mengampanyekan agar para dokter memiliki keberpihakan kepada OMAI.

BACA JUGA: Jalin Sinergi, BTN Jajaki Kerja Sama dengan Perusahaan Jepang

Dia menilai selama ini dokter-dokter di Indonesia belum terbiasa memberikan resep obat-obatan herbal kepada pasiennya karena sudah terlanjur nyaman menggunakan obat-obatan kimia.

Kondisi itu menurut Bambang Brodjonegoro justru menghambat penelitian dan pengembangan OMAI oleh industri farmasi nasional.

Padahal pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia.

Di mana, Menteri Keuangan menjanjikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan, salah satunya untuk memproduksi obat-obatan herbal.

“Tetapi kita juga harus sadar, mereka mau melakukan research and development (R&D/penelitian dan pengembangan), kalau sudah jelas pemakaian dari obat yang mereka teliti itu. Kalau dokternya tidak menggunakan OMAI dan tidak mengusulkannya masuk ke dalam daftar obat rujukan Kementerian Kesehatan dalam JKN, industrinya tentu belum mau melakukan R&D,” keluh Bambang Brodjonegoro.

Mantan Menteri Keuangan itu menegaskan, target Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kemandirian industri obat nasional sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Obat dan Alat Kesehatan bisa jalan di tempat tanpa kontribusi para dokter.

Padahal salah satu misi dari Inpres tersebut adalah mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri.

“Kita bisa masuk lingkaran setan karena berputar disini saja. Setelah saya pelajari, pengadaan obat dan alat kesehatan di rumah sakit itu yang menentukan adalah dokter yang langsung memberikannya ke pasien. Kuncinya ada di dokter ini,” imbuh Bambang Brodjonegoro.

Sebagai informasi, OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan JKN karena belum tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 54 Tahun 2018.

Akibatnya, BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya pembelian obat-obatan herbal tersebut. Kondisi yang membuat pemanfaatan OMAI di dunia medis hanya sebatas pelengkap obat-obatan kimia.

“Kalau tidak masuk JKN, tentu OMAI susah bersaing dengan obat berbahan baku impor. Harus ada ketegasan kita prioritaskan bahan baku obat dari negara kita sendiri. Saya yakin kalau sudah masuk JKN akan ada banyak lagi pihak yang melakukan riset karena sudah ada fasilitas super tax deduction sampai 300% itu,” tandas Bambang Brodjonegoro.

Sebelumnya, pada Kamis (5/11) lalu, Presiden Joko Widodo mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama melakukan reformasi sistem kesehatan nasional secara besar-besaran. Reformasi tersebut juga mencakup kemandirian obat dan bahan baku obat.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler