jpnn.com, JAKARTA - Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan sejumlah alat kesehatan (alkes) jenis ventilator sudah digunakan di tengah masyarakat, sebagai upaya menekan impor.
Bambang menyebutkan, ventilaor itu adalah BPPT3S-LEN, Vent-I Origin, Ventilator Transport Covent-20 UI, dan Dharcov-23S.
BACA JUGA: Kemenkes Bawa Bantuan Ventilator untuk RS Rujukan Covid-19 di Bali
"Ventilator itu untuk menjawab kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor," kata dia dalam acara virtual peringatan Satu Tahun Pandemi COVID-19 dengan tema "Inovasi Indonesia untuk Indonesia Pulih, Bangkit dan Maju," di Jakarta, Selasa (2/3).
Bambang menjelaskan, produksi alat itu melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Saat ini, lanjut dia, dua alkes yang dihasilkan yakni ventilator dan alat tes cepat berbasis antibodi buatan sendiri seperti RI-GHA.
BACA JUGA: Perusahaan Tambang Nasional Sumbangkan Ventilator Buatan Lokal ke RS Rujukan COVID-19
Bahkan, Bambang menyebutkan, ventilator sudah bisa dibeli secara langsung melalui e-katalog LKPP, yakni BPPT3S-LEN dengan harga Rp25 juta, Vent-I CPAP dengan harga Rp24 juta, dan Dharcov-23S.
"Harga ventilator lokal Rp 78,5 juta," ucap dia.
BACA JUGA: Menristek Bambang Optimistis GeNose C19 jadi Game Changer Kebangkitan Sektor PariwisataÂ
Dia mengatakan, memperingati setahun pandemi Covid-19, Indonesia terus berupaya mengurangi ketergantungan impor alkes dengan menghasilkan buatan sendiri.
"Upaya kita mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan maupun obat berhasil dilakukan," kata Menristek Bambang dalam
Dia mengakui pada awal pandemi Covid-19, terjadi begitu banyak impor alat tes cepat (rapid test) antibodi untuk skrining atau penapisan Covid-19.
Hal itu karena kondisi pada saat itu bersifat mendesak, sehingga mungkin tidak ada analisa atau penilaian terhadap kualitas dari alat tes cepat Covid-19 berbasis antibodi yang diimpor dari berbagai negara tersebut.
Namun saat ini, Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi pada Maret 2020 berupaya untuk menghasilkan produk riset dan inovasi untuk substitusi impor.
"Dulu impor untuk alat tes antibodi, ventilator, termometer dan bahan baku obat untuk membuat vitamin," ujar dia.
Dia menyebutkan meski penanganan Covid-19 mendesak, semua proses penelitian dan pengembangan sampai hilirisasi produk riset dan inovasi tersebut tetap mengikuti standar dan prosedur yang berlaku.
Menurut Bambang, tetap harus lolos uji dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan, dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Artinya kita tetap mengikuti kaidah ilmiah yang memang harus kita ikuti," tutur Kepala BRIN. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia