jpnn.com - “Jalan untuk melenting ke atas tentu amat tidak mudah. Namun para korea tidak boleh menghindarinya. Beranilah bertarung, lawan jika ditekan, karena mentalitet korea adalah mentalitet kompetitif. Kompetisi itu jalan untuk melenting,” kata Komandan Bambang Pacul.
Liburan Idulfitri tahun ini saya pulang kampung ke Jawa Timur. Kebetulan keluarga besar Ibu di Ponorogo penganut Islam bercorak kultur NU.
BACA JUGA: Megawati Buka Peluang Kembali Berkarier di Korea, 2 Pemain Menyusul
Menjadi sebuah berkah tersendiri bagi saya dapat merayakan Idulfitri dan Paskah di rumah orang tua.
Saya membawa buah tangan buku bertajuk “Mentalitet Korea Jalan Ksatria”, saya bagikan kepada para sahabat.
BACA JUGA: Punya Jiwa Kepemimpinan, Yolla Yuliana Layak Ikut Seleksi Main di Liga Korea
Buku karya Puthut EA ini berceritera tentang perjalanan Komandan Pacul dalam upaya melenting.
Kita yang masih berjuang perlu membaca buku ini biar tidak mudah patah semangat dan memiliki militansi tanpa batas.
BACA JUGA: Benny Sabdo Ingatkan Pengawas Pemilu Mesti Berjiwa Merdeka
Komandan Pacul adalah tokoh fenomenal, rileks penuh humor, memiliki prinsip hidup yang kuat sekaligus genuine dalam berpolitik.
Tak ayal anak muda banyak gandrung kepada dirinya. Atas sebab apa? Bisa jadi ketertarikan anak muda kepada Komandan Pacul muncul karena perasaan terwakili dengan konsepsi “korea” ala Komandan Pacul.
Mereka merasa lahir sebagai orang biasa saja, harus bertarung dalam hidup yang ketat dan keras dan mereka memiliki kesempatan untuk melenting ke lapisan sosial atas.
Setelah lulus SMA 1 Solo, Komandan Pacul melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ia memiliki alasan unik memilih jurusan dan kampus ini. Ia masuk bukan atas dasar prospek masa depan, melainkan kebanggaan dan gengsi.
Semasa kuliah di UGM pula ia mulai aktif dalam berorganisasi, terutama di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Bahkan, ia sempat menjabat sebagai Ketua Komisariat GMNI Fakultas Teknik UGM. Ia memilih GMNI karena sejak dahulu memang mengidolakan sosok Bung Karno.
Di matanya, Bung Karno adalah sosok hangat-merangkul semua kalangan, cerdas-memiliki gagasan-gagasan raksasa dan menginspirasi bangsa Indonesia dan dunia.
Oleh karena itu, akhirnya ia tak ragu menjadi kader PDI Perjuangan. Ia dikenal sebagai salah satu jagoan tempur darat PDI Perjuangan.
Ia juga diberi banyak kepercayaan, antara lain menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasional, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Tengah, Ketua Komisi III DPR RI dan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPR RI.
Dalam tradisi PDI Perjuangan seorang yang diberi banyak tugas, biasanya sosok yang loyalitas dan dedikasinya sudah teruji dan terbukti.
Komandan Pacul mengatakan dalam kultur Jawa, istilah korea mengacu pada orang-orang dari kelas sosial menengah dan kelas sosial bawah.
Dengan kata lain, korea adalah sebutan bagi orang-orang dengan daya juang luar biasa yang berusaha keluar dari belenggu kemiskinan.
Orang dari kalangan bawah dengan keberanian dan kenekatan yang tinggi serta memiliki banyak cara untuk bertahan hidup dan dapat rezeki.
Karena punya banyak cara, biasanya mereka sangat supel dan mudah diterima berbagai kalangan.
Selanjutnya, Komandan Pacul bersabda agar para korea mempunyai karakter tidak pernah menyerah.
Para korea perlu memelihara niat dan tidak berhenti mencari galah sampai ketemu. Korea itu harus malu kalau sampai berhenti atau kalah oleh keadaan.
Tak kalah penting, jika para korea belum sampai ke atas atau masih dalam proses mencari galah, jangan bersikap temperamental dan emosional.
Maka, para korea mesti banyak senyum, sapa, salam dan suka menolong kepada orang lain.
Mentalitet korea selanjutnya yang ditekankan Komandan Pacul bagi para korea adalah empati kepada kaum miskin papa.
Kehendak untuk berbelarasa terhadap orang-orang yang berada di lapisan sosial bawah, kaum miskin papa dan tersingkir, mesti mandarah daging dalam diri para korea.
Sebab bagaimana pun, para korea tidak boleh lupa diri. Seorang korea sejati harus selalu ingat bahwa sebelum melenting ke lapisan sosial atas.
Dia pernah berada di bawah, dalam kehidupan yang sangat susah. Bisa hidup saja sudah bersyukur, apalagi bisa makan.
Dengan demikian, seorang korea sejati mesti menghayati spiritualitas kerakyatan supaya tidak lupa daratan.
Kemudian, jika seorang Korea sudah berada di atas, ia harus memiliki loyalitas kepada atasan.
Sebab loyalitas menjadi kunci agar seorang korea tidak terhempas kembali ke bawah, mengalami situasi penuh penderitaan dan penghinaan lagi.
Meski loyalitas bagi banyak orang cenderung dianggap sebagai kebodohan. Sebab loyalitas berarti keengganan melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Namun, bagi Komandan Pacul, loyalitas itulah yang akan menyelamatkan posisi para korea selama berada di atas.
Itulah eloknya mentalitet korea, ia melenting bukan karena hadiah melainkan berjuang dengan segenap daya cipta, rasa dan karsa sebagai manusia merdeka.
Kemiskinan-penderitaan dimaknai sebagai sebuah krisis. Namun ini bukan segalanya, para korea tidak pernah menyerah, tetapi melihat krisis sebagai peluang untuk melenting.
Memang tak setiap kegelapan bisa memletikkan cahaya api, tak setiap penderitaan bisa menghasilkan penderitaan, tak setiap kehidupan bisa membawa harapan.
Hanya mentalitet korea yang sabar sekaligus pantang menyerah, spirit itulah yang dapat memberikan harapan untuk melenting.
Api mentalitet korea mesti kita jaga agar terus bernyala. Ini adalah simbol kesatuan, solidaritas, keunikan dan keuniversalan seorang korea sejati.
Dengan demikian, setiap korea sejati merasa bahwa dirinya adalah men and women on fire.
Dunia akan makin menyala dengan kobaran api mentalitet korea.
Terlebih di Tanah Air tercinta Indonesia ini. Jika Indonesia dipenuhi gelombang anak-anak muda bermentalitet korea yang tahan banting, kreatif serta memiliki nafas panjang untuk memperjuangkan impian mereka.
Maka Indonesia emas akan tercipta berkat api mentalitet korea.(***)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari