Mentan Amran Kagumi Kopi Toraja, Langsung Kucurkan Bantuan

Kamis, 26 April 2018 – 00:56 WIB
Mentan Amran Sulaiman mengagumi produk kemasan Kopi Toraja. Foto: Ken Girsang/JPNN.com

jpnn.com - Aroma dan rasa Kopi Toraja berkelas internasional. Kemasannya juga tak kalah menarik dari produk-produk kopi yang memenuhi pasar modern. Sekilas tak akan ada yang menyangka Kopi Toraja dalam kemasan itu dihasilkan petani dari pedalaman Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Ken Girsang - Tana Toraja

BACA JUGA: Manfaatkan Alsintan, Pemuda Tani Berpenghasilan Rp 12 Juta

Tepatnya, dihasilkan kelompok wanita tani kopi "Bedallean", Desa Lembang Gandangbatu, Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja. Berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Makale, Ibu Kota Tana Toraja.

Untuk dapat mencapai desa ini dibutuhkan stamina prima. Karena harus melalui jalan terjal, meliuk dan memanjat ke atas pegunungan dengan ketinggian 1.000 mdpl. Perut serasa diguncang selama sekitar satu jam perjalanan dengan menggunakan mobil.

BACA JUGA: Percepatan Serap Gabah Petani Terus Ditingkatkan

Meski medan yang dilalui cukup melelahkan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman tetap melakoni dengan senyuman. Semua demi bertemu dan menyapa langsung seribuan petani yang telah menanti, Selasa (24/4) kemarin.

Pria berdarah Bone itu tak mampu menutupi kekagumannya saat Ketua Kelompok Wanita Tani Bedallean Nurhidayah menunjukkan produk kopi dalam kemasan 200 gram yang mereka hasilkan.

BACA JUGA: Kementan Gelar Pelatihan Alsintan, Petani Antusias

Pertemuan yang semula beragenda penyerahan langsung bantuan bibit kopi unggulan sebanyak 500 ribu pohon untuk Tana Toraja, akhirnya berkembang pada pemberian sejumlah bantuan lain.

Menurut Ibu Nurhidayah, produk yang mereka hasilkan telah masuk ke pasar modern. Cuma jumlahnya masih terbatas. Penyebabnya, pengolahan masih menggunakan mesin tradisional. Selain itu, juga baru dikerjakan sekelompok kecil petani.

Mendengar penjelasan itu, Amran secara spontan meminta Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan revisi anggaran dan memasukkan anggaran pengolahan biji kopi hingga Rp 10 miliar untuk Tana Toraja.

Artinya, bakal ada ribuan alat pengolahan biji kopi baru d Tana Toraja. Karena harga satu alat seperti yang digunakan di Desa Lembang Gandangbatu berkisar Rp 1 juta. "Ini yang saya maksud, ini cita-cita presiden. Harus didukung," ucap Amran.

Saking bersemangatnya, Amran tak menghiraukan rintik hujan yang turun petang itu. Di tengah arel perkebunan kopi milik masyarakat, pria berdarah Bone ini berjanji segera mengurus lisensi nama produk kopi yang disepakati bersama seluruh petani yang ada.

"Sepakat ya, namanya 'Kopi Jantan Toraja'. Aku kasih lisensinya, aku kawal sampai produk. Tiap kelompok tani nanti membuat produk kopi dalam kemasan dan menggunakan nama itu," ucapnya.

Amran juga meminta anak buahnya membangun techno park di Tana Toraja. Yaitu, sistem pertanian dengan pola modern, demi meningkatkan hasil tanaman kopi masyarakat Toraja.

"Keunggulan daerah ini kopi, itu harus diangkat. Bila perlu tiap rumah ada batang kopi dan produk yang di ekspor harus barang jadi," katanya.

Amran mendasari pemikirannya pada perhitungan sederhana. Kopi yang dihasilkan petani selama ini dijual Rp 30 ribu/kg. Ketika dikemas dengan baik harga jualnya mencapai sekitar Rp 250 ribu/kg.

"Kenaikannya lebih dari 700 persen. Apalagi di Tator (Tana Toraja) di pegunungan ini sudah ada packaging kopi yang masuk ke supermarket. Karena itu kami akan dorong ekpor untuk meningkatkan kesejahteraan petani," katanya.

Untuk diketahui, Brasil masih merupakan penghasil kopi terbanyak di dunia. Mencapai 2,90 juta ton/tahun. Disusul Vietnam 1,65 juta ton, Kolombia 0,84 juta ton, Indonesia 0,67 juta ton dan negara-negara lain 3,07 juta ton.

Luas areal tanaman kopi di Indonesia tercatat 1.246.657 hektare. Rinciannya, di seluruh Sumatera (793.549 hektare), Jawa (187.376 hektare), Nusa Tenggara (114.343 hektare), Kalimantan (21.669 hektare), Sulawesi (115.072 hektare) dan Maluku serta Papua (14.648 hektare).

Dari luas areal yang ada, nilai ekspor kopi Indonesia pada 2017 mencapai 467.799 ton. Naik dari 2016 yang hanya berkisar 414.651 ton.

Ahli pertanian lulusan Universitas Hasanuddin ini optimistis, nilai ekspor kopi Indonesia dapat meningkat tajam. Karena itulah pemerintah menyalurkan empat juta bibit kopi unggulan untuk Sulawesi. Dengan rincian 500 ribu pohon khusus Tana Toraja dan 500 ribu pohon untuk Toraja Utara. Jumlah ini dijanjikan bakal naik dua kali lipat tahun depan.

"Ini akan kami dengungkan ke seluruh penjuru dunia. Karena sudah terkenal di mancanegara. Aromanya khas, luar biasa kualitasnya. Perintah Bapak Presiden, tolong dorong hortikultura dan perkebunan. Karena ini masa depan petani Indonesia," katanya.

Secara khusus Amran mengajak seluruh petani Toraja mencintai tanaman ‎kopi seperti mencintai diri sendiri dan keluarga. Caranya, dengan merawat secara sungguh-sungguh. Jangan begitu selesai ditanam dibiarkan begitu saja dan baru kemudian hasilnya diambil saat telah mencukupi usia panen.

"Ikuti rumusnya, jangan kena matahari di rumah (lebih banyak di ladang). Dengan demikian Tator dapat berubah dalam dua tahun ke depan," katanya.

Amran memotivasi karena saat ini hasil kopi Indonesia baru berkisar 600-700 kg/hektare. Kalah jauh dengan Vietnam yang dulu belajar ke Indonesia. Hasil kopi petani Vietnam mencapai 3-4 juta ton/hektare.

Dalam kesempatan kali ini, Amran secara khusus mengapresiasi langkah petugas penyuluh pertanian yang membimbing kelompok wanita tani kopi "Bedallean", Desa Lembang Gandangbatu, Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja. Karena atas bimbingannya, kopi yang dihasilkan telah dalam bentuk kemasan.

"Kamu berangkat ke Vietnam (untuk melihat dan menyerap ilmu pengolahan kopi). Ini contoh yang baik, membimbing masyarakat untuk melangkah maju," pungkas Amran.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Jajaki Kerjasama dengan Asprindo


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler