jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menghadiri Rapat Kerja Komisi IV DPR RI.
Rapat ini dihadiri 4 Kementerian yakni Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI di Ruang Rapat Komisi IV DPR RI, Senin (2/7).
BACA JUGA: Kementan Lepas Kedelai Berbiji Besar Biosoy 1 dan Biosoy 2
Rapat kerja digelar untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang merupakan inisiatif dari Komisi IV DPR RI. Ketua Komisi IV DPar RI Eddhy Prabowo dan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena memaparkan penjelasan mengenai latar belakang pembuatan RUU tersebut.
Michael Wattimena menjelaskan RUU yang masuk dalam Prioritas Progam Legislasi Nasional Tahun 2018, nantinya akan menggantikan Undang-Undang (UU) nomer 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
BACA JUGA: Kinerja Pangan Era Jokowi Spektakuler, Andi Akmal Keliru
Semangat mengganti undang-undang bukan sekedar perbaikan dan pengaturan yang lebih komprehensif, mengingat ada banyak undang-undang terkait pertanian.
“Seperti UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU Hortikultura, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta UU Perkebunan. Justru yang belum ada adalah UU Pertanian," jelas Michael.
BACA JUGA: Pemerintah Dorong Wisata Agro dan Edukasi Holtikultura
Sementara itu Amran mengungkapkan pemerintah mau pun DPR dalam proses penyusunan RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan ini dilakukan secara intensif dalam forum lintas kementerian/lembaga.
Selain lima kementerian yang ditugaskan Presiden Jokowi, pemerintah pun melibatkan kementerian/lembaga terkait.
“Untuk itu, kami mengapresiasi seluruh pihak yang telah berperan serta dalam proses penyusunan RUU tentang Pengembangan Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan atas inisiatif DPR ini, baik dalam forum diskusi secara formal maupun informal,” ungkap Amran.
Namun demikian kata Amran, setelah dicermati, kaji dan bahas bersama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, dan Kementerian Hukum dan HAM serta kementerian/lembaga terkait, selanjutnya dilakukan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Ada 588 DIM sebagai bahan penyempurnaan substansi pengaturan RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
“Sebab, dalam kaitan budidaya pertanian yang saat ini diatur dengan UU Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pangan, juga telah diundangkan undang-undang sektor pertanian seperti UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sehingga substansi pengaturan dalam UU tersebut yang masih berlaku mengenai ketentuan untuk komoditas tanaman pangan dan hijauan pakan ternak, pupuk, pestisida, serta alat dan mesin pertanian,” katanya.
“Dalam RUU ini, kami melihat beberapa substansi baru antara lain berkaitan dengan pertanian konservasi, pemanfaatan air, sumber daya genetik pertanian, dan pemuliaan oleh petani kecil dalam negeri,” katanya.
Untuk itu, Amran mengatakan pemerintah berpendapat bahwa RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan telah memuat cukup lengkap dan mendasar dan telah memerhatikan kewenangan pengaturan yang ada dalam undang-undang sektor yang lain.
Seperti sektor agraria dan tata ruang, sumberdaya air, pembagian kewenangan pusat dan daerah, serta penyempurnaan pengaturan yang telah ada dalam undang-undang sektor pertanian itu sendiri.
"Untuk menghindari disharmonisasi dari berbagai undang-undang, diperlukan adanya kehati-hatian dalam mengatur sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Karena sebagian besar komoditas pertanian telah diatur dalam berbagai undang-undang berdasarkan komoditasnya,” terangnya.
Senada dengan Menteri Pertanian, anggota Komisi IV DPR RI, Endang Srikarti Handayani menegaskan sebelum mengesahkan Undang-Undang Pengembangan Sistem Budi Daya Berkelanjutan, penting untuk memerhatikan Undang-Undang sebelumnya. Artinya, jika Undang-Undang baru ini disahkan, Undang-Undang sebelumnya harus segera dicabut.
“Agar jika Undang-Undang ini nantinya sudah disahkan, undang-undang yang lama harus dicabut sehingga tidak tumpang tindih,” terangnya.
Pada rapat kerja kali ini, tak ada pertanyaan maupun komentar lainnya dari perwakilan Pemerintah maupun anggota dewan yang hadir untuk menanggapi penjelasan Wattimena ataupun tanggapan Menteri Pertanian. Dengan begitu, peserta rapat menyetujui usulan Ketua Komisi IV DPR RI agar rapat dilanjutkan pada 9 Juli mendatang, dengan agenda pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM) dan mekanisme pembahasan rancangan undang-undang.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Bantu Jembatani Petani Jeruk Untuk Ekspor
Redaktur & Reporter : Natalia