jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengupayakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Salah satunya dengan single data atau data tunggal lahan pertanian dalam jangka pendek.
“Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang presiden, gubernur, bupati, camat sampai kepala desa semuanya sama. Termasuk masalah lahan dan produksi,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Jumat (22/11).
BACA JUGA: Mentan SYL Blusukan ke Pasar Tani Kementan
Menurut Mentan Syahrul, data yang akurat bisa melahirkan banyak program tepat guna dan tepat sasaran untuk para petani di seluruh Indonesia. Karena itu, dia berharap tak ada lagi kekacauan data lahan baik yang dipegang Kementan, BPS serta kementerian dan lembaga lain.
“Rujukan kita adalah BPS. Jadi, datanya harus satu. Tidak boleh tumpang tindih soal data. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan,” ujarnya.
BACA JUGA: Kementan Raih Dua Penghargaan Perak SNI Award 2019
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 mencatat, luas lahan baku sawah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 7,1 juta hektare. Padahal, luasan sebelumnya mencapai 7,75 juta ha.
“Kami ingin memiliki kejelasan lahan yang akan panen di mana saja. Harus jamin bisa beri makan 267 juta jiwa. Maka itu menjadi langkah besar, tidak boleh melihat itu sebagai masalah kecil,” tegasnya.
BACA JUGA: Tekan Laju Konversi Lahan Pertanian, Ini Kebijakan Kementan
Mentan Syahrul juga menjelaskan, pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsi lahan dan kedapatan melakukan alih fungsi yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka bisa dikenakan pidana sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun atau denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar.
“Pemerintah daerah saya minta memiliki komitmen yang sama untuk bisa mempertahankan lumbung pangan daerah, dengan mempertahankan lahan pertanian,” tuturnya.
Selain itu, konversi lahan pertanian bisa dilakukan selama ada rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Pertanian dengan syarat memiliki surat kesiapan menyediakan lahan pengganti terhadap lahan yang dikonversi tersebut.
Terpisah, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, untuk perbaikan data Luas Baku Sawah (LBS), akan dimulai di sepuluh provinsi yang paling besar ketidaksesuaian data luas lahan.
Verifikasi diprioritaskan di sepuluh provinsi dengan total selisih luas lahan baku sawah sebesar 1.037.800 ha. Provinsi tersebut ialah Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Aceh, Lampung, Jambi, dan Riau.
"Dalam verifikasi nanti juga akan melibatkan Kementerian ATR/BPN, Badan Pusat Statistik (BPS), Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan dan Dinas Pertanian daerah," sebut Sarwo Edhy.
Berdasarkan data audit lahan dari Kementerian ATR/BPN, pada 2012 luas lahan 8.132.344 Ha, tahun 2013 turun menjadi 7.750.999 Ha. Sedangkan tahun 2016 Naik lagi seluas 8.186.470 Ha, dan tahun 2018 kembali turun menjadi 7.105.145 Ha.
"Data yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN pada 2018 lahan yang ada di Indonesia 7,1 juta hektare (Ha). Namun tiap masuk musim tanam seperti saat ini faktanya banyak daerah yang kekurangan pupuk. Sementara kita sudah mengalokasikan pupuk itu sesuai data ATR/BPN," kata Sarwo Edhy.
Nantinya akan dilaksanakan kompilasi data luas lahan baku sawah per kecamatan yang akan dijadikan dasar Tim Verifikasi Provinsi dan Kabupaten dalam melaksanakan verifikasi lapang.
Sarwo Edhy menjelaskan, pihaknya sudah melakukan upaya ground check di luar SK.ATR/BPN.2018. Ground check dilakukan dengan metode AVENZA MAP dengan sistem titik kordinat di 333 titik. Hasilnya diperoleh tambahan LBS 113.926 Ha. "Hasil ground check ini sudah dikirim dan sudah disetujui oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)," imbuhnya.
Sementara ground check dengan Methode Collector for ArcGIS/ sistim POLYGON, diperoleh tambahan LBS seluas 139.580,2 Ha (dapat langsung diakses BIG), cetak sawah baru tahun 2015-2018 seluas 219.146,74 Ha, dan cetak sawah baru tahun 2019 seluas 6.000 Ha.
"Dengan jumlah total cetak sawah seluas 225.146,74 Ha ditambah hasil ground check, maka potensi penambahan LBS seluas 478.652,94 Ha," pungkas Sarwo Edhy. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi