jpnn.com, MAKASSAR - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjamin ketersediaan 12 pangan dasar mencukupi untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadan.
Dia mengaku telah memerintahkan seluruh jajarannya untuk melakukan monitoring ketersediaan 12 pangan dasar di 34 provinsi se-Indonesia.
BACA JUGA: Mentan Pantau Stok Pangan, Minyak Goreng, Daging, hingga Ayam Aman
Mentan SYL bahkan turun langsung mengecek ketersediaan 12 pangan dasar di Pasar Terong dan Pasar Pa'baeng-baeng Kota Makassar guna memastikan stok dalam memenuhi kebutuhan selama Ramadan hingga Idulfitri, Sabtu (2/4).
Ke-12 pangan dasar tersebut, di antaranya beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, termasuk minyak goreng.
BACA JUGA: Persiapan Ramadan, Mentan SYL Sidak Pasar di Kota Makassar, Ini Hasilnya
"Saya turun mengecek ketersediaan 12 pangan dasar yang produksinya di bawah Kementerian Pertanian, dan hasilnya ketersediaannya cukup. Sebenarnya termasuk minyak goreng," kata Mentan SYL seusai sidak.
Khusus minyak goreng, lanjut SYL, berdasarkan peninjauan di dua pasar itu terlihat distribusi minyak goreng yang belum lancar.
BACA JUGA: Jelang Ramadan, Kementan Sebut Ketersediaan Daging Sapi, Ayam, dan Telur di Jatim Aman
Karena itu, ia melakukan komunikasi melalui telepon langsung dengan Menteri Perindustrian untuk memberikan perhatian khusus.
"Di agen ada, di pengecer ada, tapi yang ditaruh di depan-depan itu hanya sedikit, jadi terkesan sedikit. Saya masuk ke agen awalnya juga, ada tetapi suplainya tidak maksimal. Saya telepon distributor utama yang ada disini, dan saya sudah minta supaya mereka coba konsentrasi," jelasnya.
Mantan Gubernur Sulsel dua periode ini mengaku tidak mempersoalkan masalah harga, tetapi ketersediaannya harus ada.
Menurutnya jika ketersediaan cukup, tentu saja antara suplai dan demand akan terjadi penyesuaian-penyesuaian.
"Susah memang minyak goreng, tapi dari data yang kita miliki di pemerintah, alokasi minyak goreng ke sini itu 17 ribu ton itu sudah cukup, sementara konsumsi hanya 9 ribu ton. Kalau begitu, semuanya harus ikut turun menangani masalah ini," bebernya.
Mentan SYL juga menemukan adanya kenaikan harga pada daging sapi impor, sementara untuk daging sapi lokal harganya tetap sama.
Dia pun langsung menghubungi Indoguna sebagai salah satu distributor daging impor di Sulsel untuk turun tangan.
"Daging lokal aman, yang agak naik daging impor. Saya sudah telepon Indoguna untuk turun tangan, kenapa harus mahal. Tentu saja, biasa kalau mau Ramadan ada kenaikan harga, tapi harusnya tidak melonjak jauh," terangnya.
Terkait ketersediaan 12 pangan dasar ini, Mentan SYL mengaku memonitor di 34 provinsi di Indonesia.
Walaupun masalah harga bukan tugas Kementan, tetapi soal produksi berada di bawah Kementan.
Dia pun berharap, pemerintah daerah bisa lebih aktif, apalagi alokasinya cukup.
"Semua pejabat saya, eselon I dan II, di minggu pertama Ramadan tidak ada di Jakarta, semua harus turun mengecek. Di distributor, importir dan lain-lain. Kalau kami turun, tentu memberi warning," kata Mentan SYL.
Dia menyampaikan Kementan telah melakukan mapping.
Hasilnya, ada daerah hijau yang surplus, dan yang kuning bisa mempersiapkan dirinya sendiri, tapi ada yang merah.
"Untuk yang merah itu kami tangani, kami dekatkan ke daerah sentra," tegasnya.
Mentan SYL menambahkan masalah kenaikan harga merupakan tantangan bagi seluruh negara di dunia, bukan hanya di Indonesia.
Harga minyak goreng di negara lain juga sangat mahal.
Hal tersebut merupakan imbas terjadinya pandemi Covid 19 selama dua tahun, sehingga tidak ada yang bisa berjalan reguler dan linear.
Distribusi juga tidak berjalan lancar, sehingga terjadi tekanan-tekanan luar biasa.
Isu pemanasan global yang mengubah cuaca menjadi cuaca ekstrem membuat pertanian tidak aman.
Australia sebagai negara yang mengimpor daging ke Indonesia mengalami kebakaran besar yang berakibat lahan rumput sapinya terganggu, dan produksi sapinya menurun cukup besar.
"Kedelai juga sama, yang tadinya diimpor dari Brazil dan Meksiko sekarang harganya juga tinggi. Karena itu, kalau kita tergantung pada impor, harganya sampai di sini juga tinggi," bebernya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi