jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) menyampaikan pemerintah tidak pernah ada ingin memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembako umum yang dikonsumsi masyarakat.
"Impor beras dan PPN sembako umum itu tidak ada," tegas Syahrul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (8/7).
BACA JUGA: Jeneponto Terima Bantuan Benih Pisang, Bibit Ternak hingga Program Pertanian dari Kementan
Menurutnya, hembusan isu itu ialah pikiran-pikiran yang ada di sebagian pihak.
SYL menyebut hingga saat ini pemerintah belum pernah merancang untuk kenaikan PPN sembako.
BACA JUGA: Sri Mulyani Bakal Atur Ulang Objek Pajak PPN, Ada Sembako hingga Jasa Kesehatan
"Kalau pun itu ada pasti Menteri Pertanian tahu. Jadi jangan membuat petani resah," ungkap SYL.
Selain itu, eks Gubernur Sulawesi Selatan itu Presiden Jokowi pun sudah tegas mengatakan impor beras itu tidak ada.
BACA JUGA: Sri Mulyani Benarkan Pungutan PPN Sembako, Tetapi
"Boleh saja orang-orang melempar isu seperti itu. Dan bahkan pak presiden katakan dari mana rumor itu. Pemerintah tidak pernah membicarakan rencana impor beras dan kenaikan PPN sembako," sambung SYL.
SYL menjelaskan saat ini Indonesia memiliki cadangan beras yang cukup banyak baik yang ada pada pengendalian langsung Bulog, penggilingan dan pada penanganan pemerintah daerah.
Produksi beras pada masa tanam (MT) I 2021 sebesar 17,56 juta ton dan terdapat surplus overstok pada Januari 2020 sebesar 7,39 juta ton, sementara jumlah konsumsi nasional 14,67 juta ton, sehingga akhir Juni 2021 terdapat surplus beras sebanyak 10,29 juta ton.
"Oleh karena itu, dalam kondisi Covid-19 dan berbagai pembatasan, pangan kita terkendali dengan baik," katanya.
SYL juga mengatakan hampir setiap minggu Presiden Jokowi melakukan mengecekan soal ketersediaan beras.
"Kemarin dalam dapat virtual, bapak presiden meminta agar pengendalian pangan untuk kebutuhan nasional sepenuhnya di bawah kendali beberapa menteri untuk dipersiapkan maksimal," jelasnya.
Mengutip data Kementan SYL menjelaskan juga pada masa tanam II 2021 (Kemarau basah) sudah dimulai dan panen pada pertengahan tahun berpotensi menambah stok pangan nasional.
Kementan menargetkan produksi beras pada MT II sebanyak 14,25 juta ton dengan surplus beras di awal Juli 10,29 juta ton sementara konsumsi beras 14,91 juta ton, sehingga akhir Desember 2021 diperkirakan terdapat surplus stok beras sebesar 9,63 juta ton.
"Pada aspek harga, pergerakan harga beras medium di pasaran relatif stabil tanpa kenaikan signifikan. Harga gabah ditingkat penggilingan yang relatif stabil dan mengalami penurunan indikasi produksi cukup tinggi," bebernya.
Selain itu, di Perum Bulog stok dalam bentuk cadangan beras pemerintah sebesar 1,37 juta ton, di atas batas aman 1 juta ton, sementara stok beras komersial 13,969 ton.
Penyaluran beras untuk kepentingan stabilisasi harga, pasokan dan kebencanaan per bulan 80 ribu ton, maka stok beras tersebut aman hingga akhir tahun.
"Jadi, satu-satunya yang kami harapkan tidak boleh berhenti adalah kesiapan dan akselerasi pangan. Dari sinilah pangan tersedia, lapangan kerja juga tetap jalan dan ekonomi dasar tetap berputar," tegasnya.
SYL mengaku kebutuhan konsumsi beras nasional masih cukup besar, hal ini dikarenakan sebagaian besar penduduk Indonesia masih menjadikan beras sebagai bahan pangan utama.
Oleh karena itu, Kementan memiliki komitmen yang kuat untuk menjamin ketersediaan beras dan bahan pangan pokok lainnya melalui sejumlah program peningkatan produksi.
"Kementan telah merumuskan lima cara bertindak (CB) sektor Pertanian di masa pandemi, sebagai upaya penyediaan ketersediaan pangan dan pemulihan ekonomi nasional," ucapnya.
Kementan juga berhasil melakukan upaya peningkatan kapasitas produksi. Di antaranya melalui intensifikasi pertanaman, pengembangan lahan rawa dan lahan kering, Optimalisasi Peningkatan Indeks Pertanaman (OPIP), fasilitasi alat mesin pertanian dan perbaikan infrastruktur.
Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan pertanian sebagai upaya menjaga produksi dan kesejahteraan petani.
Bantuan ini melalui dana KUR dengan bunga hanya enam persen. Total dana KUR tahun ini Rp 70 triliun dan baru terserap Rp 36 triliun.
"Kami dorong petani agar menggunakan dana KUR ini sehingga pertanian kita semakin maju," terang SYL.
Perlu diketahui, berdasarkan data BPS, pertumbuhan PDB sektor pertanian 2020 yakni masa pandemi Covid 19 hanya sektor pertanian yang mengalami kenaikan signifikan, yakni 16,4 persen.
Ekspor juga naik 15,79 persen dengan nilai Rp 451,77 triliun di 2020 dan ekspor 2021 ini di triwulan I saja telah menyumbang 39,99 persen setara dengan Rp 200 triliun.
"Ini kinerja nasional dan saya berharap semua provinsi khususnya Sulawesi Selatan bisa melalukan kenaikan pertumbuhan ekonomi seperti ini. Ketersediaan pangan harus selalu tersedia, sebab hanya dengan pertanian bisa maju. Tidak ada kata mundur, pertanian harus maju terus," tegas SYL. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia