jpnn.com - JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai telah memunggungi nasib petani karena tidak melakukan perubahan pada Kementerian Pertanian. Wacana swasembada pun diragukan bisa terwujud.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Kedaulatan Rakyat Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah.
BACA JUGA: Prasetyo Sebut Tutup Arus Pemberitaan untuk Hindari Sinetronisasi
''Dua tahun lebih pemerintah menjalankan pembangunan, namun sektor pertanian masih jauh dari harapan. Terutama pada aspek menyejahterakan petani sekaligus juga mewujudkan kedaulatan pangan,'' katanya.
Said menilai, momentum reshufle ini seharusnya dapat dijadikan oleh Jokowi melakukan evaluasi dan melihat ulang fakta yang ada di petani serta tujuan nawacita-kedaulatan pangan. Sayangnya, kata dia, Jokowi ternyata tidak memanfaatkan momentum ini.
BACA JUGA: Yuddy Chrisnandi Sibuk Urus Burung
''Dengan sikap demikian, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah tidak memahami esensi kedaulatan pangan. Sekaligus juga menunjukan Jokowi-JK kembali memunggungi petani yang selama ini menjadi pendukungnya,'' ujarnya.
Said menilai, sampai sekarang kesejahteraan terhadap para petani di negeri ini masih relatif berjalan stagnan. Ini terlihat dari data statistik Nilai Tukar Petani (NTP) yang tidak berubah dari 2014 hingga 2016.
BACA JUGA: Kejagung Ajak KPK Awasi Perkara La Nyalla
''Jika pada Desember 2014 NTP sebesar 101.32 maka pada maret 2016 masih tetap 101.32. Inilah bentuk nyata dari terjadinya stagnasi,'' katanya.
Padahal pada sisi anggaran, Said mengatakan, telah terjadi kenaikan yang luar biasa. Pada 2014, anggaran kementerian pertanian hanya Rp 16,9 triliun. Pada 2015 naik menjadi Rp 32,7 triliun. tahun ini sebesar Rp 27,58 triliun.
Lalu mengenai wacana swasembada tiga komoditas yaitu jagung, kedelai dan beras ternyata masih menemukan kendala nyata dalam implementasinya. Hingga pertengahan 2016, kata dia, jalan terjal swasembada masih besar.
Ini terlihat dari kisruh impor berbagai bahan pangan. Tahun 2015 kementerian pertanian menyatakan tidak akan impor karena sudah surplus.
''Tapi kenyataannya impor masih tetap dilakukan. Bawang merah pun demikian. Dinyatakam surplus namun impor jalan terus. Yang terakhir adalah meruaknya isu impor daging serta jeroan.''
Terkait dengan kedaulatan pangan, Said menambahkan, sejatinya pemerintah menempatkan petani sebagai subyek pembangunan. Petani yang sejahtera dan mulia merupakan tujuan utama karena kedaulatan pangan berkaitan dengan hak dasar petani.
''Tapi melihat program dan kebijakan pemerintah melalui kementerian terlihat jelas bahwa orientasi pembangunan lebih diarahkan kepada peningkatan produksi tanpa diimbangi upaya meningkatkan insentif yang diterima petani. Sayangnya itulah yang terjadi pada pemerintahan sekarang,'' katanya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Curhat Fredi ke Kontras Bikin Masinton Merinding
Redaktur : Tim Redaksi