jpnn.com, JAKARTA - Penonaktifan Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Achmad Muchtasyar yang dikaitkan dengan penggeledahan Kejagung di kantor Ditjen Migas, Senin (10/2) dinilai banyak kejanggalan.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai penonaktifan Dirjen Migas secara tiba-tiba, bakal berdampak kepada kepercayaan investor, serta operasional hulu migas.
BACA JUGA: Hasil Uji Lab Lemigas Menyatakan Kualitas Pertamax Memenuhi Spesifikasi Dirjen Migas
Untuk itu, Moshe mendesak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan secara transparan kepada publik terkait alasan penonaktifan Achmad Muchtasyar yang belum genap sebulan menjabat.
“Kayak begini bisa menghambat operasi migas. Padahal kita semua mau ngebut ini. Produksi mesti naik, investasi mesti naik. Semoga enggak menghambat dan memperlambat kami," kata Moshe, Kamis (13/2).
BACA JUGA: Dorong Transisi Energi, Dirjen Migas Resmikan SPBG Pertamina Berkapasitas 30 Ribu lsp Per Hari
Pandangan senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.
Dia mengungkapkan penonaktifan Dirjen Migas itu memang sangat janggal terkait aksi 'heroik' penyidik Kejagung dengan kasus yang akan diungkap.
BACA JUGA: Kantor Digeledah Kejagung, Dirjen Migas Buka Suara Soal
"Yang layak digeledah itu justru kantor kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), vendor-vendor pemasok BBM dan minyak mentah, bukan Ditjen Migas Kementerian ESDM. Kemudian disusul penonaktifan Dirjen Migas yang belum genap sebulan menjabat. Pak Bahlil harus luruskan ini,” ujar dia.
Menurut Yusri, hal ini mengacu kepada tugas pokok dan fungsi (tupoksi) SKK Migas yang terkait erat dengan tata kelola minyak mentah. Berdasarkan Pedoman Tata Kerja Nomor 65 Tahun 2017, SKK Migas atas nama pemerintah memberikan kuasa jual minyak mentah dan kondensat bagian negara (MMKBN) kepada KKKS.
“Masalahnya, pemberian kuasa kepada SKK Migas sangat rawan disalahgunakan, baik oleh oknum KKKS atau SKK Migas. Karena di situ yang ditugaskan pemerintah membina, mengawasi, dan mengendalikan KKKS itu adalah SKK Migas, bukan Dirjen Migas,” tuturnya.
Sementara, lanjut Yusri, Direktorat Jenderal Migas adalah penyusun kebijakan dari aspek industri Migas, mulai dari pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, hingga lingkungan.
Selain itu, Dirjen Migas bertanggung jawab atas pembangunan infrastruktur tertentu serta pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Penjelasan Kapuspen Kejagung Harli Siregar, penggeledahan Ditjen Migas terkait impor dan ekspor minyak mentah dan kondensat bagian negara (MMKBN) yang berasal dari produksi KKKS. Hal ini menunjukkan ketidakpahaman penyidik Kejagung menyangkut tupoksi Ditjen Migas,” urai Yusri.
Pada 21 Agustus 2024 lalu, CERI telah merilis bahwa analisis CERI tentang potensi makin amburadulnya penataan energi dan sumber daya alam di bawah kendali Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM, dibenarkan oleh sejumlah kalangan.
Menurut penuturan seorang mantan pejabat tinggi Migas kepada CERI kala itu, pontensi amburadulnya pengelolaan energi dan sumber daya alam pasti ada, apalagi Bahlil sebagai ketua umum partai politik.
CERI pun kala itu mensinyalir Bahlil dijadikan Menteri ESDM diduga hanya dalam rangka mengamankan bisnisnya orang-orang tertentu di bidang tambang mineral serta Migas.
Akhirnya, mantan pejabat tersebut kala itu hanya bisa berharap Prabowo nanti sadar bekerja untuk negara dan rakyat sesuai dalam pidatonya dan mencari orang-orang yang kompeten dan jujur untuk membantunya.
“Kasihan negara dan rakyat kita lah,” ungkap mantan pejabat itu.
Belakangan kekhawatiran CERI dan berbagai kalangan itu mulai terbukti. Kebijakan ngawur Menteri Bahlil membuat rakyat kecil sempat kesulitan untuk mendapatkan LPG subsidi atau lebih dikenal LPG melon.
Bahkan, seorang nenek di Tangerang Selatan, Banten meninggal dunia gara-gara kelelahan setelah mengantre lama demi mendapatkan LPG subsidi. (cuy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK, Kejagung, Polri Didemo Lagi, Desak Usut Tuntas Kasus Hasto
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan