jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan upaya Indonesia mengendalikan perubahan iklim.
Hal itu diungkapkan Siti dalam beberapa sesi di pertemuan tingkat menteri forum multilateral G7 pada Kamis (26/5).
BACA JUGA: Menteri Siti Ingatkan 3 Hal Penting Kepada Jajaran KLHK
“Terkait pengendalian perubahan iklim, Indonesia memperhitungkan aksi adaptasi yang sama pentingnya dengan mitigasi sebagaimana tecermin dalam NDC dan LTS-LCCR 2050 kami yang diperbarui. Dapat mencapai target menuju Net-Zero emission pada 2060 atau lebih cepat,” ungkapnya.
Menteri Siti menyakinkan para menteri lain bahwa berbagai kebijakan pada sektor energi dan kehutanan yang merupakan kontributor utama emisi GRK di Indonesia dapat mencapai target tersebut.
BACA JUGA: KLHK Siapkan Lahan di Kawasan Mentawir, Sebegini Luasnya
Kebijakan yang disampaikan Menteri Siti antara lain penghapusan dini penggunaan batu bara pada pembangkit listrik.
Selain itu, agenda FOLU Net Sink 2030 Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut kata Menteri Siti, telah dirancang dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial.
BACA JUGA: Begini Penjelasan Menteri LHK Siti soal Pengelolaan SDA Berkelanjutan di Indonesia
“Indonesia telah membuat komitmen yang kuat untuk memulihkan lahan terdegradasi melalui FOLU Net Sink. Pada 2030, tingkat penyerapan sektor kehutanan di Indonesia sama dengan atau lebih tinggi daripada tingkat emisi yang dihasilkan,” terangnya.
Menteri Siti menerangkan lebih lanjut bahwa FOLU Net Sink 2030 dibangun di atas dasar pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan kebijakan dan kerja sama internasional selama tujuh tahun terakhir.
Pengalaman Indonesia dimaksud antara lain adalah upaya mengendalikan kebakaran hutan, pengelolaan lahan gambut, moratorium permanen untuk izin baru di hutan primer dan lahan gambut.
Selain itu, konservasi tanah dan keanekaragaman hayati, rehabilitasi hutan dan lahan, partisipasi masyarakat, serta penegakan hukum.
Indonesia saat ini mengidentifikasi sumber pendanaan untuk menerapkan kebijakan ini dengan menciptakan instrumen keuangan inovatif seperti Green Sukuk dan Green Bonds dan pengembangan carbon pricing.
Investasi swasta juga diperlukan untuk mendukung upaya ini.
Guna mencapai target global untuk mengurangi emisi, efisiensi sumber daya, dan ekonomi berkelanjutan, Indonesia mendorong negara-negara G7 untuk memberikan contoh dan bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan.
“G7 harus menjadi katalisator untuk pemulihan hijau dan masa depan yang berkelanjutan, sambil memastikan kepatuhan terhadap konvensi dan kesepakatan berdasarkan aturan serta memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal,” jelas Menteri Siti.
Mengacu pada Glasgow Climate Pact, Indonesia menegaskan kembali pentingnya penyediaan dukungan keuangan USD 100 miliar per tahun.
Sebab, komitmen dukungan keuangan tidak cukup disampaikan pihak-pihak negara maju.
Indonesia juga mendesak Badan Keuangan UNFCCC, bank pembangunan multilateral, dan lembaga keuangan lain untuk meningkatkan investasi dalam pembangunan hijau dan menyediakan sumber pendanaan yang lebih mudah diakses pihak-pihak negara berkembang.
Menteri Siti meminta negara maju anggota G7 untuk menjadi contoh pemenuhan NDC.
Dia juga meminta G7 untuk melakukan encourage untuk pemenuhan dokumen NDC oleh negara pihak dan mendorong kemudahan prosedur-prosedur kerja aksi perubahan iklim antara lain dalam prosedur komunikasi.
“Pemenuhan kesenjangan keuangan oleh mitra negara maju memang merupakan game changer menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang,” pungkas Siti. (mrk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi