jpnn.com - Guru honorer K2 keberatan dengan persyaratan ijazah S1 dan sertifikat pendidik dalam rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) pada Oktober mendatang. Pasalnya, banyak di antara mereka yang belum sarjana dan bersertifikasi.
Pada 12 Desember 2018, ada kesepakatan Komisi X DPR RI dengan Mendikbud Muhadjir Effendy untuk mengangkat 150.669 guru honorer K2 menjadi PPPK.
BACA JUGA: Catat, Honorer K2 Tidak Bisa Daftar PPPK di Daerah Lain
Menurut Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari 69.533 guru honorer K2 yang memenuhi kualifikasi S1 dan usia di atas 35 tahun.
Kemudian ditambah dengan 74.794 guru honorer K2 tua yang tidak memenuhi kualifikasi S1. Juga guru honorer K2 yang tidak lulus CPNS sebanyak 6.541 orang.
BACA JUGA: Bergelar Doktor Tetap Dipandang Sebelah Mata Jika Status Masih Honorer
Disepakati juga, 74.794 guru yang belum S1 diminta segera menyelesaikan pendidikannya. Sebab, syarat menjadi guru PPPK harus berijazah paling rendah S1.
BACA JUGA: Kepala BKN: Guru Honorer K2 Berkali-kali Gagal Tes, Patut Dipertanyakan Kualitasnya
BACA JUGA: Guru Honorer K2 Harus Serius Ikut Tes PPPK, Biar Lulus
Namun, seorang guru honorer bernama Dyna Syifa menilai kebijakan tersebut sangat tidak berkesesuaian dengan realita.
Dia keberatan jika untuk guru harus punya ijazah S1. Sedangkan jabatan tinggi negara setara menteri bisa diisi oleh lulusan SMP hanya karena kaya pengalaman.
"Apa bedanya kami dengan menteri tersebut. Kami juga sangat kaya pengalaman dan penderitaan. Mengajar puluhan tahun dengan gaji rendah masih bertahan hingga saat ini," kata Dyna, guru honorer K2 dari Kabupaten Cianjur kepada JPNN.com, Jumat (9/8).
Pemerintah, lanjut anggota Aliansi K2 Indonesia (AK2I) ini, mestinya bercermin di kaca raksasa untuk melihat kebijakannya apakah memenuhi unsur-unsur keadilan atau tidak. Jangan malah mempersulit golongan teraniaya.
"Sungguh menyakitkan.Menteri saja ada yang hanya tamat SMP. Sementara honorer K2 harus sempurna dengan segudang persyaratan," cetusnya.
Dia menegaskan, kalau pemerintah mau adil, dalam pencalonan menteri harus ada tes computer assisted test (CAT) untuk uji kemampuan. Mengingat menteri yang akan mengeluarkan berbagai kebijakan.
"Sepertinya menteri juga harus ditest CAT SKB (seleksi kompetensi bidang) biar adil. Saya yakin pasti banyak yang berguguran dan paling ada yang stroke," tambah Sunandar, guru honorer K2 Pati.
Sementara Ketum AK2I Edy Kurniadi alias Bhimma mengatakan, aturan persyaratan mendaftar PPPK dibuat pemerintah. Dan itu bisa diubah kalau pemerintah mau memperjuangkan nasib honorer K2. Hanya aturan Allah SWT yang tidak bisa diubah manusia.
"Yang pasti-pasti saja sekarang. Aturan mudah jangan dipersulit. Aturan sulit permudah saja. Kalau ada yang mempersulit laju penyelesaian honorer K2 untuk jadi ASN maka solusinya simple, rapatkan barisan seluruh honorer K2 Indonesia. Satukan tekad dan niat untuk mendobrak sumbatan yang terus menghalangi masa depan honorer K2 Indonesia," tuturnya.
BACA JUGA: Titi Honorer K2: Jangan Seolah-olah Semua Salah Pemda
Kalau masih terpecah belah, lanjut Bhimma, maka selamat tinggal status honorer K2. Akan ada gelombang besar honorer nonkategori dan umum, menggantikan posisi honorer K2 Indonesia yang belum jelas statusnya sampai saat ini.
"Buang ego jabatan forum A,B,C dan seterusnya. Bersatulah semuanya demi suksesnya perjuangan hononer K2," serunya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2: Belum Tentu Kepala BKN Lolos Jika Dites
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad