RENCANA kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) terus dipergunjingkan. Banyak orang mendadak jadi ahli ekonomi dan perminyakan. Tapi di TV orang-orang Partai Demokrat jadi tampak ceria.
Benar, kenaikan harga BBM memang sukses menenggelamkan isu penggarongan APBN yang dilakukan tokoh-tokoh penting Partai Demokrat. Di pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) yang menyidangkan (bekas) Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu, yang disiarkan langsung sejumlah stasiun TV, memang mencuat nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh (Wakil Sekjen) dan juga Andi Mallarangeng, Sekretaris Dewan Pembina pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kenaikan harga BBM direspon negatif mahasiswa dan elemen masyarakat di mana-mana sebenarnya bukan karena rakyat Indonesia tidak paham kalau BBM itu barang langka, dan di muka bumi harganya terus melonjak-lonjak. Ada dua perkara yang bikin rakyat berang atas k` ebijakan rezim Yudhoyono menaikan harga BBM.
Pertama, tentu saja, karena daya beli mayoritas rakyat Indonesia sejak 2004 terus merosot. Logikanya, kalau daya beli masyarakat tinggi, harga BBM berapa pun tak akan jadi masalah. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5 persen yang diiklankan pemerintah Yudhoyono, kalau toh benar, hanya terjadi di lingkaran penguasa dan kroninya yang korup.
Kedua, rezim ini sudah mengalami social distrust. Kehilangan kepercayaan publik. Hal ini diperkuat oleh pernyataan bersama para pemuka agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu). Di Gedung PP Muhammadiyah, pada awal 2011 itu, para pemimpin umat lintas agama menyebut pemerintahan Yudhoyono sebagai “Rezim Pembohong” alias pendusta!
Akibatnya, berbagai alasan yang dikemukakan pemerintah dengan berbusa-busa untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM tidak dipercaya rakyat. Bahkan ketika pemerintah “menyewa” para analis dan akademisi dari perguruan tinggi ternama untuk membantu menyosialisasikan dan merasionalisasikan rencana kenaikan harga BBM, rakyat tetap tidak percaya. Sekali lancung ke ujian,seumur hidup rakyat tak percaya!
Publik tetap berkeyakinan bahwa kenaikan harga BBM akan sangat menyengsarakan rakyat. Kebijakan pemerintah menyabut subsidi BBM sepenuhnya atas “perintah” pihak asing, terutama yang memiliki jaringan distribusi pompa bensin di Indonesia. Tidak ada hubungannya dengan menyelamatkan APBN yang konon defisit gara-gara harga minyak dunia meroket.
Sebab di mata masyarakat, APBN kita jebol bukan (semata) karena tersedot subsidi BBM, tapi akibat dikorupsi secara berjamaah oleh partai penguasa. Setiap tahun tak kurang dari Rp 200 trilyun lenyap disikat para koruptor yang berlindung di pusat-pusat kekuasaan.
Jadi, kalau memang mau menyelamatkan APBN, kenapa bukan korupsinya dulu yang disikat? Kenapa bukan tata kelola dan tata niaga minyak yang dikuasai para “mafia minyak” yang dibenahi dulu? Kenapa untuk semua kesalahan itu harus rakyat yang menanggungnya?
Benar, pemerintah memang mengalokasikan dana puluhan trilyun rupiah untuk, ngakunya, dibagikan kepada rakyat miskin dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat alias “balsem”. Tapi, sebagaimana dulu BLT (bantuan langsung tunai), “balsem” kali ini pun niscaya tidak akan tepat sasaran, dan sebagian besar pasti dikorupsi, karena kita tahu reputasi para koruptor yang bercokol di pemerintahan.
Sebagaimana balsem yang hanya bisa sementara saja menghangatkan badan yang sakit, “balsem” versi Cikeas ini juga tak bakal sanggup menyelamatkan nasib puluhan juta rakyat yang dimiskinkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro-pemilik modal asing.
Manfaat paling besar dari “balsem” justru bakal dipetik Presiden Yudhoyono dan Partai Demokrat yang nyaris kolaps digerogoti isu Nazaruddin dan korupsi APBN. Dengan mengguyur rakyat dengan uang tunai puluhan trilyun rupiah selama 9 bulan, dan bisa diperpanjang sampai menjelang pemilu 2014, memang bisa membuat Partai Demokrat kembali memenangi pemilu 2014 secara gilang-gemilang.
Kalau itu yang terjadi, sangat mudah bagi Partai Demokrat untuk kembali menyalonkan dan memenangi pemilihan presiden 2014-2019. Bisa Bu Ani Yudhoyono, bisa juga kerabat dekatnya. Lalu bagaimana nasib SBY?
Hampir bisa dipastikan, mereka akan bilang begini: “Karena tenaga dan pikirannya masih dibutuhkan rakyat Indonesia, Pak SBY diposisikan sebagai Menteri Senior...!” [***]
BACA ARTIKEL LAINNYA... Negeri Auto Pilot atau Sopirnya Mabuk?
Redaktur : Tim Redaksi