Menteri Siti Nurbaya Bicara Soal Paradigma Baru Pendekatan Penanganan Sampah

Senin, 27 Februari 2023 – 09:55 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya saat membuka kegiatan “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri” sebagai rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 bertema “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/2/2023). Foto: Dok. KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya menyatakan penuntasan masalah sampah bukan hal yang mudah.

Composting atau membuat kompos dari sampah organik merupakan aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan persampahan.

BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya: Kompos dari Sampah Organik Punya Peran Strategis Memitigasi Perubahan Iklim

Kegiatan ini menjadi penting dalam upaya menyelesaikan masalah persampahan secara tuntas sesuai dengan tema HPSN 2023.

“Metode kompos dapat membuat sampah menjadi berkah atau dengan kata lain menjadikan sampah sebagai bahan bernilai ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, atau dapat disebut sebagai bagian dalam pendekatan ekonomi sirkuler,” ujar Menteri Siti.

BACA JUGA: Dirjen PSLB3: Gerakan Nasional Compost Day - Kompos Satu Negeri Momentum Tuntaskan Masalah Sampah

Pernyataan Menteri Siti itu dikemukakan saat membuka kegiatan “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri”.

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 yang mengambil tema “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/2/2023).

BACA JUGA: HPSN 2023, Menteri Siti Nurbaya Ajak Masyarakat Olah Sampah Organik

Gerakan membuat kompos dilakukan serentak bersama-sama dengan masyarakat di beberapa daerah.

Menteri Siti mengungkapkan kompos telah dikenal masyarakat selama puluhan tahun dan dipakai secara konvensional di berbagai tempat di desa atau di kota, yaitu menjadi pupuk organik.

Sampah bekas makanan, sayuran dan sebagainya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk bagi tanaman.

Dengan kata lain bahwa sudah ada dan melekat dalam kehidupan keseharian, meski belum kuat konsisten dilakukan yaitu orientasi sampah organik menjadi pupuk.

Dalam praktiknya, lanjut Menteri Siti, membuat pupuk kompos sangat penting karena kompos dapat menyuburkan tanah, menambah  kandungan organic matter pada tanah soil serta akan meningkatkan water holding capacity butir-butir tanah yang berguna bagi  kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur dan struktur tanah.

Menteri LHK menjelaskan kandungan humus menandakan tanah yang sangat subur karena terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat, sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh orgnasime dalam tanah, stabil dan berwarna cokelat kehitaman.

“Sebagai gambaran, lapukan kurang lebih selama 100 tahun akan membentuk lapisan atas tanah atau top soil kira-kira setebal 1 cm, atau kadang disebut juga sebagai humus. Dalam tekstur tanah, pengendapan lapukan tersebut membentuk silty yang sangat subur,” ujar Menteri Siti memberi contoh.

Menteri Siti mengharapkan seluruh masyarakat di Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri.

Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 Juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA dan dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq.

“Kompos itu mudah dan bermanfaat. Jangan takut untuk mulai mengompos, karena mengompos itu tidak sulit dan hanya memerlukan kemauan untuk mencoba," pesan Menteri Siti.

Dominasi Sampah Organik

Berdasarkan data dari daerah yang dihimpun oleh KLHK tahun 2022, menurut Menteri Siti, jumlah timbulan sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton per tahun dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27 persen.

Kurang lebih 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga.

Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi  gas  rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik. Berdasarkan data KLHK Tahun 2022 juga bahwa  sebanyak 65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill.

Menteri Siti menjelaskan sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2).

Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama.

Dalam upaya mencapai target Zero Waste sudah saatnya sekarang kita meninggalkan pendekatan atau cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA.

Penimbunan sampah di landfill, terutama jika dikelola secara open dumping dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, kesehatan, dan berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat memberikan efek global perubahan iklim,” kata Menteri Siti.

Oleh karena itu, lanjut Menteri Siti, dalam rangka pelaksanaan rencana aksi untuk mencapai target nasional penurunan emisi gas rumah kaca, peran dan posisi HPSN 2023 menjadi sangat strategis untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pengendalian perubahan iklim.

Secara sederhana, HPSN 2023 menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste Zero Emission Indonesia.

Sebagai bentuk komitmen kepada dunia dalam pengendalian perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution pada tanggal 23 September 2022 yang meliputi target penurunan emisi gas rumah kaca pada sektor limbah di tahun 2030 Indonesia yaitu penurunan tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 40 Mton CO2eq dengan upaya sendiri (CM1) dan 43,5 Mton CO2eq dengan dukungan internasional (CM2).

Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK telah menyusun rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah.

Rencana Aksi

Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK, kata Menteri Siti, telah menyusun rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah, meliputi empath al.

Pertama, peningkatan pengelolaan seluruh TPA di Indonesia untuk mengimplementasikan metode pengelolaan controlled/sanitary landfill dengan pemanfaatan gas metan pada tahun 2025.

Kedua, tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai tahun 2030 dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasionalnya berakhir serta landfill mining sudah mulai dilakukan.

Ketiga, tidak ada pembakaran liar mulai tahun 2031.

Keempat, optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan maggot atau black soldier flies  untuk sampah biomass dan diharapkan tahun 2040 operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu.

Kelima, penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan dengan mengompos kita akan memgurangi pembuangan sampah organik ke TPA sebesar 10 juta ton.

“Jadi, betapa besar sumbangan membuat kompos dari sampah organik untuk penuntasan penangan sampah di Indonesia,” ujar Rosa Vivien.

Dengan prinsip kerja Zero Waste, Zero Emission Indonesia, pengelolaan sampah di Indonesia telah bergeser ke hulu dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.

Tujuan kegiatan “Compost Day - Kompos Satu Negeri”, untuk merubah pola pikir/mindset kita semua dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler