jpnn.com - JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyebutkan perhutanan sosial memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat.
"Nilai transaksi ekonomi dari program perhutanan sosial menyentuh angka Rp118,69 miliar selama tahun 2022," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (18/1).
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya: Semangat Natal Memperkuat Rasa Kepedulian dan Kebersamaan
Perempuan yang menjadi Menteri LHK sejak 2014 itu menyebut tiga provinsi dengan nilai tukar ekonomi tertinggi ialah Sumatera Utara, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.
"Ada enam persen dari kelompok usaha perhutanan sosial yang melaporkan pada aplikasi GoKUPS, itu ternyata mencatat angka Rp118 miliar transaksi ekonomi," ujar mantan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
BACA JUGA: Refleksi KLHK 2022, Menteri Siti Nurbaya: Tahun Penuh Keberanian
Menteri LHK Siti Nurbaya menuturkan bahwa perhutanan sosial cukup memberikan dampak positif bagi ekonomi melalui peningkatan pendapatan masyarakat.
"Sebagai gambaran kira-kira 40 sampai 50 persen kelompok usaha perhutanan sosial ini sudah berinteraksi ekspor, seperti Jawa Barat, Maluku, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain," kata mantan Sekjen Kemendagri itu.
BACA JUGA: BEM Unilak Menobatkan Menteri Siti Nurbaya Sebagai Ibu Pengendali Karhutla Indonesia
Siti Nurbaya mengungkapkan, selama kurun waktu lima tahun terakhir, nilai transaksi ekonomi dari program perhutanan sosial selalu mencatatkan angka pertumbuhan.
Pada 2018, nilai transaksi ekonomi hanya sebesar Rp2,07 miliar, kemudian menjadi Rp5,01 miliar pada 2019.
Selanjutnya, menjadi Rp17,48 miliar pada tahun 2020, tumbuh lagi menjadi Rp23,79 miliar pada tahun 2021, dan naik signifikan menjadi Rp118,69 miliar pada tahun 2022.
Kementerian LHK menyatakan akses kelola perhutanan sosial saat ini telah mencapai 5,3 juta hektare yang tersebar di 33 provinsi, 380 kabupaten, 2.315 kecamatan, dan 4.294 desa di Indonesia.
Sejauh ini, perhutanan sosial telah melibatkan lebih dari 1,2 juta kepala keluarga atau setara dengan 5 juta jiwa.
Sampai tahun 2030, Kementerian LHK telah menetapkan target percepatan perhutanan sosial melalui distribusi akses legal 12,7 juta hektare, penambahan pendamping sebanyak 25.000 orang, pembentukan 25.000 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), pembentukan percontohan Integrated Area Development (IAD) dengan minimum satu IAD per kabupaten, percepatan peningkatan kelas KUPS, dan meningkatnya kontribusi menjaga ekologi sesuai target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu