jpnn.com - KETEGANGAN antara Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait reklamasi Pantai Utara Jakarta semakin meruncing. Bahkan kunjungan Susi ke kantor Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, kembali menyoroti persoalan reklamasi.
"Kami imbau Pemprov DKI Jakarta mengaji kembali secara detail untung rugi soal rencana tersebut. Pasalnya, reklamasi pantai harus dilakukan dengan teliti mengingat dampak besar pada ekosistem laut," ujar Susi di Balaikota DKI Jakarta saat menghadiri Gerakan Nasional Penyelematan SDA Indonesia Sektor Kelautan, Selasa (21/4).
BACA JUGA: Wagub DKI Ingin Kartini Masa Kini Seperti Megawati
Doa mendesak reklamasi di-postpone (tunda) dulu. Sebab tidak boleh sembarangan dalam mengubah ekosistem dan harus menjaga air punya tempat yang cukup. "Kalau tidak diperhatikan, nanti Jakarta banjir terus," tegas Susi.
Terkait perizinan reklamasi, KKP akan mempertimbangkannya bila program tersebut bermanfaat bagi masyarakat di pinggir laut. Namun bila bertujuan bisnis perusahaan tertentu semata, pihaknya tak akan mengakomodir.
BACA JUGA: Wagub DKI Tantang Wanita Indonesia Masuk Politik
"Kalau perizinan nanti dipelajari mendalam. Tapi yang jelas prinsip-prinsip lingkungan yang akan saya pegang teguh dan akan mendasari semua keputusan saya soal lingkungan," tutur Susi.
Dalam kesempatan itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memahami kekhawatiran Menteri Susi. Karena proyek reklamasi memang erat kaitannya dengan persoalan lingkungan.
BACA JUGA: Rencana Ahok Berdayakan TNI Jadi Satpol PP Dinilai Ngawur
"Apa yang disampaikan Menteri Susi tentu akan menjadi pertimbangan buat kita dalam pembangunan reklamasi Pantai Utara," imbuh dia.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta berencana mereklamasi pantai utara sebagai bagian dari Proyek Tanggul Raksasa (Giant Sea Wall). Yakni menambah lahan di Jakarta seluas 63 ribu hektar. Terdiri dari 17 pulau baru. Reklamasi rencananya digarap 2015 dan diperkirakan rampung dalam kurun waktu tiga tahun.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Mohammad Syaiful Jihad mengritik pernyataan beberapa anak buah Ahok terkait reklamasi Pulau G. Pejabat Pemprov DKI dianggap asal bunyi alias 'asbun'. Sebab mengklaim reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta tak bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
"Malah (pernyataan pejabat DKI) terkesan memposisikan diri sebagai juru bicara pengembang atau developer," cibir dia.
Menurut Syaiful, sangat aneh bila Keputusan Gubernur (Kepgub) No 2238/2014 dianggap sesuai prosedur karena menggunakan landasan Keputusan Presiden (Keppres) No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta.
"Sementara tindak lanjut dari Keppres tersebut yakni Perda DKI No 8/1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta yang hingga saat ini masih berlaku, tidak dijadikan rujukan dalam menerbitkan Kepgub tersebut," ketus dia.
Atas dasar itu, kata Syaiful, sudah seharusnya Kepgub No.2238/2014 segera dibatalkan.
"Izin reklamasi Pantura Jakarta untuk pengembang atau developer lainnya, juga harus dilakukan moratorium atau penghentian sementara, menyesuaikan dengan regulasi yang ada," tandasnya.
Tak hanya itu, Ahok dianggap melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil No.1/2014 dan Permen Kelautan dan Perikanan No.28/Permen-KP/2014 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sementara kalangan DPRD DKI Jakarta akan menjadikan persoalan Izin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra (MWS) sebagai salah satu sorotan dalam LKPJ gubernur 2014.
"Gubernur terkait reklamasi, hanya berwenang memberi pertimbangan melalui Perda Zonasi dan Rencana Induk Konsep Reklamasi yang akan digodok DPRD, bukan memberikan izin," tegas Anggota DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman.(wok/indopos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov DKI Tagih Mobil Dinas Anggota DPRD untuk Dilelang
Redaktur : Tim Redaksi