Menurut Anak Buah SBY, Ekonomi Morat-marit gak Mungkin Pindah Ibu Kota

Jumat, 07 Juli 2017 – 15:13 WIB
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto. Foto: Humas DPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agus Hermanto mengatakan, pemindahan ibu kota dari Jakarta saat ini tidak tepat. Sebab, perekonomian Indonesia masih morat-marit.

"Ketahui kemapanan dan kemampuan finansial saat ini, ekonomi saat ini cukup morat-marit," kata Agus di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/7).

BACA JUGA: Penyaluran Kredit Lancar, Pertumbuhan Ekonomi Lebih Baik

Dia mengatakan, era Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono pertumbuhan ekonomi 6 persen-7 persen.

Sekarang di era Presiden Joko Widodo pertumbuhan ekonomi hanya berkisar di angka empat persen, bahkan paling tinggi lima persen.

BACA JUGA: Libatkan Swasta demi Mempercepat Pemindahan Ibu Kota

"Menurut kami, (pemindahan ibu kota) di saat dekat tidak tepat," tegas Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.

Agus mengatakan, wacana pemindahan ibu kota sudah ada sejak era Presiden RI Pertama Soekarno, SBY, hingga Joko Widodo.

BACA JUGA: Percayalah, Pemindahan Ibu Kota Jadi Solusi Atasi Ketimpangan

Pertimbangannya adalah jika pusat pemerintahan dan perekonomian dipisah maka Indonesia akan lebih tertata.

Menurut Agus, kalau ada rencana pemindahan ibu kota di pemerintahan saat ini, maka yang harus dipikirkan adalah perencanaan matang, buku biru, cetak biru, peta jalannya.

Semuanya harus disampaikan mepada DPR untuk dipertimbangkan. Perencanaan pun harus matang dan melihat dengan kemampuan finansial saat ini.

"Mampu tidak? Di (kondisi) ekonomi dan finansial saat ini, kita tidak mampu. Perencanaan bagus, namun pelaksanaannya di saat dekat tidak tepat," tegasnya.

Dia mengatakan, pemerintah harus memiliki kemapanan di perekonomian dan kemampuan finansial. Sekarang utang saja semakin banyak.

"Selama dua tahun pemerintahan Jokowi utangnya sama dengan 10 tahun SBY. Ini menunjukkan kita belum mapan ekonomi," ujar Agus.

Apalagi daya beli masyarakat menengah ke bawah masih rendah. Kalau dibiarkan ini tentu mengkhawartirkan. Masyarakat tidak bisa konsumsi produk dan jasa dalam negeri.

Akibatnya industri bangkrut, lalu muncul pemutusan hubungan kerja (PHK). "Ini akan (membuat Indonesia) semakin terpuruk," tegasnya.

Perpindahan itu menggunakan keuangan cukup tinggi. Saat itu dengan pertumbuhan 7 persen saja Indonesia merasa tidak cukup memenuhi pemindahan ibu kota.

"Apalagi sekarang yang hanya empat sampai lima persen," ungkap Agus.

Wacana pemindahan ibu kota sempat pula mencuat di era SBY. Ada tiga opsi yang ditawarkan saat itu. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat pemerintahan dengan pembenahan total.

Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain. Ketiga, dibangun ibu kota baru, seperti Canberra, Australia) dan Ankara, Turki. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemindahan Ibu Kota Juga demi Kepentingan Pertahanan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler