jpnn.com, JAKARTA - Aturan baru tentang penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk menggaji guru honorer mulai menuai polemik.
Dalam Permendikbud Nomor 8/2020 yang diterbitkan Mendikbud Nadiem Makarim, syarat guru honorer yang boleh digaji dari dana BOS yaitu yang belum bersertifikasi dan harus memiliki NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan).
BACA JUGA: Aturan Baru: 3 Syarat Guru Honorer Bisa Mendapat Gaji dari Dana BOS
"Artinya, guru honorer yang sudah bersertifikasi tidak boleh dikasih honor dari uang BOS. Guru honorer yang tidak memiliki NUPTK tidak boleh mendapat honor dari BOS," kata Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Barat Cecep Kurniadi kepada JPNN.com, Selasa (11/2).
Dia menilai, kebijakan maksimum 50% dana BOS boleh untuk membayar gaji guru honorer, hanyalah buaian palsu agar guru terninabobokan.
BACA JUGA: Guru Honorer Akan Diangkat jadi PNS atau PPPK, kok Bahas Gaji dari BOS?
Sebab, syarat belum sertifikasi dan harus punya NUPTK akan membuat uang BOS tidak teralokasikan untuk membayar gaji guru honorer.
Alasannya, menurut Cecep, banyak guru honorer dan tenaga kependidikan yang berstatus honorer, yang belum punya NUPTK.
BACA JUGA: 3 Pesan Menteri Tjahjo terkait Rekrutmen Tenaga Honorer
"Apakah ini model pemusnahan guru honorer secara sistemik? Sepertinya ini hanya enak di kuping," ujarnya.
Sekarang dinas kembali membuka pengurusan NUPTK tetapi syaratnya sangat sulit. Kalaupun sudah memenuhi persyaratan, tetap susah mendapatkan NUPTK.
Cecep menilai, juknis BOS yang tertuang dalam Permendikbud 1/2018 semua bisa terakomodir. Tidak ada penyekatan baik yang sudah tersertifikasi maupun belum punya NUPTK.
"Kalau aturan yang sekarang banyak yang dikorbankan terutama bagi yang sudah tersertifikasi dan yang belum punya NUPTK," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad