jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengatakan kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan menunjukkan pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat COVID-19.
"Bahkan menurut beberapa pakar kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan," kata Netty dalam keterangannya, Rabu (13/5).
BACA JUGA: Komisi X DPR Tolak Siswa Kembali Bersekolah saat Corona Belum Kalah
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditandai dengan terbitnya Perpres
Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres ini memutuskan iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150.000. Kelas II sebesar Rp 100.000, dan Kelas III Rp 42.000.
BACA JUGA: Ansory: Cabut Perpres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Angka ini lebih rendah dari Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yakni Rp 160.000 untuk Kelas I, Rp 110.000 Kelas II, dan Rp. 51.000 Kelas III.
Netty menjelaskan pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen Lebaran ini.
BACA JUGA: Jenderal Andika Perkasa Terima Laporan Mencengangkan dari Dokter Nana
Menurut dia, rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat.
Sebut saja, kata Netty, kenaikan tarif dasar listrik (TDL), harga bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang makin menurun.
"Kebijakan kenaikan ini makin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar," ungkap Netty.
Politikus PKS itu menegaskan pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan.
"Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ujarnya.
Dia menambahkan kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas III PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS.
"Apalagi jumlah peserta Kelas III ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari Kelas I dan II ke Kelas II yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019," ungkap Netty.
Dia menegaskan, seharusnya pemerintah dalam hal ini Presiden Jokoei melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 secara sungguh-sungguh karena keputusan ini mengikat.
"Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum, jangan malah sebaliknya," pungkas Netty. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy