jpnn.com - Agresi Militer Belanda ke Indonesia, melalui Surabaya menyisakan cerita panjang. Termasuk bagi para penduduk kawasan Ampel yang ada di bagian utara Surabaya. Sebab, lokasinya yang tidak terlalu jauh dari pelabuhan, yang notabene sebagai pintu masuk para penjajah, membuat kawasan Ampel menjadi tameng awal perlawanan pada penjajah.
Banyak pejuang islam yang tewas menghadang laju kendaraan tempur Belanda. Kawasan Ampel sejak dulu memang dikenal sebagai tempat tinggal keturunan Timur Tengah di Indonesia. Terutama di jalan KH Mas Mansyur.
BACA JUGA: Kisah Inafis: Tahan Lapar, Juga Tahan Aroma Mayat Membusuk
”Saya masih ingat bagaimana paman saya cerita dulu, tentang keberanian pemuda Ampel menahan laju tank. Dengan penuh semangat mereka berperang sampai titik darah penghabisan. Dulu di jalan raya itu, darah pejuang memerahkan jalan,” kata Hamid Nabhan, budayawan sekaligus seniman Indonesia yang berdomisili di Ampel sembari menunjuk jalan raya KH Mas Mansyur di depannya.
Menurut Hamid, suasana saat itu benar-benas chaos. Pemuda keturunan Arab bahu membahu dengan pribumi melawan penjajah. Sedangkan golongan perempuan dan anak-anak diungsikan ke daerah lain di Jawa Timur. Seperti Malang, Mojokerto, dan Jember.
BACA JUGA: Harga Daging Tak Sesuai Aturan? Laporkan ke Polisi
Jangan dibayangkan mengungsi seperti kondisi saat ini, sebab ketika itu semuanya masih dilakukan dengan berjalan kaki dan naik dokar. Baru di stasiun, mereka berganti dengan kereta api.
”Makanya setiap gelombang pengungsi itu selalu ditemani oleh golongan pemuda. Karena jalan yang ditempuh memang jauh dan cukup berbahaya. Banyak akhirnya ibu-ibu yang tidak terbiasa jalan jauh memilih untuk ditinggal, beberapa malah menggunakan ilmu batin dengan memakaikan susuk di kakinya agar kuat berjalan jauh,” cerita Hamid.
BACA JUGA: Kisah Dua Keluarga Muslim Berpuasa di Tengah 2000 Warga Hindu
Jauh sebelum peristiwa Agresi Militer Belanda di Surabaya, perpaduan budaya memang mewarnai keindahan kawasan Ampel. Warga keturunan Arab yang tinggal di sana mampu tumbuh selaras dengan warga pribumi. Termasuk kerjasama dalam urusan perdagangan.
”Tak heran jika saat ini kerjasama yang terjalin makin erat. Apalagi, sekarang sudah tidak ada sebutan warga keturunan dan pribumi. Semuanya menyatu sebagai rakyat Indonesia” terang pria yang juga kolektor lukisan karya perupa ternama itu.
Kini kawasan Ampel terus berbenah menjadi pusat kebudayaan Islam di Surabaya. Selain keberadaan Makam Sunan Ampel yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, kawasan ini juga menarik perhatian dengan kekayaan kuliner dan kebudayaan khas Timur Tengah. (jpnn/pda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bedanya Warung Makan dan Pegadaian Saat Ramadan
Redaktur : Tim Redaksi