Kali ini, aksi sebagai bentuk sikap penolakan terhadap Bendera Bulan Bintang, mengerahkan sekitar tiga ribuan massa. Hal itu terlihat ketika Kamis kemarin (4/4), massa memadati Pusat Ibu Kota Takengon, dan Merah Putih "membanjiri" kawasan Leuser itu.
Tidak tanggung-tanggung, aksi ini turut diwarnai dengan melakukan pembakaran sehelai Bendera Bulan Bintang saat massa berkumpul di halaman GOS Takengon. Amatan Rakyat Aceh, gegap gempita dan sorak sorai massa mengecam pengesahan Qanun Nomor 3 tahun 2013, tentang Bendera dan Lambang Aceh, yang disahkan oleh DPRA dan Gubernur Aceh.
Selain sekumpulan berbagai organisasi mahasiswa, Pembela Tanah Air (PETA) juga turut turun ke jalan mengibarkan Bendera Merah Putih. Salah seorang orator aksi, Said, dalam orasinya mengutuk keras sikap Pemerintahan Aceh yang dinilai membela kepentingan kelompok tertentu, melainkan bukan milik seluruh rakyat Aceh.
“Kami masyarakat wilayah Leuser tetap menolak Bendera Bulan Bintang. Karena Bendera itu hanya milik separatis,” pekik Panglima Perang PETA ini melalui pengeras suara.
Jika Bendera Bulan Bintang tetap saja disahkan dan menjadi Lambang Aceh, PETA akan ‘mati-matian’ mengedepankan Merah Putih. “Kami masyarakat wilayah Aceh bagian Tengah siap perang bila Bulan Bintang tetap saja disahkan,” tegas Said seraya menyayangkan sejumlah wilayah di Aceh kini Bendera Bulan Bintang sempat dikibarkan oleh kelompok yang dinilai mengganggu makna perdamaian di Bumi Rencong itu.
Selain itu, Pimpinan PETA Aceh Ir. Tagore Abubakar, yang turut hadir dalam aksi ini mengatakan, munculnya Qanun dan Lambang yang disahkan Pemerintahan Aceh yang bertentangan dengan PP 77 Tahun 2007, Pasal 6 ayat 4, berarti Aceh sama saja sudah memerdekakan diri dari NKRI.
“Bagi kami tetap menolak Qanun Wali Nanggroe, Bendera serta lambang Aceh demi keutuhan NKRI,” tegas Tagore.
Melihat dan memperhatikan kondisi saat ini, kata mantan Bupati Bener Meriah itu, bahwa dengan disahkannya Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang dinilai diundangkan secara sepihak oleh Pemerintahan Aceh dapat diartikan Pemerintah Aceh telah melakukan pembangkangan terhadap Pemerintah RI.
“Pemerintah Aceh sama saja menyatakan perang terhadap NKRI, karena bagi kami NKRI adalah harga mati,” kata dia.
Bahkan, menurutnya, dengan pengesahan Qanun tersebut dan mengabaikan lahirnya Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA), hal ini berpotensi besar menimbulkan gejolak sosial dan gesekan horizotal yang justru kontra produktif terhadap perdamaian Aceh.
“Berdasarkan alasan-alasan itu, demi keselamatan NKRI, kita meminta kepada Bapak Presiden RI segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang dilanjutkan dengan lahirnya Undang-Undang tentang pemekaran Provinsi ALA," seru Tagore yang mengatas namakan rakyat Aceh Tengah-Bener Meriah.
Aksi ini dijaga ketat oleh ratusan aparat keamanan berpakaian lengkap dan preman di sejumlah sudut kota berhawa sejuk ini. Massa menuntut Pemerintah Pusat harus tegas menyikapi apa yang tengah bergejolak di Aceh. Dikatakan, Gerakan pengawal Merah Putih ini murni dari hati masyarakat Leuser (Gayo).
Dari data yang diterima Rakyat Aceh (Grup JPNN)), ribuan massa ini juga terdiri dari perwakilan masyarakat pelosok desa dari dua Kabupaten itu. Disela-sela pawai, massa yang mengendarai berbagai jenis kendaraan roda dua dan roda empat, juga meneriakkan kecintaan mereka kepada Merah Putih.
Pantauan Rakyat Aceh, massa perlahan membubarkan diri selepas Shalat Zuhur. Pun demikian, sejumlah sudut Bumi Malim Dewa itu, dibentang sejumlah spanduk dengan bernada kecaman.
Puluhan Warga Langsa Pawai Merah Putih
Sementara di kota Langsa, Puluhan warga Kota Langsa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Kota Langsa, melakukan pawai bendera Merah Putih menggunakan sepeda motor dengan mengelilingi jalan protokol dan kawasan perkotaan di Kota Langsa, Kamis (4/4).
Koordinator pawai, Junaidy didampingi sekretarisnya Wasril Chan dalam orasi yang disampaikan pada pawai merah mutih mengatakan, pawai bendera negara Republik Indonesia ini merupakan aksi damai sebagai bukti kesetiaan masyarakat Aceh, khususnya Kota Langsa terhadap NKRI.
“Dan pawai atau konvoi bendera Merah Putih ini sengaja kami lakukan secara sukarela sebagai bentuk loyalitas dan rasa nasionalisme kami selaku masyarakat Aceh terhadap negeri ini. Karena sejak pengesahan qanun bendera dan lambang Aceh beberapa waktu lalu, justru telah timbul rasa takut dan khawatir akan timbulnya konflik dikalangan masyarakat,” sebut Junaidy.
Lanjutnya, karenanya untuk menjawab persoalan itu maka pihaknya selaku masyarakat Kota Langsa melakukan pawai merah putih sebagai bentuk komitmen nasionalisme. Juga sebagai bukti kepada pemerintah pusat bahwa masyarakat Aceh masih memiliki nasionalisme kebangsaan yang tinggi.
“Dalam pawai bendera merah putih ini, kami juga meminta kepada pemerintah pusat untuk merevisi qanun Aceh nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh, demi menjaga perdamaian. Karena kami menilai bahwa qanun yang disahkan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh tersebut jelas melanggar sejumlah peraturan perundangan NKRI,” tegas Junaidy.
Selain menyampaikan orasi, dalam aksi pawai bendera itu Forum Masyarakat Kota Langsa juga mengeluarkan pernyataan sikap dengan meminta semua anggota Partai Nasional (Parnas) di DPRA untuk diganti karena sudah tidak memiliki jiwa nasionalis. (RA/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panser TNI Berjaga, Ribuan Massa Kepung Ibukota
Redaktur : Tim Redaksi