JAKARTA - Para guru merasa menjadi korban politik yang terjadi di daerah tempat mereka bekerja. Hal ini diungkapkan melalui sambutan yang disampaikan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono yang menghadiri Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013 di Istora Senayan, Rabu, (3/7). Para guru dijadikan korban terutama saat menjelang Pilkada.
"Pendidikan banyak dibawa ke ranah politik. Keberhasilan pendidikan menjdi tanda tanya besar. Termasuk guru yang masih diperlakukan sebagai perangkat birokrasi bukan profesi," ujar Sulistyo di hadapan Presiden dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Menurut Sulistyo, guru harus rela dimutasi jika tidak sesuai dengan harapan kekuasaan politik. Dalam hal ini ia tidak menjelaskan secara rinci kasus yang dihadapi para guru itu. Namun, dia berharap hal ini tidak lagi menimpa guru yang seharusnya menjadi sosok memajukan pendidikan.
"Di daerah hukuman mutasi terjadi hampir tiap hari," ungkapnya.
Selain curhat tentang guru yang menjadi korban politik, PGRI juga mengungkapkan permasalahan lain yang dihadapi guru. Di antaranya kompetensi guru yang belum maksimal karena diklat yang sangat terbatas, pembinaan profesi dan karier yang belum maksimal dan kekurangan guru sekolah dasar yang sangat banyak wilayah kabupaten/kota.
"Selama ini penerimaan hak-hak guru belum maksimal. Termasuk tunjangan fungsional dan tunjangan profesi guru yang hampir tidak tepat waktu maupun jumlahnya. Perlakuan terhadap guru swasta, guru honorer yang status kepegawaiannya belum jelas dan kesejahteraannya yang memprihatinkan. Kami berdoa semoga pemerintah segera memperoleh cara untuk penyelesaian berbagai masalah ini," papar Sulistyo.
Menurutnya, berbagai masalah ini akan menjadi rekomendasi PGRI untuk perbaikan bagi pemerintah. Meski demikian, PGRI kata dia, tetap mengucapkan terimakasih karena nasib dan kehidupan guru lebih baik. Ia berharap pemerintah tetap konsisten memajukan bidang pendidikan, termasuk nasib dan kemajuan guru ke depan. (flo/jpnn)
"Pendidikan banyak dibawa ke ranah politik. Keberhasilan pendidikan menjdi tanda tanya besar. Termasuk guru yang masih diperlakukan sebagai perangkat birokrasi bukan profesi," ujar Sulistyo di hadapan Presiden dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Menurut Sulistyo, guru harus rela dimutasi jika tidak sesuai dengan harapan kekuasaan politik. Dalam hal ini ia tidak menjelaskan secara rinci kasus yang dihadapi para guru itu. Namun, dia berharap hal ini tidak lagi menimpa guru yang seharusnya menjadi sosok memajukan pendidikan.
"Di daerah hukuman mutasi terjadi hampir tiap hari," ungkapnya.
Selain curhat tentang guru yang menjadi korban politik, PGRI juga mengungkapkan permasalahan lain yang dihadapi guru. Di antaranya kompetensi guru yang belum maksimal karena diklat yang sangat terbatas, pembinaan profesi dan karier yang belum maksimal dan kekurangan guru sekolah dasar yang sangat banyak wilayah kabupaten/kota.
"Selama ini penerimaan hak-hak guru belum maksimal. Termasuk tunjangan fungsional dan tunjangan profesi guru yang hampir tidak tepat waktu maupun jumlahnya. Perlakuan terhadap guru swasta, guru honorer yang status kepegawaiannya belum jelas dan kesejahteraannya yang memprihatinkan. Kami berdoa semoga pemerintah segera memperoleh cara untuk penyelesaian berbagai masalah ini," papar Sulistyo.
Menurutnya, berbagai masalah ini akan menjadi rekomendasi PGRI untuk perbaikan bagi pemerintah. Meski demikian, PGRI kata dia, tetap mengucapkan terimakasih karena nasib dan kehidupan guru lebih baik. Ia berharap pemerintah tetap konsisten memajukan bidang pendidikan, termasuk nasib dan kemajuan guru ke depan. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mending Urus Tunjangan Guru Ketimbang Sertifikasi
Redaktur : Tim Redaksi