Salah satunya adalah kesalahan struktural bentuk desa "janggolan." Janggolan adalah pemberian hasil panen dari warga untuk perangkat desa. Bentuk pemberian itu sebagai ganti lantaran warga tidak mampu memberikan tanah "bengkok" untuk penghidupan aparat desa. "Akibatnya, rakyat malah dibebani untuk menggaji kepala desa dan perangkatnya. Ini sungguh tidak adil,” kata Sadar Subagyo, dalam rilisnya dari Banyumas, kepada JPNN Rabu (2/1).
Sampai saat ini, anggota Komisi XI DPR ini mengaku sudah mengunjungi 40 desa di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas. Dapil Jateng VIII mencakup Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 kecamatan dan 331 desa, dan Kabupaten Cilacap terdiri 25 kecamatan dan 380 desa. “Setelah dari Kabupaten Banyumas, akan dilanjutkan ke desa-desa di Kabupaten Cilacap,” ungkapnya.
Disarankannya, desa-desa yang masih menerapkan "janggolan" ini dijadikan kelurahan saja sehingga semua perangkat desa otomatis menjadi tanggungan negara.
Temuan menarik lainnya lanjut dia, ada sekitar 30 persen kepala desa di Banyumas tidak mau mencalonkan lagi meskipun baru satu periode menjabat. “Mereka mengatakan bahwa menjadi kepala desa selain menjadi ujung tombak pembangunan juga akhirnya menjadi ujung tombok (tekor). Dan di era reformasi pasca pemilihan kades adalah masa-masa yang sangat sulit untuk rekonsiliasi karena persaingan cenderung childish dan terbawa sampai 3 tahun setelah pemilihan,” ujar dia.
Fakta lainnya, beberapa kepala desa ternyata rumahnya sangat sederhana bahkan berlantai tanah. Ironinya, ini terjadi di Jawa yang notabene merupakan daerah paling maju pembangunannya, ujar dia. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jembatan Gantung Putus, 1 Tewas
Redaktur : Tim Redaksi